DARI SIMPANGSCHE SOCIETEIT HINGGA BALAI PEMUDA : POTRET SIMBOL KEKUASAAN 1907-1970

Devi Wahyuni Pratama, 120610228 (2010) DARI SIMPANGSCHE SOCIETEIT HINGGA BALAI PEMUDA : POTRET SIMBOL KEKUASAAN 1907-1970. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

[img]
Preview
Text (abstrak)
gdlhub-gdl-s1-2011-pratamadev-19336-fssej0-k.pdf

Download (89kB) | Preview
[img] Text (full text)
gdlhub-gdl-s1-2011-pratamadev.pdf
Restricted to Registered users only

Download (2MB) | Request a copy
Official URL: http://lib.unair.ac.id

Abstract

Simpangsche Societéit merupakan sebuah bangunan kolonial yang dibangun pada tahun 1907. Pada masa Hindia Belanda berkuasa tempat ini menjadi salah satu klub malam termewah yang banyak dikunjungi oleh orang-orang Belanda totok. Disini mereka membentuk organisasi dengan sesama orang Belanda dan khususnya. Gedung ini adalah terlarang bagi pribumi bahkan kemudian dipertegas dengan adanya tulisan Verboden voor Inlander yang berarti bahwa orang-orang pribumi dilarang masuk. Hal inilah yang makin memicu kebencian masyarakat Surabaya. Maka timbullah perspektif di masyarakat pribumi tentang gedung ini yang menganggap tempat ini sebagai simbol eksklusivitas kolonial atas diskriminasi sosial yang ada. Pada masa Jepang, tempat ini tetap menjadi tempat plesiran bagi opsir Jepang setiap malam dan disimbolkan sebagai tempat eksklusif para pembesar. Namun larangan keras untuk pribumi ke tempat ini mulai dihapuskan. Pada pendudukan Jepang mulai melegalkan prostitusi masuk ke Simpangsche Societéit. Banyak para pemudi yang diperkerjakan disini dengan alasan disekolahkan ke Tokyo. Dimasa kemerdekaan perubahan besar pun terjadi, gedung ini menjadi pusat kegiatan pemuda pejuang yang tergabung dalam Pemuda Republik Indonesia (PRI). Bermacam kegiatan dilaksakan di sini dari mulai sekedar berkumpul hingga berkonsolidasi untuk secepatnya mengusir Belanda dari Kota Surabaya. Keinginan yang makin tidak terbendung untuk mengadili orang-orang Belanda itu berujung pada pembantaian massal orang-orang yang berhubungn erat dengan kolonial. Pada tahun 1957, Simpangsche Societéit resmi berganti nama menjadi ’Balai Pemuda’ untuk menumbuhkan rasa nasionalisme. Balai Pemuda bergejolak kembali pada tahun 1966, para seniman yang rutin berkesenian di sini dilarang karena adanya dugaan keterkaitan dengan organisasi yang berideologi kiri. Setelah peristiwa ini terjadi, Balai Pemuda dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah militer. Pada saat Orde Baru, gedung ini banyak difungsikan sebagai kantor-kantor pemerintahan dan perkantoran pihak swasta karena sebagian pengelolaannya diserahkan ke pihak swasta.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: KKB KK_2 FS Sej 02 11 Pra d
Subjects: D History General and Old World > D History (General)
Divisions: 12. Fakultas Ilmu Budaya > Ilmu Sejarah
Creators:
CreatorsNIM
Devi Wahyuni Pratama, 120610228UNSPECIFIED
Contributors:
ContributionNameNIDN / NIDK
Thesis advisorSarkawi B. Husein, M HUmUNSPECIFIED
Depositing User: Turwulandari
Date Deposited: 27 Jul 2011 12:00
Last Modified: 18 Jun 2017 20:45
URI: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/27672
Sosial Share:

Actions (login required)

View Item View Item