Mahrus Hasyim, 030115282 (2007) KAWIN HAMIL, NIKAH SIRRI DAN ITSBAT NIKAH MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s1-2007-hasyimmahr-5570-fh207_0-k.pdf Download (360kB) | Preview |
|
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s1-2007-hasyimmahr-5570-fh207_07.pdf Download (2MB) | Preview |
Abstract
Kawin hamil merupakan salah satu bentuk perkawinan yang telah diatur di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). KHI telah membolehkan dilakukannya perkawinan atas wanita yang telah hamil akibat perbuatan zina sebelumnya. Perkawinan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum atas anak yang akan dilahirkan. Disamping itu, tujuan dari perkawinan ini juga untuk memberikan rasa aman atas diri seorang ibu dari cercaan dan cemoohan masyarakat apabila diketahui terdapat seorang wanita yang hamil tanpa adanya seorang suami. Menurut hukum Islam, terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama madzhab atas kebolehannya mengawini wanita yang telah hamil. Para ulama bersepakat apabila suatu perkawinan telah terjadi dan anak yang dilahirkan itu lahir sebelum perkawinan berumur enam bulan, maka hubungan kekerabatan anak itu hanya berlaku dengan ibunya saja. Sedangkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, anak yang dilahirkan dalam suatu perkawinan yang sah akan mempunyai hubungan kekerabatan dengan ayah dan ibunya, meskipun usia perkawinan mereka belum enam bulan, karena peraturan perundangundangan tidak mengatur tentang usia kehamilan seorang wanita. Nikah yang tidak dilakukan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah tidak diakui keabsahannya oleh negara, meskipun nikah tersebut telah dilakukan sesuai dengan tata cara sebagaimana yang telah diatur oleh Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan pelaksanaannya (tata cara ini berasal dari hukum Islam). Nikah yang hanya disandarkan pada tata cara keagamaan saja dianggap sebagai perkawinan liar. Status anak yang dilahirkan juga liar, negara tidak mengakui keberadaan anak itu. Nikah seperti ini disebut sebagai "nikah sirri"'. Masyarakat mengakui akan keberadaan nikah seperti ini. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh status nikah dan status anak adalah dengan itsbat nikah (penetapan nikah) sebagaimana bunyi pasal 7 Kompilasi hukum Islam. Terdapat perbedaan perlakuan atas kasus-kasus yang bermasalah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. KHI mengakui keabsahan kawin hamil, tetapi tidak mau mengakui akan keabsahan nikah sirri. Dua hal tersebut sebenarnya merupakan kasus yang sering terjadi di masyarakat. Contoh kasus atas tidak diakuinya nikah sirri adalah hasil putusan Pengadilan Agama Surabaya Nomor 37/ Pdt P/ 2003 PA tanggal 6 Januari 2004 atas permohonan itsbat nikah atas perkawinan yang telah dilakukan oleh Romeo dan Vera yang tidak dicatatkan pada Pegawai Pencatat Nikah (nikah sirri).
Actions (login required)
View Item |