UPAYA PENGENDALIAN BIAYA OBAT DENGAN MEMPERBAIKI MORAL HAZARD DAN SISTEM PENGELOLAAN PELAYANAN DALAM RANGKA EFISIENSI DI RAWAT JALAN DEPARTEMEN KESEHATAN PAL : Studi Kasus di PT. PAL Indonesia

TULUS RAHARDJO, 090310553 L (2005) UPAYA PENGENDALIAN BIAYA OBAT DENGAN MEMPERBAIKI MORAL HAZARD DAN SISTEM PENGELOLAAN PELAYANAN DALAM RANGKA EFISIENSI DI RAWAT JALAN DEPARTEMEN KESEHATAN PAL : Studi Kasus di PT. PAL Indonesia. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

[img]
Preview
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2006-rahardjotu-1768-tka3806.pdf

Download (1MB) | Preview
[img]
Preview
Text (Fulltext)
35994.pdf

Download (1MB) | Preview
Official URL: http://lib.unair.ac.id

Abstract

PT.PAL merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bisnis utama PT.PAL adalah pembuatan kapal dengan unit penunjang lain untuk memperlancar produksi perusahaan. Unit penunjang tersebut antara lain PT.Mitra PAL, PT. Palindo Jaya, PT. Maduraya, PT. Posi, Diklat PT. PAL dan Departemen Kesehatan PAL. Unit penunjang tersebut sangat penting bagi PT. PAL, tetapi pada beberapa tahun terakhir biaya operasional unit penunjang tersebut semakin besar dan memberatkan perusahaan. Setiap unit penunjang tersebut harus mandiri, memiliki kepercayaan diri dan lebih efektif dalam penggunaan biaya. Departemen Kesehatan PAL sedang dalam proses menjadi suatu badan usaha mandiri, dengan memberikan pelayanan kesehatan yang profesional kepada para karyawan dan keluarganya. Penelitian ini bermula dari adanya permasalahan yang terjadi di Departemen Kesehatan PAL. Permasalahan yang terjadi adalah terjadinya peningkatan pembiayaan kesehatan selama 3 tahun berturut-turut (data tahun 2001- 2003). Pembiayaan tertinggi digunakan untuk pembayaran pada pihak ketiga pada apotek, karena selama ini PT.PAL menggunakan sistem outsourcing dengan bekerja sama dengan pihak K.imia Farma dalam mengelola apotek di Depkes PAL. Setelah dilakukan identifikasi masalah ternyata didapatkan data bahwa telah terjadi moral hazard dalam penggunaan pelayanan pengobatan. Jumlah kunjungan pasien perbulan cukup tinggi, rata-rata sekitar 1800 orang. Pihak yang berperan dalam terjadinya moral hazard tersebut adalah pasien, dokter dan pihak apotek, Selain itu sistem pengelolaan apotek secara outsourcing dirasakan kurang efisien dalam pembiayaan. Dalam penelitian ini peneliti berusaha membandingkan besarnya manfaat (benefit) dan biaya (cost) antara sistem pengelolaan apotek secara inhouse dan outsourcing. Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi masalah terjadinya moral hazard dan memperbaiki sistem pengelolaan pelayanan obat dalam rangka efisiensi di Depkes PAL. Metode yang digunakan untuk menemukan cara penyelesaian masalah adalah Focus Group Discussion (FGD). Berdasarkan hasil FGD tersebut diperoleh cara pemecahan masalah moral hazard yaitu dengan penerapan Standart Operation Procedure (SOP). Sedangkan untuk memperbaiki sistem pengelolaan apotek dikaji dengan metode Cost Benefit Analysis (CBA). Standart Operation Procedure (SOP) dibuat bersama oleh manajemen dan staf Depkes PAL serta pihak apotek. Metode CBA digunakan untuk mengetahui sistem pengelolaan apotek yang paling menguntungkan secara finansial. Metode ini membandingkan antara benefit dan cost dari sistem pengelolaan inhouse dan outsourcing. Perbandingan antara benefit dan cost akan menghasilkan nilai rasio B/C. Sistem pengelolaan dengan nilai rasio B/C terbesar menunjukkan bahwa sistem pengelolaan tersebut yang paling menguntungkan. Penelitian ini menggunakan metode Action Research. Peneliti melakukan beberapa tahapan kagiatan yaitu analisis situasi, identifikasi masalah, menyusun SOP, melakukan pengamatan, dan evaluasi hasil pelaksanaan SOP. Data yang digunakan adalah data jumlah kunjungan dan jumlah biaya obat antara sebelum dan setelah diterapkan SOP. Standart Operation Procedure (SOP) dilaksanakan selama 2 bulan yaitu mulai tanggal 26 April — 26 Juni 2005. Evaluasi keberhasilan intervensi dilakukan setelah 2 bulan SOP