ENGGARSAH ALIMBALDI, 030215437
(2007)
PERAN LEMBAGA MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA.
Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Penyelesaian perkara perdata yang melalui proses mediasi berjalan lebih efisien jika dibandingkan dengan pemeriksaan pengadilan biasa, hal ini disebabkan karena Penyelesaian cepat terwujud (quick), rata - rata kompromi di antara pihak sudah dapat terwujud dalam dua minggu atau paling lama satu bulan.
Proses pencapaian kompromi, terkadang hanya memerlukan dua atau tiga kali pertemuan di antara pihak yang bersengketa.
Biaya yang dikeluarkan juga murah (inexpensive), karena pads umumnya mediator tidak dibayar. Jika dibayar pun tidak mahal, tidak perlu didampingi pengacara meskipun hal itu tidak tertutup kemungkinannya. Itu sebabnya proses mediasi dikatakan tanpa biaya atau nominal cost pelaksanaan putusan yang dihasilkan dari proses mediasi telah banyak dijalankan secara sukarela oleh para pihak yang bersengketa, hal ini disebabkan karena kesepakatan yang mereka buat dengan sendirinya merupakan keinginan dan harapan dari mereka sehingga dalam pelaksanaannya tidak ada halangan yang berarti untuk menjalankan putusan perdamaian. Walaupun di lapangan juga masih ada beberapa pihak yang tidak menjalankan putusan tersebut, namun tentunya juga ada jalan untuk menyelesaikannya.
Pikiran masyarakat Indonesia selama ini telah terpola dengan penggunaan proses pemeriksaan biasa. Dengan memasukkan konsep pemikiran penyelesaian sengketa alternatif agar menjadi bagian dari perilaku masyarakat dalam menyelesaikan sengketanya, maka lembaga mediasi tersebut bisa dimanfaatkan sebagian besar masyarakat, diperlukan peran Pengadilan dan media massa untuk mensosialisasikan serta mengembangkan paradigma non-litigasi secara berkelanjutan agar mendayagunakan penggunaan penyelesaian sengketa alternatif.
Mengingat hasil kesepakatan yang dihasilkan dari mediasi harus dibuat dalam bentuk tertulis sesuai dengan ketentuan pasal 11 ayat (1) PERMA No. 2 Tahun 2003 tentang prosedur mediasi di pengadilan, maka para pihak yang mengadakan perdamaian harus jelas dalam membuat klausula, sehingga tidak dapat ditafsirkan lain, agar dapat memudahkan dilaksanakan dengan itikad baik sesuai dengan kesepakatan yang dicapai. Dan hakim sebaiknya tidak sekedar memeriksa akta perdamaian serta mengesahkannya menjadi putusan perdamaian akan tetapi juga senantiasa memberikan pengarahan untuk penyempurnaan isi putusan agar putusan tersebut tidak diabaikan dan dijalankan secara sukarela oleh para pihak yang berperkara.
Actions (login required)
|
View Item |