KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL (ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTTTUSI NOMOR 005/PUU-IV/2006)

Fadhilah, Bilois, NIM. 030415866 (2008) KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL (ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTTTUSI NOMOR 005/PUU-IV/2006). Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

[img]
Preview
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s1-2008-fadhilahbi-7583-abstrak.pdf

Download (436kB) | Preview
[img] Text (FULLTEXT)
KKB%20KK-2%20FH%2001_08%20Fad%20k.pdf
Restricted to Registered users only

Download (889kB) | Request a copy
Official URL: http://lib.unair.ac.id

Abstract

Berdasarkan analisis yang telah dikemukakan, penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Komisi Yudisial merupakan lembaga negara (constitutional organ) karena pembentukan Komisi Yudisial diamanatkan oleh Undang Undang Dasar 1945 dan kewenangannya diatur secara eksplisit dalam Undang Undang Dasar 1945. Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang setingkat dengan Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat. Meskipun tidak menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman, namun kedudukan Komisi Yudisial berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Komisi Yudisial memiliki 2 (dua) kewenangan yaitu: Pertama, Mengusulkan hakim agung. Pemberian kewenangan mengusulkan hakim agung kepada Komisi Yudisial dikarenakan ketidakpercayaan publik pada kemampuan Mahkamah Agung menyeleksi diri sendiri hakim-hakim agung yang memiliki integritas. Kedua, Wewenang dalam rangka Menjaga dan Menegakkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat serta Menjaga Perilaku Hakim. kewenangan Komisi Yudisial dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat dan perilaku hakim dilakukan melalui pengawasan eksternal agar proses pengawasan dapat benar-benar obyektif untuk kepentingan pengembangan sistem peradilan yang bersih, efektif dan efisien. Pemberian pengawasan ekstern terhadap hakim kepada Komisi Yudisial merupakan suatu jawaban atas ketidakefektifan sistem pengawasan intern yang telah ada dan dapat menutup kelemahan atas pengawasan yang dilakukan Mahkamah Agung. Dalam implementasinya, terdapat beberapa problematika yuridis yang dihadapi oleh Komisi Yudisial, berkaitan dengan kedudukannya sebagai lembaga Negara, kewenangan mengusulkan calon hakim agung dan kewenangan dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta perilaku hakim, khususnya dalam melakukan pengawasan terhadap hakim. 2. Pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006, dalam hal kedudukan Komisi Yudisial terdapat persoalan mengenai landasan konstitusional dari eksistensi Komisi Yudisial dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Berbagai wacana muncul, mulai dari usulan untuk mengeluarkan Komisi Yudisial dari bab Kekuasaan Kehakiman dalam Undang Undang Dasar 1945, usulan memasukkan Komisi Yudisial sebagai bagian dari Mahkamah Agung, hingga usulan ketua Komisi Yudisial sebaiknya dijabat secara ex-officio oleh ketua Mahkamah Agung. Wewenang mengusulkan hakim agung merupakan satu-satunya kewenangan yang dimiliki Komisi Yudisial pasca putusan Mahkamah Konstitusi. Dalam pelaksanaannya kewenangan ini menimbulkan permasalahan antara Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung, mengenai jumlah dan mekanisme pencalonan hakim agung. Sedangkan mengenai kewenangan kedua yang dimiliki Komisi Yudisial, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menyatakan bahwa pasal-¬pasal yang mengatur tentang pengawasan Komisi Yudisial bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat karena menimbulkan ketidakpastian hukum. Berdasarkan Pasal 24C Undang Undang Dasar 1945 dan Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-¬undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat. Meskipun menimbulkan kekosongan hukum, selama belum ada revisi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, yang memiliki kekuatan hukum mengikat mengenai tindak lanjut kewenangan. pengawasan Komisi Yudisial adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006. Memahami betapa pentingnya kedudukan dan kewenangan Komisi Yudisial. Dalam menyelesaikan persoalan antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yang tak juga selesai ada beberapa langkah yang dapat dilakukan sebagai jalan keluar, yaitu pertama, perlu diluruskan pemahaman Mahkamah Agung yang salah mengenai makna kekuasaan kehakiman yang merdeka. Kedua, perlu dibangun kesamaan persepsi dan pandangan antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam hal mengenai tugas dan kewenangan kedua lembaga negara tersebut, dengan cara membangun komunikasi dan koordinasi yang baik diantara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Ketiga, Mahkamah Agung harus segera menghilangkan budaya defensive dan konfrontatif terhadap Komisi Yudisial, dengan cara memahami secara benar maksud dan tujuan dibentuknya Komisi Yudisial dalam struktur kekuasaan kehakiman oleh pembentuk Undang Undang Dasar 1945. Keempat, proses revisi terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 yang rencananya akan dilakukan secara integral dengan undang-undang lain dalam Kekuasaan Kehakiman perlu segera secepatnya diselesaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat clan Pemerintah. Dalam revisi Undang-undang Nomor 22 Tahun ada beberapa hal yang perlu dimasukkan, antara lain : pertama, merevisi secara jelas dan tegas aturan mengenai mekanisme pengawasan. Sebab selama ini (menurut Mahkamah Konstitusi dalam putusannya) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tidak mengatur secara jelas bagaimana prosedur pengawasan, siapa yang mengawasi, objek yang diawasi, dan instrumen yang digunakan di dalam pengawasan. Sehingga, kejadian tumpang tindih kewenangan antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung dalam melakukan pengawasan terhadap hakim tidak akan terulang kembali. Kedua, merevisi mengenai mekanisme pengangkatan hakim agung, perpanjangan masa kerja hakim agung, dan perubahan mekanisme pemberhentian hakim agung, mengambil alih kewenangan perpanjangan masa kerja hakim, pemberian sanksi bagi hakim serta dalam proses rekrutmen, Komisi Yudisial diberikan kewenangan secara aktif untuk merekrut hakim agung tanpa menunggu pemberitahuan Mahkamah Agung untuk menenuhi junlah hakim agung sesuai undang-undang. Ketiga, perlu secara rinci dan tegas diatur mengenai Tahun yang baru, untuk mencegah terjadinya multiinterpretasi tentang apa yang dimaksud dengan "perilaku hakim". Sedangkan dalam hal perekrutan hakim agung, Komisi Yudisial harus mampu membangun komunikasi dan koordinasi yang baik dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Mahkamah Agung dengan tujuan untuk mencegah kesalahpahaman diantara Komisi Yudisial, Mahkamah Agung, dan Dewan Perwakilan Rakyat. Komisi Yudisial harus memperhatikan jenis kekosongan jabatan dan kuota kebutuhan hakim agung di Mahkamah Agung saat ini, dan juga harus memperhatikan keseimbangan komposisi Hakim Agung yang ada di Mahkamah Agung.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: KKB KK-2 FH 01/08 Fad k
Uncontrolled Keywords: JUDICIAL LEGISLATION
Subjects: K Law > K Law (General) > K1-7720 Law in general. Comparative and uniform law. Jurisprudence > K(520)-5582 Comparative law. International uniform law > K3154-3370 Constitutional law > K3370 Constitutional courts and procedure
Divisions: 03. Fakultas Hukum
Creators:
CreatorsNIM
Fadhilah, Bilois, NIM. 030415866UNSPECIFIED
Contributors:
ContributionNameNIDN / NIDK
Thesis advisorHadi Subhan, Dr., SH., MH.UNSPECIFIED
Depositing User: Sulistiorini
Date Deposited: 24 Sep 2008 12:00
Last Modified: 08 Jun 2017 20:22
URI: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/12838
Sosial Share:

Actions (login required)

View Item View Item