DIANA ELOK KRISTANTI, 070316851
(2010)
HISTORISISME KESATUAN INDONESIA:Sketsa kritik Strukturalisme atas Normatifitas Kesatuan Negara Repubhk Indonesia.
Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Perlu digarisbawahi sebelum membincang strukturalisme, bahwa historisisme dan kekuasaan adalah melucuti sistem, meneropong relasi menurut interpendensinya. Jauh sekali dari klasifikasi sebelumnya bahwa kekuasaan dan historisisme adalah representasi atas kehidupan, ketimpangan, kenyataan. Artinya pengetahuan berstatus sebagai klasifikaasi dan itu juga berlaku pada pengetahuan historis. Dan klasifikasi tidak lebih dari klasifikasi tanpa ada substansi dibelakang atau dibaliknya. Itu artinya kekuasaan bukanlah definisi fixed, yang secara substansial dimiliki oleh entitas tertentu.
Mengambil berkah dari aliran ini maka Historisisme Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak lain adalah pengakuan atas kontradiksi-kontrasiksi antara hukum dan normatifitas dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Artinya profil negara yang termuat dalam Konstitusi RIS, UUDS, UUD 1945 bukan berstatus sebagai representasi kedaulatan bangsa dan rakyat Indonesia dari fase ke fase, tapi justru sebagai pengakuan dari kegagalan peradaban Indonesia mengatasi kontradiksi-kontradiksi kebangsaan.
Pengakuan dalam pembukaan Konstitusi RIS, UUDS, dan UUD1945 adalah bukti kuatnya kontradiksi antara keinginan untuk menjamin privasi berkebangsaan (normatifitas fixed) dengan fakta bahwa asing dan pemerintahan pusat adalah musuh yang intim. Semakin dipertegas bahwa kode-kode hukum juga telah gagal mengatasi kontradiksi antara keinginan untuk membakukan aturan bernegara dan berbangsa dengan fakta bahwa bangsa ini tergiur menggonta-ganti aturan berbangsa dan bernegara (RIS,RI)/(Konstitusi RIS,UUDS,UUD)
Dari aliran ini pula bahwa kegagalan mengatasi kontradiksi di tubuh peradaban Indonesia telah berujung pada hasrat kemerdekaan dari berbagai daerah (RMS, Papua, Riau, Sulawesi). Dan hal itu bukanlah hasil provokasi pihak asing tapi justru dipupuk dari ketaksadaran kelas menengah (cara berfikir yang menganggap dirinya diapit oleh dua entitas) yang sudah subur pada masa penjajahan. Tak ayal ketaksadaran inilah termatrikasi dalam tubuh normatifitas kesatuan. Pada gilirannya reproduksi politik pengetahuan via kelas menengah
inilah yang melingkupi iklim berfikir serta peragaan keseharian dalam tubuh pemerintahan, civitas akademika dan tokoh masyarakat.
Actions (login required)
|
View Item |