LINGKUP KEWENANGAN OTONOMI TINGKAT DESA MENURUT UNDANG-UNDANG NO 22 TAHUN 1999

Eko Supriyanto, 090013897 M (2003) LINGKUP KEWENANGAN OTONOMI TINGKAT DESA MENURUT UNDANG-UNDANG NO 22 TAHUN 1999. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

[img]
Preview
Text (ABSTRAK)
jiptunair-gdl-s2-2003-supriyanto2ceko-661-otonomi-th_09-03.pdf

Download (380kB) | Preview
[img]
Preview
Text (HALAMAN DEPAN)
jiptunair-gdl-s2-2003-supriyanto2ceko-661-otonomi-th_09-03-HLM.pdf

Download (167kB) | Preview
[img]
Preview
Text (FULLTEXT)
jiptunair-gdl-s2-2003-supriyanto2ceko-661-otonomi-th_09-03-FULL.pdf

Download (3MB) | Preview
[img]
Preview
Text (LAMPIRAN)
jiptunair-gdl-s2-2003-supriyanto2ceko-661-otonomi-th_09-03-LAMP.pdf

Download (339kB) | Preview
Official URL: http://lib.unair.ac.id

Abstract

Perdebatan sekitar keberadaan desa sampai saat ini belum selesai, dengan hadirnya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 pun keberadaan desa masih saja tidak jelas, apalagi dalam perkembangan terakhir ini, desa dijadikan instrument dalam upaya mewujudkan demokratisasi masyarakat, desentralisasi tata pemerintahan maupun titik tolak penentuan kewenangan.Desa sebagai lingkugan pemerintahan yang otonom sudah seharusnya memiliki kewenangan otonom yang implementatif bukan hanya dalam tingkatan normatif saja. Spanning yang terjadi dalam kewenangan otonomi desa ini menyebabkan pola hubungan Daerah dengan desa menjadi kabur bagaimana sistim pelimpahannya, akibatnya dalam banyak hal Pemerintahan supra desa tidak jarang melakukan intervensi terhadap kewenangan otonomi desa yang ada. Kewenangan yang seharusnya dikelola oleh desa temyata pihak Kabupaten terialu banyak memberikan reguIasi dalam bentuk Peraturan Daerah yang sangat terinci. Gejala ini sangat nampak atas kewenangan desa yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan strategis. Dari penemuan data di 86 desa di Kabupaten Sleman, diketahui bahwa kewenangan desa yang dimuat dalam Pasal 99 UU No. 22 tahun 1999 terutama kewenangan berdasarkan asal usul yakni kewenangan desa dalam hal-hal yang telah ada sejak lama di desa, diketahui variasi Iingkup dan jenis kewenangannya sangat tinggi, namun secara garis besar kewenangan otonomi desa berkisar pada pengelolaan kekayaan desa, pelayanan administrasi, pelayanan publik, pembangunan desa dan kepemerintahan desa.Dalam perhitungan ekonomis, kewenangan dalam hal pengelolaan kekayaan desa, menunjukan bahwa sesungguhnya desa adalah otonom ( mandiri )sehingga dari segi ini adanya UU No. 22 tahun 1999 atau perundangan desa sebelumnya tidak mempunyai pengaruh. Sumbangan Pendapatan aseli desa terhadap APBDes sangat tinggi bahkan dalam desa tertentu menyumbang 100 % pada APBDes. Dalam desa, hadirya UU No. 22 tahoo 1999 mempunyai pengaruh pada sektor pemerintahan saja, sehingga yang bergeser hanya aspek struktur tata pemerintahan saja, sebab dengan perundangan baru tersebut di desa lahir institusi baru bemama Badan Perwakilan Desa, adanya pemisahan kekuasaan desa, adanya pergeseran arah pertanggung jawaban serta bertambahnya kekuasaan eksekutif desa terutama dalam penetapan perangkat desa. Dengan perundangan baru ingin menempatkan pamong desa sebagai bagian integral dari desa, sehingga dari sini dilakukan perubahan dalam hal rekruitment Lurah desa, BPD maupun Kepala dukuh, demikian pula Kepala desa disesuaikan nama sebutannya menjadi Lurah desa, Sekretaris desa menjadi Carik desa, dengan harapan Lurah desa, Carik desa berfungsi lebih sebagai pemimpin ( Bopo babu ) bukan sebagai kepala yang cenderung birokratis dan administratif. Lingkup kewenangan desa menurut Pasal 99 UU.No. 22 tahun 1999 dalam perspektif teoritis, sesungguhnya yang nyata merupakan kewenangan otonom hanya yang dimuat pada ayat 1, sedangkan ayat 2 dan 3 dianggap bukan kewenangan penuh, tetapi kewenangan setengah penuh sebab dalam pelaksanaannya desa tidak independent namun sebagian kewenangannya ada dilingkungan pemerintahan lain. Ayat 2 tidak mungkin lahir sebagai kewenangan apabila tidak ada pengakuan supra desa sebab ayat ini menganut sistim pelimpahan formil, sedangkan ayat 3 tidak pernah menjadi ada kewenangan pada desa selama supra desa tidak memberikan pelimpahan dalam bentuk tugas pembantuan di sinilah letak kekaburan otonomi desa tersebut diatas sebab Pasal 99 UU No. 22 tahun 1999 menganut sistim materiil , sistim formil dan juga sistim riil. </description

Item Type: Thesis (Thesis)
Additional Information: KKB KK-2 TH 09/03 Sup l
Uncontrolled Keywords: otonomi
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: 09. Sekolah Pasca Sarjana > Ilmu Hukum
Creators:
CreatorsNIM
Eko Supriyanto, 090013897 MUNSPECIFIED
Contributors:
ContributionNameNIDN / NIDK
Thesis advisorHARJONO, DR. SH., M.CL.UNSPECIFIED
Depositing User: Nn Deby Felnia
Date Deposited: 2016
Last Modified: 18 Jun 2017 18:42
URI: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/34853
Sosial Share:

Actions (login required)

View Item View Item