Erly Aristo, 030911178 (2013) Legal Standing Buruh dalam Pengajuan Putusan Pailit Perusahaan. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (abstrak)
gdlhub-gdl-s1-2013-aristoerly-24116-5.abstr-k.pdf Download (469kB) | Preview |
|
Text (fulltext)
fulltext.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) | Request a copy |
Abstract
Kepailitan merupakan jalan keras yang dapat ditempuh seorang kreditor untuk mendapatkan pembayaran atas piutang yang dimilikinya, namun bagaimana bila yang menjadi kreditor adalah buruh dan yang diajukan pailit adalah perusahaan tempat buruh tersebut bekerja? Dapatkah buruh tersebut mengajukan kepailitan kepada perusahaan tempat dia bekerja? Dan bagaimana pandangan hakim – hakim dalam kasus – kasus tersebut? Dilihat dari segi pandang hukum kepailitan buruh dapat memiliki posisi sebagai kreditor preferen sebagaimana diatur dalam Kitab Undang – Undang hukum perdata dan seluruh jenis kreditor dapat mengajukan permohonan kepailitan sesuai penjelasan di Undang – Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Namun di sisi lain, buruh juga berkedudukan sebagai tenaga kerja dan memiliki hubungan industrial dengan perusahaan tempat ia bekerja. Dari sinilah timbul permasalahan bilamana upah buruh tersebut belum atau tidak dibayarkan maka apakah pengadilan niaga dapat langsung menangani permasalahan tersebut bilamana buruh mengajukan permohonan kepailitan ataukah buruh harus terlebih dahulu membawa permasalahan tersebut untuk ditangani di pengadilan hubungan industrial? Dilihat dari kewenangannya maka hubungan industrial hanyalah berwenang untuk menentukan hak – hak dari buruh bila terjadi sengketa mengenai perbedaan presepsi antara perusahaan dengan buruh sehingga bilamana hak – hak tersebut telah jelas maka pengadilan niaga berwenang untuk mengadili permasalahan utang – piutang antara buruh dengan perusahaan, namun bilamana masih ada perbedaan penafsiran antara buruh dan perusahaan tentang hak – hak buruh maka terlebih dahulu permasalahan tersebut diselesaikan di pengadilan hubungan industrial. Hakim - hakim pada badan peradilan di Indonesia memiliki penafsiran yang berbeda - beda tentang kewenangan mengadili antara pengadilan niaga dengan pengadilan hubungan industrial. Sekelompok hakim berpendapat bahwa kepailitan dapat dijatuhkan tanpa perlu adanya putusan pengadilan hubungan industrial yang menjelaskan besar jumlah utang yang dimiliki perusahaan terhadap buruh, sekelompok hakim lain berpendapat bahwa untuk menjatuhkan putusan pailit kepada perusahaan perlu terlebih dahulu putusan dari pengadilan hubungan industrial sehingga jelas berapa jumlah utang yang dimiliki perusahaan terhadap buruh. Untuk menghindari adanya perbedaan pendapat antar para hakim pada badan peradilan di Indonesia, maka perlu adanya pembahasan terhadap kasus – kasus seperti diatas dan perlu adanya penjelasan lebih terhadap peraturan – peraturan yang berlaku mengenai kewenangan pengadilan sehingga jelas dimanakah kedudukan buruh dan kapan kedudukan buruh tersebut berubah.
Item Type: | Thesis (Skripsi) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK - 2 FH 21/13 Ari l | ||||||
Uncontrolled Keywords: | CONSTITUTIONAL COURTS; JUDICIAL REVIEW; SERVERANCE, PAY; EMPLOYEES � DISMISSAL OF LAW AND LEGISLATION | ||||||
Subjects: | K Law | ||||||
Divisions: | 03. Fakultas Hukum | ||||||
Creators: |
|
||||||
Contributors: |
|
||||||
Depositing User: | Ani Sistarina | ||||||
Date Deposited: | 29 Apr 2013 12:00 | ||||||
Last Modified: | 05 Aug 2016 01:41 | ||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/13423 | ||||||
Sosial Share: | |||||||
Actions (login required)
View Item |