MUHAMMAD FITRIANTO MALIK, 030211512 U (2005) PERTANGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PELANGGARAN HAM BERAT MENURUT UNDANG-UNDANG NO.26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAM. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s1-2006-malikmuham-1163-fh9706-k.pdf Download (260kB) | Preview |
|
Text (FULLTEXT)
12819.pdf Restricted to Registered users only Download (833kB) | Request a copy |
Abstract
1 Pihak-pihak sebagai pelaku pelanggaran HAM Berat sesuai Pasal 1 ke 4 Undang-undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM adalah perseorangan, kelompok sipil, kelompok militer, maupun kelompok polisi. Percobaan, permufakatan jahat, atau pembantuan untuk melakukan pelanggaran HAM berat (Pasal 41 Jo. Pasal 8 atau Pasal 9) dipidana dengan pidana yang sama sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, Pasal 37. Pasal 38. Pasal 39, dan Pasal 40. Pertanggungjawaban pidananya tidak saja dapat dibebankan kepada pelaku atau yang membantu melakukan, tetapi juga dapat dibebankan kepada komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer atau seorang atasan, baik polisi maupun sipil lainya. apabila tindak pidana yang dilakukan berada dalam yurisdiksi Pengadilan HAM. Ini sesuai dengan Pasal 42 ayat (2) dan ayat (3) mengatur mengenai pertanggungjawaban pidana Komandan Militer dan pertanggungjavvaban pidana atasan Polisi maupun Sipil. Selain itu Undang-undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM mengatur ketentuan mengenai pidana minimal dan maksimal berbeda seperti yang diatur dalam KUHP. Pidana minimal dalam KUHP adalah kurungan l hari sedangkan pidana minimal pada Undang-undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM minimalnya adalah penjara 5 tahun. Pidana maksimal pada KUHP penjara maksimal 20 tahun sedangkan pidana minimal pada Undangundang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM minimalnya adalah penjara 25 tahun. Kewenanangan penyelidikan ada pada KOMNAS HAM, penyidikan dan penuntutan pada Jaksa Agung dan tidak dilibatkanya sama sekali instansi POLRI dalam serangkaian proses penyidikan maupun penyelidikan pada kasus pelanggaran HAM berat karena polisi sendiri sangat rawan dan mudah untuk melakukan perlanggaran HAM. Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penangkapan dan penahanan untuk kepentingan penyidikan, terhadap seseorang yang diduga keras melakukan pelanggaran HAM yang berat berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Indikator yang dijadikan pembebas para terdakwa tersebut hampir sama. Para pejabat di bidang keamanan tidak memiliki hubungan komando dan hirarkis dengan pasukan-pasukan milisi atau Pam Swakarsa Timor-timur. Dari data matrix kontraS.Com diatas diperoleh fakta bahwa hampir seluruh berkas perkara alas Komandan atau atasan pelaku pelanggaran HAM berat pada akhirnya diputus bebas.
Item Type: | Thesis (Skripsi) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK-2 FH 97/06 Mal p | ||||||
Uncontrolled Keywords: | HUMAN RIGHTS | ||||||
Subjects: | K Law > K Law (General) > K1-7720 Law in general. Comparative and uniform law. Jurisprudence | ||||||
Divisions: | 03. Fakultas Hukum | ||||||
Creators: |
|
||||||
Contributors: |
|
||||||
Depositing User: | Tn Hatra Iswara | ||||||
Date Deposited: | 16 May 2006 12:00 | ||||||
Last Modified: | 07 Jun 2017 21:46 | ||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/12819 | ||||||
Sosial Share: | |||||||
Actions (login required)
View Item |