Toufan Hazmi Haidi (2020) Tindak Penghasutan Dalam Pasal 160 KUHP Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 7/PUU-VII/2009. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Text (HALAMAN JUDUL)
1. HALAMAN JUDUL.pdf Download (1MB) |
|
Text (ABSTRAK)
2. ABSTRAK.pdf Download (73kB) |
|
Text (BAB 1)
3. BAB I.pdf Download (163kB) |
|
Text (BAB 2)
4. BAB II.pdf Restricted to Registered users only until 6 January 2024. Download (235kB) | Request a copy |
|
Text (BAB 3)
5. BAB III.pdf Restricted to Registered users only until 6 January 2024. Download (189kB) | Request a copy |
|
Text (BAB 4)
6. BAB IV.pdf Restricted to Registered users only until 6 January 2024. Download (73kB) | Request a copy |
|
Text (DAFTAR PUSTAKA)
7. DAFTAR BACAAN.pdf Download (124kB) |
|
Text (PERNYATAAN KESEDIAAN PUBLIKASI)
Pernyataan Kesediaan Publikasi.pdf Restricted to Registered users only Download (384kB) | Request a copy |
Abstract
Penghasutan merupakan suatu perbuatan yang telah diatur dalam KUHP yang mana KUHP sendiri merupakan saduran dari Wetboek Van Strafrecht Nederland sehingga masih terdapat pasal bersifat kolonial dimana salah satunya adalah Pasal 160 yang mengatur penghasutan. Mahkamah Konstitusi telah melakukan pengujian terhadap Pasal 160 KUHP dalam putusannya perumusan yang semula delik formil menjadi perumusan materiil. Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan Kualifikasi tindak pidana penghasutan berdasarkan peraturan perundangundangan dan Dasar pertimbangan Mahkamah Konstitusi yang merumuskan tindak pidana penghasutan sebagai delik materiil. Sehingga muatan skripsi ini berupa karakteristik, konsep, akibat hukum putusan Mahkamah konstitusi yang merubah pasal 160 KUHP dari delik formil menjadi materiil. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa menghasut berbeda dengan membujuk, dimana membujuk ada ikhthiar yang harus dipenuhi seperti dengan memberikan pemberian, janjijanji, menyalahgunakan kekuasaan, menyalahgunakan kedudukan, menggunakan kerasan ancaman dan muslihat, sedangkan menghasut memiliki tujuan yang jelas dan tanpa ikhtiar yaitu untuk melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar undang-undang. Serta berdasar Putusan Mahkamah Konstitusi Pasal 160 bersifat konstusional sepanjang ditafsirkan sebagai delik materiil sehingga pembuktiannya di mana setiap hasutan penghasut harus terhubung dengan terhasut, sehingga para penegak hukum harus lebih bekerja keras dalam melakukan pembuktian dimana perbuatan terhasut adalah akibat dari hasutan penghasut. Dan Perubahan Pasal 160 dengan berubahnya sifat delik formil menjadi materiil pada maka merubah juga 161, 162, 163 dan 163 bis menjadi delik materiil
Item Type: | Thesis (Skripsi) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK-2 FH.174/20 Hai t | ||||||
Uncontrolled Keywords: | Penghasutan, Delik materiil. | ||||||
Subjects: | K Law | ||||||
Divisions: | 03. Fakultas Hukum | ||||||
Creators: |
|
||||||
Contributors: |
|
||||||
Depositing User: | sugiati | ||||||
Date Deposited: | 06 Jan 2021 03:30 | ||||||
Last Modified: | 06 Jan 2021 03:30 | ||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/102588 | ||||||
Sosial Share: | |||||||
Actions (login required)
View Item |