WIDYA ANGGRAENI, 030215403
(2006)
TANGGUNG GUGAT PEMBERI HIBAH AKIBAT PEMBATALAN HIBAH.
Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Hubungan hukum antara pemberi hibah dan penerima hibah adalah hubungan hukum karena adanya perjanjian dimana pemberi hibah sebagai debitor dan penerima hibah sebagai kreditor. Hibah adalah hubungan hukum yang sepihak. Artinya, pemberi hibah memberikan hibah pada penerima hibah secara cuma-cuma tanpa ada imbalan apapun dari penerima hibah. Penerima hibah bisa berasal dari pars waris/ waris itu sendiri.
Penerima hibah dapat mengajukan gugatannya akibat pembatalan hibah yang dilakukan oleh si pemberi hibah apabila pemberi hibah wanprestasi yaitu menarik hibah secara sepihak dan hibah yang dibuat antara kedua belah pihak mengikat dan berlaku sebagai Undang-Undang bagi kedua pihak. Kecuali bila si penerima hibah wanprestasi yaitu dengan menelantarkan si pemberi hibah dan dapat dibuktikan di pengadilan, maka yang mengajukan permohonan pembatalan hibah adalah si pemberi hibah dan si penerima hibah tidak bisa menggugatnya karena walupun pasal 1666 BW menyebutkan bahwa hibah tidak dapat ditarik kembali, tetapi pengaturan tentang hibah ada dalam buku III BW yang sifatnya mengatur, sehingga kedua pihak boleh menyimpanginya misalnya si penerima hibah harus memelihara pemberi hibah selama hidupnya, bila tidak maka hibah dapat dibatalkan.
Dengan adanya hibah, maka akan timbul hubungan hukum antara pemberi hibah dan penerima hibah walaupun hubungan hukum tersebut sifatnya sepihak yang artinya si pemberi hibah hanya punya kewajiban saja tanpa mempunyai hak, hendaknya dalam memberikan hibah pada seseorang dilihat terlebih dahulu kepatutan dan kepantasan dari si penerima hibah untuk menerima hibah tersebut, sehingga tidak timbul pembatalan hibah yang menyebabkan hubungan hukum antara kedua pihak bermasalah.
Gugatan dari si penerima hibah ke pemberi hibah dapat dihindari dengan jalan penyelesaian sengketa secara musyawarah atau kekeluargaan yang akan mempertemukan kepentingan kedua belah pihak daripada melalui jalan pengadilan yang akan memakan waktu lama dan belum tentu kepentingan masing-masing pihak dapat terpenuhi. Hendaknya masing-masing pihak melaksanakan perjanjian hibah itu dengan benar sehingga salah satu pihak tidak ada yang dirugikan. Misalnya penerima hibah harus dengan baik memelihara si pemberi hibah karena si pemberi hibah memberikan hibah secara ikhlas. Sehingga kedua pihak tidak ada yang merasa dirugikan yang pada akhirnya akan mengajukan gugatan kepada masing-masing pihak.
Actions (login required)
|
View Item |