diterapkan. Teknik analisis yang digunakan adalah uji t 2 sampel berpasangan. Indikator keberhasilan adalah adanya penurunan jumlah kunjungan > 4 kali per bulan dan penurunan jumlah biaya kesehatan untuk obat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua indikator keberhasilan telah dipenuhi. Indikator yang dimaksud adalah penurunan jumlah kunjungan > 4 kali per bulan dan penurunan jumlah biaya untuk obat. Penunman jumlah kunjungan > 4 kali per bulan antara sebelum dan setelah diterapkan SOP adalah sebanyak 37 orang (54,41 %). Berdasarkan data diketahui terjadi peningkatan biaya antara sebelum dan setelah diterapkan SOP. Hal ini disebabkan karena adanya 3 faktor yaitu : 1. Adanya kenaikan jumlah kunjungan dari pasien baru (jumlah resep/bulan) ikut mempengaruhi kenaikan biaya total untuk obat. 2. Adanya penurunan jumlah diskon yang diterima oleh Depkes PAL dari Kimia Farma. Dari 11 % menjadi 7,5 %, sehingga Depkes PAL harus menanggung sendiri biaya untuk obat sebesar 3,5 %. 3. Adanya kenaikan harga obat dari Kimia Farina sebesar 10 %. Oleh karena itu kemudian dilakukan perhitungan dengan mengeliminasi ketiga faktor di atas, sehingga dapat diketahui besar pembiayaan obat setelah SOP pada kondisi normal. Dari perhitungan tersebut diperoleh data penurunan jumlah biaya stelah SOP sebesar Rp.1.827.739,00 (0,92 %). Akan tetapi secara statistik, penurunan jumlah kunjungan dan biaya untuk obat menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna. Jumlah kunjungan sebelum & setelah SOP memiliki nilai p=0,329 (>0,05), sedangkan jumlah biaya kesehatan sebelum dan setelah SOP memiliki nilai p = 0,259 (>0,05). Nilai p tersebut masih dipengaruhi 3 faktor seperti di atas, setelah dieliminasi diperoleh nilai p = 0,204 (> 0,05). Hal ini dapat dimaklumi karena pelaksanaan SOP baru dilakukan selama 2 bulan, perlu waktu lebih lama untuk memperbaiki perilaku manusia (moral hazard), hingga didapatkan penurunan jumlah kunjungan pasien > 4 kali per bulan dan penurunan biaya untuk obat yang signifikan. Berdasarkan perhitungan CBA, didapatkan hasil kedua sistem pengelolaan apotek baik inhouse maupun outsourcing memiliki nilai rasio B/C < 1. Nilai rasio B/C apotek inhouse adalah 0,97, sedangkan nilai rasio B/C apotek outsourcing lebih kecil yaitu 0,21. Hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun kedua sistem pengelolaan apotek tersebut memiliki nilai rasio B/C < 1, tetapi besar manfaat sistem pengelolaan inhouse lebih besar daripada outsourcing, karena dengan pengelolaan inhouse penghematan yang dapat dilakukan lebih besar. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan SOP cukup berhasil dalam mencapai tujuan efisiensi. Hal ini dapat dilihat dari terpenuhinya dua indikator keberhasilan, yaitu penurunan jumlah kunjungan pasien > 4 kali per bulan dan penurunan biaya kesehatan. Penurunan yang terjadi pada kedua indikator keberhasilan tersebut memang belum signifikan. Hal ini.dapat dimaklumi karena evaluasi pelaksanaan SOP hanya dilakukan pada 2 bulan pertama, sehingga perlu waktu yang lebih lama untuk memperbaiki moral hazard sehingga mendapat hasil yang signifikan. Berdasarkan hasil perhitungan CBA, dapat diketahui bahwa sistem pengelolaan apotek secara inhouse lebih menghemat daripada sistem pengelolaan outsourcing.

Item Type: Thesis (Thesis)
Additional Information: KK KKC TKA 38/06 Rah u
Uncontrolled Keywords: Moral Hazard, Cost Efficiency, SOP, Cost Benefit Analysis, Management System
Subjects: H Social Sciences > HG Finance > HG4301-4480.9 Trust services. Trust companies
R Medicine > RS Pharmacy and materia medica
Divisions: 09. Sekolah Pasca Sarjana > Administrasi Kebijakan Kesehatan
Creators:
CreatorsNIM
TULUS RAHARDJO, 090310553 LUNSPECIFIED
Contributors:
ContributionNameNIDN / NIDK
Thesis advisorAgus WIdodo MardijuwonoUNSPECIFIED
Depositing User: Nn Anisa Septiyo Ningtias
Date Deposited: 2016
Last Modified: 09 Jul 2017 23:31
URI: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/35994
Sosial Share:

Actions (login required)

View Item View Item