FANA AKBARKAN, 030315744 (2007) TINDAK PIDANA CRACKING DAN HACKING. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s1-2008-akbarkanfa-7478-abstract-7.pdf Download (341kB) | Preview |
|
|
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s1-2008-akbarkanfa-7478-FULL.pdf Download (2MB) | Preview |
Abstract
Perkembangan teknologi informasi dalam hal ini internet sangat membantu dalam hal kemudahan informasi, komunikasi, pengolahan data, bisnis dan sebagainya. Namun demikian, dibalik kemudahan-kemudahan yang didapatnya, internet dapat juga menimbulkan efek negatif timbulnya berbagai kejahatan di dunia maya (cybercrime), seperti hacking, cracking, carding, data diddling, cyberterorism, dan sebagainya. Pada dasarnya cybercrime secara garis besar dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, kejahatan yang menggunakan teknologi informasi sebagai fasilitas, kejahatan ini seperti banking fraud, type site, carding, dan sebagainya. Kedua, kejahatan yang menggunakan teknologi informasi sebagai sasaran, jenis kejahatan yang kedua ini seperti : hacking, cracking, web deface, dan sebagainya. Ada perbedaan antara hacking dan cracking, yang mana perbedaan yang paling jelas adalah pada efek/dampak yang ditimbulkan oleh hacker dan cracker. Dampak aktivitas cracker lebih parah karena tindakan yang dilakukan oleh cracker memang bertujuan untuk menghacurkan jaringan atau sistem komputer. Dari uaraian yang ada di bab-bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan : a) Akses ilegal, baik hacking maupun cracking yang mengakibatkan kerugian terhadap pengguna jaringan internet merupakan suatu tindak pidana. Kemudian pelaku kejahatan komputer tersebut (hacker dan cracker), meskipun dalam KUHP tidak menyebutkan secara eksplisit, mengenai kejahatan komputer, dapat dipidana jika memenuhi unsur delik yang tercantum dalam Pasal 167 dan 406 ayat (1) KUHP. Sedangkan pengaturan di luar KUHP dapat dikenakan Pasal 22 jo Pasal 50, Pasal 38 jo Pasal 55 UU Telekomunikasi. b) Dalam hacking dan cracking kedudukan bukti elektronik mempunyai kedudukan yang khusus, karena sebagai satu-satunya bukti suatu aktivitas dengan menggunakan komputer yang kemudian ditambah dengan keterangan ahli sehingga memiliki kekuatan hukum di sidang pengadilan. Sebagai syarat mutlak untuk dapat diterimanya bukti elektronik di depan sidang pengadilan, suatu sistem komputer harus dapat dipercaya (trustworthy) atau tersertifikasi yang diberikan oleh badan yang berwenang. Sedangkan untuk mengatasi masalah yurisdiksi, teori-teori locus delicti dan tempus delicti sudah tidak bisa digunakan, namun menggunakan teori yang disebut sebagai perluasan yurisdiksi kriminal. Dengan perluasan yurisdiksi tersebut masalah yurisdiksi mengenai tindak pidana hacking dan cracking telah lebih mudah diatasi.
Actions (login required)
View Item |