Fardilla Enfinoria, 060810074 (2012) EFEKTIVITAS PEMBERIAN HORMON PROSTAGLANDIN GONADOTROPIN F2α (PGF2α) DAN PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPIN (PMSG) SERTA KOMBINASI PMSG DAN HUMAN CHORIONIC GONADOTROPIN (hCG) TERHADAP PERSENTASE BIRAHI KELINCI New Zealand. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

Preview	Text (ABSTRAK) gdlhub-gdl-s1-2013-enfinoriaf-22122-6.abstr-t.pdf Download (228kB) | Preview
	Text (FULLTEXT) 1.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) | Request a copy

Abstract

Kelinci merupakan salah satu ternak alternatif penghasil daging yang patut dipertimbangkan untuk tujuan memenuhi kesenjangan antara tingginya jumlah permintaan dan kurangnya ketersediaan produk asal ternak, hal ini disebabkan kemampuan ternak kelinci untuk berkembang biak secara cepat. Periode kebuntingan yang pendek, cepat dewasa kelamin, prolifikasi tinggi dan kemampuan kawin kembali yang singkat setelah partus, kesemuanya menyebabkan interval generasi yang pendek (Effiong dan Wogar, 2007). Salah satu kendala dalam meningkatkan produktivitas kelinci adalah tanda birahi yang kurang jelas, sehingga waktu perkawinan menjadi tidak tepat (Subroto, 2003). Peningkatan fungsi reproduksi sering dilakukan dengan pemberian preparat hormon atau obat-obatan yang dapat mengakibatkan terjadinya birahi serentak serta bertambahnya jumlah ovum dalam siklus estrus normal (Partodihardjo, 1992). Sinkronisasi birahi merupakan suatu upaya untuk meyelaraskan birahi pada sekelompok ternak betina, hingga mengalami peristiwa birahi secara bersama-sama. Penggunaan hormon Prostaglandin F2α sering kali digunakan karena mempunyai sifat luteolitik pada korpus luteum dan sebagai suatu vasokonstriktor yang menyebabkan hambatan aliran darah secara drastis pada korpus luteum sehingga dengan menurunya aliran darah tersebut mengakibatkan regresi korpus luteum sehingga terjadi peristiwa birahi (Partodihardjo, 1992), akibat yang ditimbukan adalah penigkatan kadar FSH yang merangsang terjadinya pertumbuhan dan pematangan folikel dalam ovarium, birahi dan terjadinya ovulasi (Tambing et al, 2000). Hormon yang paling sering digunakan untuk sinkronisasi birahi dan superovulasi adalah PGF2α, PMSG dan hCG, hal ini didasarkan dari segi ekonomisnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan hormon PGF2α, PMSG serta kombinasi PMSG dan hCG dalam hal sinkronisasi birahi dan superovulasi pada kelinci. Hewan percobaan yang digunakan adalah 18 ekor kelinci New Zealand yang berumur 6 bulan dibagi menjadi 3 kelompok (6 ulangan) dan berada pada kandang batteray. Ulas vagina dilakuakan dua kali, sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan sebagai parameter. Kelompok pertama (P1) di injeksi dengan hormon PGF2α 0,3 ml atau setara dengan 1,5mg. Kelompok kedua (P2) di injeksi dengan hormon PMSG 30 IU dan kelompok ketiga (P3) di injeksi dengan kombinasi hormon PMSG dan hCG 40 IU. Injeksi dilakuakan secara intramuskuler. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap ( RAL ). Pengamatan dan pengolahan data menggunakan Uji Chi-Square ( Purnomo, 1992 ). Hasil analisis statistik Uji Chi-Square menunjukan bahwa berdasarkan pengamatan terhadap fase proestrus dan fase estrus pada tiap kelompok perlakuan P1,P2 dan P3. Pada kelompok perlakuan P1 terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) pada P2 terhadap persentase birahi (fase estrus), sedangkan pada perlakuan P2 dan P3 tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) pada P1 terhadap persentase birahi (fase estrus). P1 terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) pada P3 terhadap persentase birahi (fase estrus).

Actions (login required)

View Item