RINA DWIARINI (2006) STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS BEDAH BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA :Penelitian pada Bagian Bedah Urologi RSU Dr. Soetomo Surabaya. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s1-2006-dwiariniri-1649-ff1520-k.pdf Download (384kB) | Preview |
|
|
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s1-2006-dwiariniri-1649-ff15206.pdf Download (1MB) | Preview |
Abstract
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah kondisi terjadinya pembesaran sel epitelial dan stromal kelenjar prostat karena pengaruh hormon. BPH merupakan kondisi yang sangat umum terjadi pada kelenjar prostat terutama pada laki-laki usia lanjut. Walaupun jarang mengakibatkan kematian, BPH memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kualitas hidup laki-laki berusia lanjut. Penanganan penyakit BPH meliputi; pemantauan perjalanan penyakit (watchfull waiting), terapi farmakologi, serta tindakan pembedahan. Pada tindakan bedah, profilaksis antibiotik yang tepat akan memberikan perlindungan optimum dari mikroorganisme yang mungkin mengkontaminasi, menurunkan insiden, morbiditas, dan mortalitas yang terkait dengan infeksi luka bedah, menurunkan lama perawatan di rumah sakit, serta meminimalkan perkembangan resistensi terhadap antibiotik. Profilaksis antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan resistensi terhadap antibiotik dan berpengaruh negatif terhadap biaya rumah sakit untuk antibiotik. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, suatu studi tentang penggunaan antibiotik profilaksis pada bedah BPH telah dilakukan di RSU Dr. Soetomo Surabaya. Tujuan studi tersebut adalah untuk mengetahui profil penggunaan antibiotik profilaksis bedah BPH, kesesuaian antibiotik profilaksis dengan mikroorganisme pada pasien-pasien dengan kultur urin tidak steril, serta mengamati terjadinya infeksi paska bedah BPH. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian non eksperimental, bersifat analisis deskriptif dengan pengumpulan data dilakukan secara retrospektif Bahan penelitian adalah Dokumen Medik Kesehatan (DMK) pasien BPH yang menjalani prosedur bedah dan dirawat di RSU Dr. Soetomo Surabaya. Populasi penelitian adalah pasien laki-laki dengan diagnosa penyakit BPH yang menjalani prosedur bedah pada bagian Bedah Urologi RSU Dr. Soetomo Surabaya. Sampel ditentukan dengan metode Time Limited dengan jangka waktu 4 bulan yaitu sejak 1 September 2004 hingga 31 Desember 2004. Pada penelitian ini, DMK yang memenuhi kelengkapan dan dapat digunakan sebagai sampel adalah sebanyak 31 DMK. Semua pasien menerima antibiotik profilaksis dan sebanyak 30 dari 31 pasien menerima antibiotik setelah hari bedah. Antibiotik paska prosedur bedah umumnya dilanjutkan penggunaannya hingga 1 hari paska bedah sebelum diganti dengan antibiotik lain pada hari ke 2 paska bedah. Semua antibiotik profilaksis bedah pada penelitian ini diberikan melalui rute i.v dengan jenis antibiotik profilaksis adalah sefotaksim (90,32%), siprofloksasin (6,45%) dan seftazidim (3,23%). Dosis antibiotik profilaksis pada penelitian ini adalah 1 gram atau 2 gram untuk sefotaksim, 200 mg untuk siprofloksasin, dan 1 gram untuk seftazidim. Rute dan dosis antibiotik profilaksis sesuai dengan dosis lazim. Pada 17 pasien dengan hasil kultur urin tidak steril, jenis mikroorganisme pada urin adalah (1) Pseudomonas spp.; (2) E.coli; (3) Klebsiella; (4) Staphylococcus pyogenes (5) Enterobacter; serta (6) Acinetobacter. Pada pasien¬pasien tersebut, 9 pasien (52,94%) menerima antibiotik pilihan pertama, 3 pasien (17,64%) menerima antibiotik pilihan kedua, 1 pasien (1,04%), menerima antibiotik yang tidak selalu direspon sensitif oleh mikroorganisme, dan sebanyak 4 pasien (23,53%) menerima antibiotik yang tidak tepat. Penggunaan tidak tepat antibiotik profilaksis pada pasien dengan kultur urin tidak steril pada penelitian ini adalah penggunaan sefotaksim untuk Pseudomonas. Tidak ada indikasi terjadinya infeksi akut paska bedah BPH. Berdasarkan penelitian tersebut, maka disarankan agar dilakukan peninjauan ulang terhadap pemilihan antibiotik profilaksis bedah BPH dengan dukungan data pola kepekaan mikroorganisme dan pemeriksaan kultur urin perlu dilakukan dengan jarak sedekat mungkin dengan pelaksanaan bedah. Perlu juga dilakukan penelitian lanjutan yang dilakukan secara prospektif untuk mendapatkan pengamatan lebih seksama, baik terhadap tingkat infeksi paska bedah BPH maupun terhadap tingkat keberhasilan antibiotik profilaksis. Terakhir, perlu peningkatan kerjasama antara dokter, farmasis dan tenaga kesehatan lain dalam mengoptimalkan penggunaan antibiotik terutama untuk menghindari perkembangan resistensi terhadap antibiotik dan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Item Type: | Thesis (Skripsi) | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KK-2 KKB FF 152/06 Dwi s | |||||||||
Uncontrolled Keywords: | DRUG UTILIZATION; ANTIBIOTICS | |||||||||
Subjects: | R Medicine > RA Public aspects of medicine R Medicine > RD Surgery |
|||||||||
Divisions: | 05. Fakultas Farmasi | |||||||||
Creators: |
|
|||||||||
Contributors: |
|
|||||||||
Depositing User: | Nn Deby Felnia | |||||||||
Date Deposited: | 15 Aug 2006 12:00 | |||||||||
Last Modified: | 07 Jun 2017 19:22 | |||||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/10600 | |||||||||
Sosial Share: | ||||||||||
Actions (login required)
View Item |