PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH ADAT DI BALI

Feri Nofal, 030110113N (2003) PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH ADAT DI BALI. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

[img]
Preview
Text (ABSTRAK)
1.pdf

Download (777kB) | Preview
[img]
Preview
Text (Fulltext)
35184.pdf

Download (2MB) | Preview
Official URL: http://lib.unair.ac.id

Abstract

Bertitik tolak dari latar belakang permasalahan dan pengkajian yang dilakukan dalam bab bab sebelumnya, maka dapatlah disimpulkan hal hal sebagai berikut: Berkaitan dengan pengaturan tanah ulayat, UUPA masih mengakuinya, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 3 yang berbunyi sebagai berikut "Dengan mengingat ketentuan dalam Pasal I dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak hak yang serupa itu dari masyarakat masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehinga sesuai dengan kepentingan Nasional dan Negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang undang dan peraturan peraturan lain yang lebih tinggi". Pada kenyataannya keberadaan tanah tanah adat yang ada di Bali di bawah penguasaan persekutuan hukum adat masih tetap eksis meski jaman telah berubah dan keberadaannya masih kuat diatur dalam hukum adat. Penguasaan atas tanah yang dilakukan oleh persekutuan hukum, berlandaskan pada Pasal 2 ayat 3 UUPA, bahwa persekutuan hukum diberi kewenangan menguasai tanah wilyahnya sepanjang memang ada, tetapi harus disesuaikan dengan kehidupan bernegara. Kewenangan menguasai dari persekutuan hukum (desa adat) atas tanah yang dikuasainya, diatur juga dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.3 tahun 1997, yang memberi rumusan hak dan kewajiban sebagai berikut: (1).Mewakili masyarakat adat keluar, yakni dalam hal hal yang menyangkut kepentingan dan mempengaruhi adat; (2).Mengelola hak hak adat dan/atau harta benda kekayaan adat; (3).Menyelesaikan perselisihan yang menyangkut perkara adat istiadat dan kebiasaan kebiasaan masyarakat, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Sedangkan kewajiban lembaga adat dirumuskan: (1).Membantu kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan; (2).Memelihara stabilitas nasional yang sehat dan dinamis; (3).Menciptakan suasana yang dapat menjamin tetap terpeliharanya kebhinekaan masyarakat adat dalam rangka memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa. Desa adat dalam melakukan perbuatan hukum perjanjian sewa menyewa tanah adat telah sah karena. telah memenuhi Kriteria dari Pasal 1320 BW, yaitu: (1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; (2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian; (3) Suatu hal tertentu; dan (4) Suatu sebab yang halal. Akan tetapi guna menjamin kepasatian hukum yang diberikan oleh Peraturan Perundang undangan seyogyanya Pemerintah Cq Departemen Kehakiman (d/h Gubernur Jendral Pasal I Stb 1870 No.64) menetapkan/menunjuk keberadaan dari desa adat di Bali sebagai badan hukum keagamaan yang boleh memiliki hak atas tanah, karena, merupakan syarat mutlak untuk dapat dikatakan sebagai badan hukum adalah adanya pengaturan dalam hukum positif yang berlaku pada suatu negara tertentu, pada waktu tertentu, dan pada masyarakat tertentu, misalnya perseroan Firma diakui sebagai badan hukum di Perancis dan Belgia. Sedangkan di Indonesia belum mengakui Firma sebagai badan hukum dan adanya izin dari Pemerintah. Sedangkan bila terjadi suatu perselisihan maka, pola pola yang digunakan adalah: 1.Negosiasi:Perundingan diantara pihak pihak yang berselisih dengan menggunakan cara cara mereka yang