HIBAH HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

MEISHARA C. SOEPANDI, 030315667 (2008) HIBAH HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

[img]
Preview
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s1-2008-soepandime-8081-fh3408-k.pdf

Download (394kB) | Preview
[img] Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s1-2008-soepandime-7867-fh3408.pdf
Restricted to Registered users only

Download (1MB) | Request a copy
Official URL: http://lib.unair.ac.id

Abstract

Pewarisan menurut Hukum Adat dapat dilakukan baik ketika pewaris masih hidup maupun ketika pewaris telah meninggal dunia. Begitu juga dengan pelaksanaan hibah. Pewarisan dengan pesan, hibah atau wasiat ini dapat dibuat secara tertulis atau hanya diucapkan oleh pewaris kepada para ahli waris yang ditentukannya dengan disaksikan oleh beberapa anggota keluarga, terutama para ahli waris yang lain. Harta yang dapat dihibahkan menurut Hukum Adat yaitu harta pencaharian saja di luar harta pusaka. Selain itu, tidak ada batasan terhadap pemberian hibah. Baik menurut Hukum Adat maupun Hukum Islam, hibah dapat ditarik kembali oleh si pewaris, meskipun dalam kenyataannya jarang sekali terjadi. Seorang anak angkat di dalam Hukum Adat dapat mewarisi harta kekayaan orang tua angkatnya, namun bagiannya tidak boleh melebihi bagian anak kandung. Pewarisan menurut Hukum Islam terjadi ketika pewaris telah meninggal dunia. Sedangkan hibah, dilakukan ketika si penghibah masih hidup. Hibah di dalam Hukum Islam terdapat batasan, sesuai dengan pasal 210 ayat (1) KHI yaitu maksimal sepertiga (1/3) bagian dari harta yang dimiliki si penghibah. Hibah yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan dan dapat ditarik kembali apabila dalam memberikan hibah tersebut ternyata dirasa kurang adil. Hibah yang dilakukan oleh seseorang dalam keadaan sakit dibatasi hanya sepertiga (1/3) bagian saja dan harus dengan persetujuan ahli warisnya, sama halnya seperti pemberian hibah apabila si penghibah dalam keadaan sehat. Di dalam Hukum Islam anak angkat bukanlah ahli waris, tetapi berhak diberi bagian harta warisan orang tua angkatnya melalui wasiat wajibah. Hal ini tertera di dalam pasal 209 ayat (2) KHI mengenai pemberian wasiat wajibah kepada anak angkat maksimal sepertiga (1/3) bagian dari harta yang dimiliki. Demikian juga yang diatur di dalam pasal 210 KHI, bahwa pemberian hibah dibatasi sebanyak-banyaknya sepertiga (1/3) bagian dari harta benda. Baik dalam Hukum Adat maupun Hukum Islam, keduanya menyatakan bahwa hak anak angkat tidak boleh melebihi hak anak kandung. Hal ini semata-mata demi keadilan dan menghindari terjadinya sengketa. Putusan Mahkamah Agung R.I. No. 402.K/Pdt/1988 tanggal 29 Juni 1992, menyatakan bahwa hibah seluruh harta yang dilakukan oleh Narsah kepada anak angkatnya, Husen bin Maskom, yang juga merupakan keponakannya itu adalah sah menurut Hukum Adat. Hal ini bila ditinjau menurut Hukum Islam tidak tepat. Ada beberapa alasan yang dapat dijadikan sebagai acuan, yaitu : 1.Menurut Hukum Islam, anak angkat bukanlah ahli waris, tetapi dapat diberi wasiat wajibah maupun hibah sebanyak-banyaknya sepertiga (1/3) bagian dari harta benda si pewaris. (pasal 209 ayat (2) maupun pasal 210 ayat (1) KHI). 2.Pada saat pewaris meninggal dunia, masih ada suami serta adik kandung pewaris, yang menurut Hukum Islam termasuk ahli waris. Maka tidak bendr jika seluruh harta yang dimiliki pewaris diberikan kepada anak angkat pewaris, tanpa memperhatikan ahli waris tersebut (suami dan adik kandung laki-laki). Seharusnya yang berhak mendapat harta warisan adalah suami dan adik kandung pewaris. 3.Anak yang diangkat oleh pewaris merupakan keponakan pewaris sendiri (Husen). Di dalam Hukum Islam, anak angkat hanya berhak mewarisi harta orang tua kandungnya jika ada. Oleh karenanya Husen tidak perlu diberi harta warisan Narsah karena is akan mendapatkan dari ayah kandungnya yang merupakan adik kandung Narsah. 4.Istri dan anak-anak Haji Tugu berhak mendapat harta warisan yang didapat Haji Tugu dari warisan Narsah. Termasuk Husen yang merupakan anak angkat Haji Tugu dengan Narsah dapat diperhitungkan untuk mendapat bagian harta warisan Haji Tugu apabila ahli waris lainnya menyetujui. Demikian kesimpulan atas analisa Putusan Mahkamah Agung R.I. No. 402.K/Pdt/1988 tanggal 29 Juni 1992 ditinjau dari Hukum Islam.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: KKB KK-2 FH 34/08 Soe h
Uncontrolled Keywords: INHERITANCE AND SUCCESSION (ISLAMIC LAW); ADOPTION (ADAT LAW)
Subjects: K Law > KB Religious law in general > KB1-4855 Religious law in general. Comparative religious law. Jurisprudence > KB400-4855 Interdisciplinary discussion of subjects > KB632-636.2 Inheritance and succession
K Law > KB Religious law in general > KB1-4855 Religious law in general. Comparative religious law. Jurisprudence > KB400-4855 Interdisciplinary discussion of subjects > KB636.3 Gifts. Charitable gifts. Donations
Divisions: 03. Fakultas Hukum
Creators:
CreatorsNIM
MEISHARA C. SOEPANDI, 030315667UNSPECIFIED
Contributors:
ContributionNameNIDN / NIDK
Thesis advisorAfdolUNSPECIFIED
Depositing User: Nn Deby Felnia
Date Deposited: 13 Nov 2008 12:00
Last Modified: 18 Jun 2017 17:13
URI: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/11668
Sosial Share:

Actions (login required)

View Item View Item