Sudarti, 099913628D (2004) PENGARUH PAPARAN MEDAN MAGNET EXTREMELY LOW FREQUENCY(ELF) DENGAN INTENSITAS 20 - 32 μT TERHADAP MODULASI IMUNITAS PADA MENCIT BALB/C. Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s3-2007-sudarti-5189-disk28-t.pdf Download (619kB) | Preview |
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s3-2007-sudarti.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) | Request a copy |
Abstract
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental. mencit Balb/C secara in vivo dipapa medan magnet ELF pada intensitas 20 32 g T, secara intermiten 8 jam/hari selama 15 hari dan 30 hari. Paparan medan magnet ELF bersifat tak terhalangi, maka secara langsung dapat berinteraksi sel, dilaporkan dapat menimbulkan stress cells (Golfert, 2001), dan mempengaruhi terhadap perilaku sel (Lee, 2000). Oleh karena itu penelitian ini menggunakan paradigma patobiologi dengan konsep stress Cells. Paparan medan magnet ELF dalam penelitian ini dipandang sebagai stressor, sementara sel mengalami stres adalah sel imunokompeten. Diduga sel T dan sel B termasuk sel imunokompeten mengalami stres. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengungkap mekanisme modulasi imunitas sel imunokompeten yang stres pada mencit Balb/C yang di papar medan magnet ELF pada intensitas 20- 32 μ T secara intermiten. 8 jam per hari selama 15 hari dan 30 hari, mengingat sistem imun memegang peranan penting pada mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit, termasuk perkembangan berbagai tumor atau kanker. Perilaku sel T dan sel B yang stres dicerminkan oleh perubahan komponen, sitokin atau imunoglobulin yang dihasilkannya. Oleh karena itu sebagai variabel perubahan perilaku sel T adalah IFN gamma untuk sel Th I, dan IL 10 untuk sel Th2, sementara IgG dan IgM untuk sel B. Pemeriksaan terhadap, Il 10, IFN gamma, IgG, dan IgN4 dilakukan melalui pemeriksaan secara morfofungsi dengan menggunakan metode imunohistokimia. Analsis hasil penelitian ini menggunakan analisis multivariat, mengingat modulasi imunitas merupakan perubahan biologis sistem imun sebagai akibat interaksi dari semua variabel terkait. Analisis diskriminan dilakukan untuk mendapatkan variabel diskriminator (variabel dominan yang berperan sebagai pembeda) atas modulasi imunitas suatu individu termasuk dalam. kelompok terpapar medan magnet ELF selama 15 hari atau 30 hari. Selanjutnya dibangun pola diskriminan yang mencerminkan kontribusi fungsi setiap, diskriminator terhadap, proses modulasi imunitas pada mencit Balb/C yang dipapar medan magnet ELF pada intensitas 20 32 μ T secara intermiten 8 jam per hari selama 15 hari dan 30 hari. Berdasarkan hasil analisis multivariate analysis of variance (Manova) menunjukkan bahwa hasil pengamatan antara peneliti dan pengamat konsisten, maka untuk analisis selanjutnya digunakan data hasil pengamatan peneliti yang secara. statistik berdistribusi secara normal (uji Kolmogorov Smirnov, p >ά; ά = 0,05). Hasil uji pengaruh maturasi, menunjukkan bahwa perubahan pada ke empat variabel penelitian tidak dipengaruhi oleh proses maturasi baik selama 15 hari maupun selama 30 hari. