Rani Prita Prabawangi, 070517739 (2009) SIKAP INDONESIA DAN MALAYSIA TERHADAP RMSI DAN KERJASAMA PENGAMANAN SELAT MALAKA. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s1-2011-prabawangi-16265-fishi6-k.pdf Download (633kB) | Preview |
|
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s1-2011-prabawangi-13648-fishi6-s.pdf Restricted to Registered users only Download (943kB) | Request a copy |
Abstract
Pada 31 Maret 2004, Laksamana Thomas Fargo, komandan pasukan AS di Asia-Pasifik (United States Pacific Command disingkat USPACOM) menyampaikan dalam laporan tahunannya di hadapan kongres, sebuah proposal yang ia sebut Regional Maritime Security Initiative (RMSI). Proposal tersebut mengindikasikan perlunya melibatkan militer angkatan laut Amerika Serikat (AS) dalam usaha pengamanan Selat Malaka karena kawasan ini merupakan jalur komunikasi dan pergerakan para teroris serta berpotensi mendapatkan serangan dari para teroris. Proposal tersebut mendapat persetujuan Singapura, namun tidak dengan dua negara pantai yang lain. Penolakan oleh Indonesia dan Malaysia dilatar belakangi banyak faktor. Tidak seperti AS, Indonesia dan Malaysia menganggap bahwa kejahatan yang terjadi di Selat Malaka bukan merupakan bagian dari aksi terorisme. Selain itu kedua negara beranggapan bahwa kehadiran kekuatan AS dapat mengganggu jalannya kepentingan nasional dan mengancam kedaulatan negara. Posisi Selat Malaka yang diapit tiga negara penting di Asia Tenggara ditakutkan akan membuat Indonesia dan Malaysia jatuh kembali sebagai arena pertarungan kepentingan era perang dingin. Indonesia dan Malaysia semakin mantap menolak RMSI karena kewenangan mereka dijamin oleh beberapa pasal dalam United Nations Convention Law Of The Sea 1982, di mana AS tidak meratifikasinya. Meskipun menolak RMSI, bukan berarti Indonesia dan Malysia tidak hirau akan keamanan dan potensi terorisme di Selat Malaka. Hal ini ditunjukkan dengan dibentuknya IMSS, yaitu pendekatan terpadu dalam sistem pengamanan di Selat Malaka dengan melibatkan beberapa komponen seperti Mallaca Straits Identification System (MSIS), Mallaca Strait Coordinated Patrol (MSCP), Coordinated Maritime Air Patrol Operation (CMAP), Pengejaran lintas batas (Hot Pursuit/Cross Pursuit Border), pertukaran informasi dan intelijen (Intellegence and information exchange), dan pemberian informasi pada publik (public information campaign). Selain di bidang militer, negara-negara pantai Selat Malaka juga melakukan upaya diplomasi. Sepanjang tahun 2005-2006 banyak diselenggarakan pertemuan tingkat internasional oleh negara pantai dengan dukungan International Maritime Organization guna membahas kepentingan-kepentingan baik negara pantai maupun pengguna atas Selat Malaka. Pertemuan-pertemuan itu merupakan usaha untuk mengimplementasikan pasal 43 UNCLOS 1982, dengan jalan mempromosikan burden sharing antara negara pantai dan negara pengguna.
Item Type: | Thesis (Skripsi) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK-2 FIS HI 66/10 Pra s | ||||||
Uncontrolled Keywords: | INTERNATIONAL RELATIONS; MILITARY | ||||||
Subjects: | J Political Science > JZ International relations > JZ5-6530 International relations J Political Science > JZ International relations > JZ5-6530 International relations > JZ6360-6377 Non military coercion |
||||||
Divisions: | 07. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik > Hubungan Internasional | ||||||
Creators: |
|
||||||
Contributors: |
|
||||||
Depositing User: | shiefti dyah alyusi | ||||||
Date Deposited: | 15 Mar 2011 12:00 | ||||||
Last Modified: | 08 Sep 2016 10:28 | ||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/17263 | ||||||
Sosial Share: | |||||||
Actions (login required)
View Item |