Sutiyono
(2009)
Puritanisme Versus Sinkretisme:Studi tentang Benturan Budaya Islam dalam Masyarakat Petani Pedesaan di Trucuk, Klaten.
Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Disertasi ini bertolak dari konsepsi Geertz yang menyebutkan bahwa agama dianggap sebagai bagian dari sistem kebudayaan. Ia melihat agama sebagai pola untuk melakukan tindakan (pattern for behaviour), yakni nilai-nilai agama menjadi sesuatu yang hidup dalam diri manusia yang tampak dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian agama merupakan pedoman yang dijadikan sebagai kerangka. interpretasi tindakan manusia (Geertz, 1970: 87-125). Penginterpretasian yang berbeda memunculkan pertentangan sosial antar golongan sosial. Karena agama dianggap sebagai sistem budaya, maka pertentangan sosial itu sama dengan benturan nilai-nilai budaya.
Jika melihat masyarakat petani yang dulu orientasi sosialnya abangan seperti ditulis Gertz dalam The Religion of Java tahun 1950-an, sekarang banyak yang berubah menjadi santri. Seperti terlihat dalam masyarakat petani pedesaan Trucuk, perubahan sosial masyarakat petani dari abangan-sinkretis menjadi santri-puritan itu, mengindikasikan telah terjadi proses perubahan sosial yang cukup panjang, sekitar setengah abad. Dalam penelitian ini bertujuan mengetahui perubahan sosial masyarakat petani pedesaan, dari abangan-sinkretis menuju santri-puritan. Setelah rnenjadi petani puritan, corak puritannya menjadi plural yakni radikal dan moderat. Khususnya yang bercorak radikal ("kekerasan") menyebabkan terjadinya benturan budaya antara nilai-nilai budaya puritan versus sinkretis dalam wilayah masyarakat petani pedesaan Trucuk. Corak radikal menjadi fenomena sosial, karena kehadiranya juga diterima masyarakat petani pedesaan.
Actions (login required)
|
View Item |