dianggap baik; 2.Mediasi:Kepala Adat bertindak sebagai mediator atau penengah bagi pihak pihak yang bersengketa; 3.Ajudikasi:Kepala adat bertindak sebagai hakim yang akan memberikan keputusan terhadap perkara yang diajukan. Bagi kasus kasus yang masih pada tingkatan infralegal atau belum menyentuh ketentraman desa, menggunakan cara cara negosiasi atau kalau diminta kepala adat hadir maka ia bertindak sebagai penengah (mediator) yang tidak memberi keputusan tetapi bertindak mengarahkan, memberi pertimbangan dan ikut memberi jalan keluar yang sepantasnya. Berbeda kalau kepala adat (prajuru) bertindak sebagai ajudikator (hakim) maka tentu harus memberi keputusan. Apakah itu perkara yang menyangkut pidana atau perdata, kepala adat menangani berdasarkan kaidah kaidah hukum adat setempat. Keputusan yang memberi hukuman (pidana) adat, hanya dimungkinkan sebatas dilakukan untuk mengembalikan keseimbangan "religio magis" atau mengembalikan tatanan adat yang terganggu. Keberadaan tanah tanah adat yang ada di Bali harus segera dilakukan inventarisir yaitu mendata tanah tanah adat yang ada baik itu mengenai jumlah, jenis jenisnya dan luasnya. Yang mana hal itu perlu adanya kerjasama antara pihak pihak yang terkait dengan tanah tersebut guna menghindari berkurangnya atau bahkan tidak adanya sama sekali tanah tanah adat. Hal itu terkait dari melemahnya penguasaan dari desa adat terhadap tanah adat karena adanya pensertifikatan oleh warga desa adat atau orang orang tertentu, sehingga tanah tanah adat itu. beralih status menjadi tanah hak milik perseorangan. Keberadaan dari desa adat di Bali dalam hal penguasaan terhadap tanah maupun dalam tindakan yang lainnya menganut Prinsip prinsip dari ajaran agama Hindu, sehingga Pemerintah seharusnya konsisten dengan ketentuan Pasal 3 UUPA yang mengakui keberadaan hak ulayat sepanjang kenyataannya masih ada. Di Bali, hak ulayat tidak saja ada tetapi kenyataannya masih kuat diatur dalam hukum adat. Dengan demikian pemerintah tidak ada alasan untuk tidak menunjuk desa adat sebagai badan hukum keagamaan yang dapat memiliki tanah, karena desa adat yang ada di Bali yang pada kenyataannya selaku penunjang dari Pura, dalain hal ini boleh dikatakan desa adat selaku "pelaksana operasional" dari Pura itu sendiri dalam melaksanakan segala kegiatannya, sehingga adanya kepastian hukum dalam melaksanakan segala perbuatan hukum dan bukan malah mengambangkannya keberadaan desa adat (dengan tidak menunjuk desa adat selaku badan hukum). Perlu adanya sosialisasi, koordinasi, dan kepatuhan diantara para pihak yang terkait khususnya desa adat selaku hakim perdamaian desa dan badan peradilan di Bali dalam menyelesaikan kasus kasus hukum adat, sehingga tidak adanya perbenturan kepentingan diantara para pihak yang terkait, serta pada akhirnya terciptanya ketertiban maupun kedamaian dimasyarakat sebagai dampak hubungan yang harmonis antara desa adat dan badan peradilan.

Item Type: Thesis (Thesis)
Additional Information: KKB KK-2 TMK 16/04 Nof p
Uncontrolled Keywords: INHERITANCE AND SUCCESSION (HINDU LAW)
Subjects: H Social Sciences > HD Industries. Land use. Labor > HD101-1395.5 Land use Land tenure
Divisions: 03. Fakultas Hukum > Magister Kenotariatan
Creators:
CreatorsNIM
Feri Nofal, 030110113NUNSPECIFIED
Contributors:
ContributionNameNIDN / NIDK
Thesis advisorYohanes Sogar Simamora, S.H.,M.HumUNSPECIFIED
Depositing User: Nn Shela Erlangga Putri
Date Deposited: 2016
Last Modified: 06 Jun 2017 20:34
URI: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/35184
Sosial Share:

Actions (login required)

View Item View Item