HADI, CHRISMAN, NIM. 038612425
(2013)
POLA PENDEKATAN KEAMANAN DALAM PENANGANAN KONFLIK PERBURUHAN : TINJAUAN YURIDIS POLITIS TERHADAP KEPUTUSAN BAKORSTANAS NOMOR : Kep/02/Stanas /XII/1990(CONTOH KASUS PHK MASSAL PT. CPS PORONG).
Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Seiring dengan kebijakan ’pembangunan’ Orde
Baru, target pertumbuhan ekonomi mencoba dipacu
dengan membuka peluang investasi seluas-luasnya bagi
pengusaha swasta nasional pun juga asing. Kebijakan
pembangunan dalam era modernisasi pasca Gestapu PKI
tersebut membutuhkan iklim yang sehat demi investasi.
Perusahaan-perusahaan besar yang ada di Indonesia,
yang dimiliki oleh penanam modal asing pun
juga swasta nasional yang bekerja di Indonesia atas
undangan pemerintah untuk berusaha di negara kita,
ada trade off-nya, yakni pemerintah harus menjamin
keamanan berusaha. Dalam kategori keamanan berusaha
itu adalah adanya suatu serikat buruh dan buruh yang
tidak agresif di dalam mengajukan tuntutan-tuntutan.
Di kalangan aparat keamanan masih ada trauma
yang kuat sebagai akibat peristiwa sebelum Gestapu
PKI dimana gerakan buruh yang agresif sering melakukan pemogokan. Seringnya terjadi pemogokan pada waktu
itu, menimbulkan gambaran dalam aparat keamanan bahwa
mogok adalah mengganggu keamanan termasuk keamanan
berusaha para pengusaha.
Di dalam konteks tersebut di atas maka Bakorstanas
mengeluarkan Petunjuk Teknis berupa Keputusan
Bakorstanas Nomor : Kep/02/Stanas/XI I/1990 tentang
Pedoman PenangguIanan Kasus Hubungan Industrial,
sedang masalah perburuhan pada hakekatnya adalah
masalah perdata, sengketa antara dua kelompok yang
memiliki interest berbeda. Sehingga menimbulkan
pertanyaan, apakah konflik perburuhan yang notabene
masalah perdata biasa tersebut perlu diselesaikan
dengan pendekatan keamanan?
Berangkat dari hal tersebut maka diperlukan
suatu penelitian mengenai eksistensi dan implementasi
dari Keputusan Bakorstanas tersebut. Dalam penelitian
ini digunakan metode deskriptif anaiistis, yaitu
metode atau cara penulisan yang memiliki ciri sebagai
berikut :
1. Memusatkan pada masa1ah-masa1 ah yang ada pada masa
sekarang, pada masa1ah-masalah yang aktual.
2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan
dan kemudian dianalisis.
Juga disertai dengan pendekatan yuridis politis,yaitu, meletakkan data-data yang terkumpul dalam
bingkai analisis di dalam konteks yuridis politis
yang me 1ingkupinya. Ada pun bingkai teoritik yang
dipergunakan, berangkat dari tesis hukum yang diajukan
oleh Philippe Nonet dan Philip Selznick, yaitu
teori hukum responsif (responsive law). Di sini hukum
dipahami sebagai fasilitator dari respon terhadap
kebutuhan-kebutuhan sosial dan aspirasi-aspirasi
sosial, dalam hal ini kebutuhan sosial dan aspirasi
sosial buruh. Kemudian yang menjadi masalah dari
penelitian tersebut dapat dirumuskan sebagai
berikut :
a. Konflik perburuhan pada hakekatnya adalah masalah
perdata biasa. Dalam kaitan ini, apakah pemberla-
„ kuan pola pendekatan keamanan dalam penanganan
masalah perburuhan sudah tepat?
b. Apakah Surat Keputusan Bakorstanas Nomor :
Kep/02/Stanas/XII/1990 tentang Pedoman Penanggulangan
Masalah Hubungan Industrial, merupakan
kebutuhan hukum bagi buruh atau hanya sekedar
legitimasi bagi aparat keamanan di dalam menangani
konflik perburuhan?
Dengan penelitian ini, paling tidak, dapat
memberi gambaran tentang manifestasi dan implementasi dari pendekatan kemanan terhadap penanganan konflik
perburuhan sebagai suatu pola tindakan di dalam peta
politik perburuhan di Indonesia.
Dari hasil penelitian terdapat bukti tidak
relevannya posisi dan eksistensi Keputusan Bakorstanas
Nomor : Kep/02/Stanas/XII/1990, di dalam peta
yuridis politis Republik Ini.
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil
penelitian ini adalah, bahwa Keputusan Nomor :
Kep/02/Stanas/XII/1990 -- sebagai manifestasi dari
pendekatan keamanan, ditinjau dari segi yuridis
politis dan filosofi Hubungan Industrial Pancasila
adalah tidak layak diberlakukan. Sebab surat keputusan
tersebut pada tataran ipso facto cenderung hanya
menjadi sekadar alat legitimasi bagi aparat keamanan
untuk ikut campur terlalu jauh di dalam menangani
konflik perburuhan. Karena itu diperlukan political
will dari pemerintah Orde Baru untuk tidak memberlakukan
pola pendekatan keamanan di dalam menyelesaikan
kasus hubungan industrial.
Actions (login required)
|
View Item |