Erwin Wibowo, 030010768U (2006) PENYIDIKAN PERKARA KONEKSITAS TINDAK PIDANA KORUPSI. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s1-2006-wibowoerwi-1202-fh77_06-k.pdf Download (257kB) | Preview |
|
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s1-2006-wibowoerwi-1202-fh_77_06.pdf Restricted to Registered users only Download (902kB) | Request a copy |
Abstract
Sebagai simpulan atas pembahasan rumusan masalah yang terdapat dalam penulisan skripsi ini dapat saya kemukakan beberapa hal sebagai berikut ini. Pertama, bahwa dalam prakteknya instansi penyidik yang menangani tindak pidana korupsi dapat dilakukan oleh Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hanya saja disayangkan tidak terdapat ketentuan yang secara tegas dalam undang-undang tindak pidana korupsi mengatur tentang hal itu, sehingga ketiadaan aturan yang tegas itu dapat menjadi kendala dalam penegakan hukum atas tindak pidana korupsi terutama dalam hal penyidikan perkara koneksitas yang dikhawatirkan terjadi tumpang tindih kewenangan penyidikan sebagai akibat multitafsir atas keberadaan pasal 71 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002. Kedua, kalau diperhatikan antara KUHAP dan HAPMIL, dalam proses penyidikan perkara pidana sesungguhnya tidka terdapat perbedaan yang mencolok, hanya dalam KUHAP dengan ditetapkannya Polri sebagai penyidik utama, maka rantai dari penyidikan dipersingkat dan tidak banyak aparat yang turut campur di dalam melakukan penyidikan. Hal ini pula yang kemudian berimbas pada proses penyidikan perkara koneksitas yang mewajibkan terlebih dahulu pembentukan "Tim Tetap" yang cara bekerjanya disesuaikan dengan penggarisan dan batas-batas wewenang yang ada pada masing-masing unsur tim tetap, jelas-jelas telah mempertegas posisi/kedudukan baik Kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tidak memasuki substansi/materi dari penyidikan yang dilakukan oleh masing-masing unsur tim tetap.
Actions (login required)
View Item |