Farid Ghozali, 030111275 (2008) SENGKETA BATAS PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP) PPh PERSEORANGAN. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s1-2008-ghozalifar-8055-abstrak.pdf Download (344kB) | Preview |
|
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s1-2008-ghozalifar-7841-fh85_08-s.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) | Request a copy |
Abstract
Pada dasarnya Pajak Penghasilan adalah jenis pajak yang paling sensitive, diantara jenis pajak lainnya. Untuk menjamin kepastian hukum tersebut, kemudian pemerintah mengantisipasinya dengan kemudian meakkukan 3 (tiga) revisi atau perubahan Undang-undang No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Undang-undang No. 17 Tahun 2000 sebagai peraturan pajak penghasilan yang baru dirasa lebih dinamis, dan lebih mencerminkan kepastian hokum pada Wajib Pajak, hal itu diwujudkan dengan perubahan terhadap pemberlakuan Batas Tidak Kena Pajak (PTKP), yang lebih adil bagi seluruh Wajib Pajak Penghasilan Perorangan. Perubahan terhadap peraturan perpajakan secara umum pada hakekatnya telah membuat bentuk reformasi pajak, hal ini ditandai melalui perubahan system administrasi perpajakan, dengan merubah Kantor Inspeksi Pajak dengan Kantor Pelayanan Pajak. Dengan perubahan tersebut diharapkan bahwa pelayanan pajak tidak lagi dilakukan dengan system official assessement, namun telah berubah menjadi self assessment. Sengketa pajak umumnya adalah sengketa mengenai restitusi pajak. Sengketa pajak adalah sengketa antara Wajib Pajak dengan Pemerintah selaku Fiskus atau penagih pajak (Pasal 1 angka 5 Undang-undang No. 16 Tahun 2000 jo Undang-undang No. 28 Tahun 2007 jo Undang-undang No. 28 Tahun 2007). Penyelesaian sengketa pajak ditempuh melalui sebuah lembaga peradilan yang disebut sebagai Pengadilan Pajak. Berdasarkan kedudukannya, pengadilan pajak merupakan pengadilan khusus yang berada dalam lingkup Pengadilan Tata Usaha Negara, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9A Undang¬undang No. 9 Tahun 2004 jo Undang-undang No. 5 Tahun 1986. pengadilan pajak memberikan 2 (dua) pilihan upaya hukum yaitu upaya hukum gugatan dan upaya hukum banding.penyelesaian restitusi yang merupakan permohonan kelebihan pembayaran pajak, yang dalam teknisnya merupakan bentuk keberatan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), maka untuk penyelesaian sengketa restitusi pajak dilakukan upaya hukum banding. Untuk menjamin kepastian hokum terhadap restitusi, bentuk self assessement, dalam prakteknya dirasa terlalu sulit diwujudkan apalagi jika melihat kondisi masyarakat yang belum sadar benar akan pajak. Kesulitan lain yang dihadapi adalah jika Wajib Pajak tersebut, membayar pajak lebih dari yang seharusnya. Untuk itu Undang-undang No. 16 Tahun 2000 jo Undang¬undang No. 28 Tahun 2007, memberikan kesempatan untuk mengajukan permohonan restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Selain itu Undang-undang No. 14 Tahun 2002, memberikan jaminan terhadap penyelesaian sengketa pajak yang berkaitan dengan restitusi. Melalui upaya hokum banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak, diharapkan Wajib Pajak akan terlindungi hak-haknya. Selain Undang-undang No. 14 Tahun 2002 memungkinkan bagi Wajib Pajak untuk melakukan Peninjauan Kembali terhadap putusan pengadilan pajak.
Actions (login required)
View Item |