Hendri Susanto, 030010823 U
(2006)
STATUS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 BESERTA AKIBAT HUKUMNYA.
Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Kesimpulan.
a. Didalam Hukum Islam, terdapat dua pandangan mengenai perkawinan beda agama. Pandangan pertama menyatakan bahwa perkawinan beda agama dengan golongan musyrik dilarang (haram). Pandangan kedua, dikenal adanya perkawinan beda agama (halal), hal ini didasarkan pads surat Al- Maidah ayat 5 yang menyatakan bahwa laki-laki Muslim boleh mengawini wanita non Muslim, tapi tidak berlaku untuk sebaliknya.
b. Dalam penerapannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pada pasal 2 ayat 1 disampaikan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Hal ini menunjukkan bahwa hukum agama merupakan landasan filosofis dan landasan hukum yang merupakan persyaratan mutlak dalam menentukan keabsahan perkawinan. Oleh karena dengan mendasarkan pada Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, tidak dimungkinkan adanya perkawinan beda agama, karena pada masing-masing agama telah ada ketentuan hukum yang mengikat kepada mereka dan mengandung perbedaan yang prinsip serta tidak mungkin untuk dipersatukan.
c. Akibat yang ditimbulkan dari adanya perkawinan beda agama tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menentukan keputusan dan penetapan baik dalam hal harta benda, anak yang dihasilkan dari perkawinan beda agama dan selanjutnya akan menyisakan permasalahan ketika ada sengketa dalam penentuan waris. Hal ini terjadi karena setiap menentukan dan atau menetapkan hal-hal yang berhubungan dengan akibat perkawinan selalu berhubungan dengan sah tidaknya perkawinan. Sedangkan perkawinan beda agama secara jelas tidak dapat dianggap sah karena tidak dapat memenuhi ketentuan-ketentuan yang dipersyaratkan dalam perkawinan.
Actions (login required)
|
View Item |