Tjokorde Gde Darmayuda
(1985)
Gangguan Toleransi Glukosa Pada Penderita Tuberkulosa Paru : Penelitian prospektif di Ruang Paru Rumah Sakit Dokter Soetomo Surabaya.
Laporan Penelitian.
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM, FAKULTAS KEDOKTERAN, UNIVEERSITAS AIRLANGGA, SURABAYA.
(Unpublished)
Abstract
Penyakit tuberkulosa paru (TB-Paru) masih merupakan rnasalah kesehatan masya¬rakat, penyebab cacat, kemelaratan, serta penyebab kematian tunggal ketiga di Indonesia (Rai, 1975; Editoria1,1976). Penyakit ini sering dilaporkan bersama-sama dengan gangguan toleransi glukosa (GTG).
Bloom (1969) melaporkan frekuensi GTG pada TB-Paru sebanyak 34.1%.
Zack dkk. (1 973) dan Roychowdhury dkk. (1980) berturut-turut melaporkan seba¬nyak 41% dan 20.7%.
Adapun patogenesis sampai terjadi TGT bersama-sama dengan TB-Paru masih dalam hipotesa. Zack dkh. (1973) memikirkan kemungkinan terjadinya GTG sebagai pe¬nyebab kambuhnya TB-Paru latent; dan dari beberapa bacaan (Baisel dkk. ,1969; Lutz dkk. 1972; Rocha dkk. ,1973; Roychowdhury dkk.1980) dapat disimpulkan bahwa GTG terjadi pada TB-Paru oleh karena penderita TB-Paru mengeluarkan bahan bahan diabetogenik.
Untuk mengetahui frekuensi GTG pada TB-Paru yang dirawat inap di UPF Paru Ru¬mah Sakit dr. Soetomo Surabaya, dilakukan penelitian secara prospektif obser¬vasional selama tiga bulan dari bulan Juni sampai dengan Agustus 1981, dan selanjutnya dievaluasi apakah ada perbedaan frekuensi GTG oleh karena faktor-faktor perbedaan : jenis kelamin, umur, luas proses di paru, dan persentase relatif berat badan. Dengan mengetahui frekuensi ini, akan timbul kewaspadaan kita untuk mencari kemungkinan terjadinya GTG bersama-sama dengan TB-Paru. Penemuan sedini mungkin penderita-penderita seperti ini, memungkinkan kita nengobati dan melakukan tindak lanjut seoptimal mungkin terutama dari segi diitnya, dalam rangka mencegah terjadinya Diabetes Mellitus dikemudian hari.
Actions (login required)
|
View Item |