FAIZAL RACHMAN, 030315608
(2007)
WEWENANG PENGANGKATAN HAKIM AGUNG SETELAH TERBENTUKNYA UNDANG - UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL.
Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Full text not available from this repository.
(
Request a copy)
Abstract
(1) Kehadiran Komisi Yudisial Republik Indonesia adalah sebagai amanah UUD tahun 1945 pasal 24 B, merupakan refleksi filososis dari cita-cita negara hukum yang terkandung dalam BAB I pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Komisi ini bersifat mandiri dan berwenang untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan melakukan pengawasan dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim. Dalam pelaksanaan pengusulan calon hakim agung tersebut Komisi Yudisial melakukan proses seleksi perekrutan bakal calon hakim agung, dimana dalam tahap ini akan terbagi 6 (enam) tahap yaitu:
1) Tahapan Pendaftaran;
2) Seleksi Administratif;
3) Seleksi kualitas :
a) Penilaian Karya ilmiah;
ii) Penilaian Legal Case;
iii) Penilaian Kesehatan;
4) Profile Assesment Test;
5) Wawancara;
6) Penentuan Akhir
(2) Sistem ketatanegaraan yang diadopsi kedalam ketentuan UUD 1945 pasca Amandemen, banyak melahirkan lembaga-lembaga baru yang mekanisme hubunganya bersifat horisontal. Hubungan antara satu lembaga dengan lembaga yang lain adalah sederajat yang diikat dengan prinspi cheks and balances. Dalam kaitanya mengenai rekrutmen hakim agung disini kedudukan DPR paling dominan sebab sesuai dengan bunyi pasal 13 ayat (1) yaitu "Komisi Yudisial mempunyai wewenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR". Dengan demikian Komisi Yudisial menjadi supporting system terhadap kewenangan DPR untuk memilih hakim agung. Disamping itu usulan yang diajukan oleh Komisi Yudisial kepada DPR, berarti yang diajukan bukan calon hakim agung tapi baru bakal calon hakim agung yang akan dipilih oleh DPR. Selain itu Presiden dan Mahkamah Agung juga tidak dapat menolak usulan calon hakim agung karena selain wewenang tersebut tidak diatur dalam undang¬undang selain itu peran kedua lembaga tersebut kaitanya dengan rekrutmen hakim agung ini kecil sekali. Dimana MA dan Presider peranannya sebagai lembaga yang dapat mengajukan calon hakim agung kepada Komisi Yudisial unruk dilakkuakn seleksi. Peranan selanjutnya untuk Presiden adalah untuk mengangkat nama-nama uang telah diajukan oleh DPR yang artinya sifatnya hanya sebagai uapacara pengesahan saja (formalitas). Jadi hanya Komisi Yudisal dan DPR saja yang dapat menolak calon hakim agung dalam proses rekrutmen tersebut, dimana sebagai pintu utama itu adalah Komisi Yudisial dengan melalui seleksi yang telah saya sebutkan diatas, serta sebagai pintu kedua adalah DPR dengan melalui proses fit and propertes-nya dimana hasilnya adalah dapat menyetujui dan tidak menyetujui atau menolak calon hakim agung tersebut.
Actions (login required)
|
View Item |