Irawan Subiyanto
(1984)
Kegagalan Birahi Dan Gangguan Fungsi Ovarium Pada Sapi Perah Friesian Holstein Suatu Studi Kasus Di Kecamatan Pacet-Mojokerto.
Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Kegagalan birahi atau anestrus merupakan gejala uta ma dari banyak faktor yang mempengaruhi Eejala birahi. Da-lam keadaan ini folikel ovrium tidak menehasilkan estro¬gen atau menghasilkan dalam jumlah yang terlpau rendah un¬tuk dapat merangsang syaraf pusat dalam memanifestasikan gejala birahi.
Xegagalan perkemb7mgan folikel dipenuxuhi oleh fak tor lingkuncan, patologi ovsrium dan faktor-faktor didalm uterus.
Pada keadaan fisiologik, kegagalan birahi terjadi pa¬da sapi-sapi yang belum mencapai pubertas, setelah partus, setelah inseminasi bila tidak terjadi konsepsi dan pada se pi-sapi yang bunting.
Kelalaian dalam pengamatan dan ketidak tahuan peternak dalam pengenalan birahi pada sapinya dapat memperbesar
sus kegagalan birahi, walaupun sebenarnya ternak tersebut mengalami siklus birahi yang normal.
Untuk mendiagnosa kegagalan birahi diperlukan seja¬rah re pros yang lengkapp pemeriksaan ovarium per rek-.
tal dan pemeriksaan fisik secara umum•
Setelah dilakukan survai pada 80 ekor sapi perah befina impor yang bemda pada 8 desa di geogmatan Pacet-
Eojokerto pada bulan December 3.983 telah diperoleh gamba¬ran nyata mengenai kejadian kegagalan birahi dan gangguan fungsi ovarium pada sapi FH betina.
Survai ini menunjukkan bahwa dari 60 ekor sapi PH be¬tina yang diperiksa telah ditemukan 20 ekor sapi yang bun¬ting atau 25%, sapi yang tidak bunting dengan alat kelamin normal 31 ekor ataL 38,75% dan sapi yang tidak bunting de¬ngan alat kelamin yang tidak normal mencapai 29 ekor atau
36,25%. Pada sapi yang tidak bunting dengan alat kelamin normal hanya 14 ekor yang berhasil diketahui gejala birabi nya atau 17,50% sedangkan 16 ekor lainnya tidak berhasil di ketahui gejala birahinya. Kasus kegagalan birahi yang fisio logik mencapai 21 ekor sapi &tau 26,25% dan kasus kegagalan birahi yang patologik mencapai 26 ekor atau 32,50%. Sedang¬kan sapi betina yang rnenunjukkan gejala birehi yang berlebi han atau nymphomani mencapai 3 ekor atau 3,75%.
Kejadian kegagalan birahi karena birahi yang tidak di-ketahui disebabkan karena kelalian pengamatan peternak yang memelihara atau sapi-sapi tersebut menunjukkan gejala birahi tenang atau subestrus.
Keadaan kegagalan birahi yang fisiologik terjadi pada sapi-sapi yang sedang bunting dan pada periode tertentu se-telah partus.
Kejadian kegagalan birahi yang patologik telah ditemu¬kan berbagai gangguan fungsi ovariur seperti cornus luteum persistent sistik ovarium, hipolungsi ovarium, hipoplasi ovarium clan atrofi ovarium.
Actions (login required)
|
View Item |