Brahmanto Anindito, 070016250
(2006)
POSMODERNISASI LOGIKA BERTUTUR DALAM FILM REALIS ANIMASI HOMELAND Sebuah Analisis Wacana Kritis.
Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Dalam produk-produk berbasis cerita, logika sering tak dianggap penting. Apalagi bila yang dibicarakan ialah film animasi yang secara awam diidentikkan dengan anak-anak. Walaupun memang, logis di ranah fiksi berbeda dengan logis dalam kajian ilmu logika. Di penulisan fiksi, ada istilah definisi kefiktivan (pembatasan yang menentukan sampai sejauh mana unsur-unsur fiktif harus dianggap nyata oleh penonton).
Siapa yang membuat definisi ini? Pengarangnya sendiri, di babak awal cerita. Sebuah karya fiksi dikatakan tak logis bila menyimpang dari definisi kefiktivannya. Ketidaklogisan semakin parah jika sifatnya signifikan dan tak terbantahkan. Namun karena kita hidup di tengah tren seni yang didominasi oleh gaya posmodern, semua itu pun terabaikan. Posmodernisme kental dengan sifatnya yang antistandar dan antilogika. Film-film beraliran posmodern pun dipastikan tak selalu taat pada logika umum. Yang lucu adalah bila film-film nonposmodern turut mengesampingkan logika.
Homeland—dengan segenap prestasinya—dapat menjadi contoh yang bagus mengenai mekanisme sederhana dari usaha memosmodernkan karya-karya realis (nonposmodern) ini, atau lebih praktisnya kita sebut sebagai "posmodernisasi". Untuk mengurai permasalahan ini, peneliti terlebih dahulu menjelaskan apa itu posmodernisasi film-film realis, logika bertutur dalam fiksi, film animasi, dan Aliran Kritis.
Secara keseluruhan, penelitian ini mencoba mendeskripsikan terjadinya posmodernisasi logika bertutur dalam film realis animasi Homeland. Unit analisisnya adalah scene (adegan). Tetapi penelitian tidak berkutat pada teks saja. Supaya posmodernisasi yang tak kasat mata tadi terbongkar, digunakanlah Analisis Wacana Kritis. Metode ini bekerja dalam tiga tingkatan sekaligus. Satu, level mikro, yaitu mengkritisi logika bertutur dalam film. Dua, level meso, yakni menyelidiki pemikiran dan common sense komunikatornya melalui wawancara mendalam. Tiga, level makro, yaitu mempelajari bagaimana kondisi sosiokultural masyarakatnya melalui studi pustaka.
Dari sana dapat diketahui bahwa posmodernisasi di Homeland ternyata terjadi melalui eksekusinya yang antilogika serta pemikiran komunikatornya yang eklekstis, antistandar, dan mewajarkan ide pastische. Latar belakang pendidikan pembuatnya, iklim kapitalisme dan ketidakpedulian pengamat film pun turut berpengaruh terhadap terus terjadinya fenomena tersebut.
Actions (login required)
|
View Item |