TEDDY ISADIANSYAH, 030111273 U
(2007)
KEWENANGAN MENGESAMPINGKAN PERKARA DEMI KEPENTINGAN UMUM OLEH JAKSA AGUNG: Dalam Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Dalam pasal 35 huruf c UU 16/2004 terdapat ketentuan mengenai kewenangan khusus Jaksa Agung untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum yang merupakan pelaksanaan dari asas oportunitas, yang hanya dapat dilakukan setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan Negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut.
Kriteria dari kepentingan umum adalah demi kepentingan bangsa/ Negara dan/ atau masyarakat luas. Di dalam KUHAP hanya mengatur mengenai penutupan perkara demi kepentingan hokum, penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan.
Dalam pelaksanaan hukum acara pidana di Indonesia, terdapat pertentangan antara asas opurtunitas dengan asas legalitas. Asas legalitas mewajibkan penuntut umum untuk menuntut asas legalitas. Asas legalitas mewajibkan penuntut umum untuk menuntut seseorang yang melakukan tindak pidana, sedangkan asas oportunitas memberi kewenangan untuk mengesampingkan perkara pidana yang dilakukan seseorang demi kepentingan umum berdasarkan criteria-kriteria yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Juga dibedakan hokum antara penghentian penuntutan dan pengesampingan perkara. Penghentian penuntutan didasarkan pada alas an hokum dan demi tegaknya kepastian hokum, sedangkan pada pengesampingan perkara, hokum dikorbankan demi kepentingan umum.
Prosedur penanganan BLBI pada masa Jaksa Agung M.A. Rachman dilakukan dengan menghentikan proses penyidikannya berdasarkan Surat Keterangan Lunas (SKL) yang dikeluarkan BPPN berdasarkan Inpres No.8/2002, bukan dengan menggunakan kewenangannya untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. Berdasarkan SKL inilah para tersangka/ debitor BLBI mendapatkan Release and Discharge atau pengampunan dari segala tuntutan hokum. Jadi pengentian penyidikan yang dilakukan oleh Jaksa Agung M.A. Rachman pada waktu itu merupakan petutupan perkara demi kepentingan hokum, bukan termasuk dalam pengesampingan perkara demi kepentingan umum.
Prosedur Jaksa Agung untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum adalah hanya dapat dilakukan setelah memperlihatkan sara dan pendapat dari badan-badan kekuasaan Negara yang mempunyai hubungan dengan perkara tersebut. Dalam kasus BLBI mekanismenya diatur dalam Kepmenkeu No.88/KMK.01/2006 dan No.151/KMK.01/2006, yang menjadi badan kekuasaan Negara adalah Tim PKPS, dimana Menteri Keuangan dan Jaksa Agung juga sebagai anggotanya. Debitor BLBI yang perkaranya masuk tahap penyidikan atau penuntutan di Kejaksaan Agung, Perkaranya tidak diteruskan ke siding Pengadilan. Hal ini disebabkan Jaksa Agung mengesampingkan perkara para debitor BLBI dengan alas an demi kepentingan umum berdasarkan saran, pendapat dan pertimbangan dari Tim PKPS. Tim PKPS ini mengeluarkan standart Operating Procedure (SOP) untuk menangani mekanisme dan penyelesaian kewajiban para debitor BLBI dengan jaminan tidak adanya pemidanaan. Selanjutnya Menteri Keuangan mengeluarkan keterangan lunas berupa Surat Keterangan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (SK PKPS)/ Surat Keterangan Pembayaran Kewajiban (SKPK). Berdasarkan surat keterangan lunas tersebut, Negara tidak lagi memiliki hak tagih, maka debitor BLBI tidak dapat dipidana karena Jaksa Agung telah mengesampingkan perkaranya. Dalam melakukan pengesampingan perkara demi kepentingan umum ini, Jaksa Agung menunagkannya dalam suatu Surat Penetapan/ Keputusan yang salinannya diberikan kepada yang dikesampingkan perkaranya demi kepentingan umum, dalam hal ini para debitor BLBI.
NB: Karena tidak terbaca oleh scanner, daftar pustaka tidak bisa ditampilkan. Apabila membutuhkan bisa langsung ke bentuk fisiknya.
Actions (login required)
|
View Item |