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terjadi modulasi imunitas pada mencit Balb/C yang dipapar medan magnet ELF pada intensitas 20 32 μ T secara, intermiten 8 jam/hari baik selama 15 hari maupun 30 hari, yang dicerminkan oleh peningkatan persentase jumlah limfosit penghasil IL 10 dan prosentase jumlah sel- plasma penghasil IgM secara signifikan (p, < 0,05), yang disertai dengan penurunan. persentase jumlah limfosit penghasil IFN gamma dan prosentase jumlah sel plasma penghasil IgG secara signifikan (p < 0,05). Hasil analisis diskriminan menunjukkan bahwa, variabel IgM dan IFN gamma sebagai diskriminator yang dapat digunakan untuk membedakan kedua kelompok perlakuan tersebut. Berdasarkan pola diskriminstor, tampak bahwa kontribusi IFN gamma maupun IgM dalam modulasi imunitas mencit Balb/c yang di papar medan magnet ELF pada intensitas 20 32 μ T secara intermiten 8 jam perhari meningkat baik selelah paparan baik selama 15 hari maupun 30 hari adalah meningkat. Kontribusi IgM tampak lebih dominan. Pada modulasi imunitas 15 hari, sementara kontribusi IFN gamma, lebih dominan pada modulasi imunitas 30 hari. Peningkatan modulasi imunitas pada mencit Balb/c selelah di papar medan magnet ELF selama 15 hari, menjadi turun selelah paparan selama 30 hari. Kontribusi IFN gamma maupun kontribusi IgM tampak menurun pada modulasi imunitas 30 hari, kontribusi IgM menurun menjadi 1/5 dan kontribusi IFN gamma menurun menjadi '/2. Hal ini diduga bahwa terjadi respons imunodefisiensi pada mencit Balb/c yang dipapar medan magnet ELF pada intensitas 20 32 μ T secara intermiten 8 jam perhari selelah paparan selama, 30 hari. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa terjadi respons menuju adaptation stage pada mencit Balb/C selelah terpapar medan magnet ELF pada intensitas 20 32 μ T secara intermiten 8 jam/hari selama 15 hari yang dicerminkan oleh peningkatan modulasi imunitas pada kelenjar getah bening, namun terjadi respons exhausted dalam bentuk imunodefisiensi yang dicerminkan oleh penurunan modulasi imunitas selelah paparan selama 30 hari. Tampak bahwa, penurunan IFN gamma baik pada kelompok terpapar 15 hari maupun 30 hari ternyata memberikan kontribusi yang tinggi pada modulasi imunitas mencit Balb/c selelah di papar medan magnet ELF baik selama 15 hari maupun 30 hari. Mekanisme modulasi imunitas pada mencit Balb/c yang dipapar medan magnet ELF pada intensitas 20 32 μ T secara intermiten 8 jam/hari selama 15 hari dan 30 hari adalah melalui stress sel T, yang dicerminkan oleh peningkatan Ca2+ sitosol. Peningkatan Ca 2+ sitosol akan meningkatkan ikatan Ca 2+ _ calmodulin dan terbentuk komplek Ca 2+ calmodulin di sitoplasma. Ikatan Ca 2+ calmodulin tersebut mengaktivasi calcineurin, dan Calcineurin yang telah diaktivasi oleh ikatan Ca 2+_calmodulin kemudian mendefosforolasi protein dari NF ATc (nuclear factor of activated T cell cytoplasmic). NF ATc yang kehilangan fosfat akan menembus membran inti dan mengikat enhancer. Ikatan NF AT terhadap enhancer akan memicu terjadinya transkripsi gen sitokin, sehingga terjadi translasi yang dapat mengakibatkan sel Th2 memproduksi IL 10, sehingga jumlah sel T penghasil IL- 10 meningkat. Peningkatan IL 10 akan menghambat aktivitas sel Thl untuk memproduksi IFN gamma, sehingga jumlah sel T penghasil IFN gamma menurun. Penurunan IFN gamma berpengaruh pada penurunan aktivasi terhadap sel plasma untuk melakukan switching rantai μ ke rantai y, sehingga terjadi akumulasi IgM dan penurunan produksi IgG.
Item Type: | Thesis (Disertasi) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKA KK Dis K 28/04 Sud p | ||||||
Uncontrolled Keywords: | IMMUNITY | ||||||
Subjects: | R Medicine > RA Public aspects of medicine > RA1-1270 Public aspects of medicine > RA421-790.95 Public health. Hygiene. Preventive medicine > RA638 Immunity and immunization in relation to public health | ||||||
Divisions: | 09. Sekolah Pasca Sarjana | ||||||
Creators: |
|
||||||
Contributors: |
|
||||||
Depositing User: | Nn Sheli Erlangga Putri | ||||||
Date Deposited: | 10 Sep 2007 12:00 | ||||||
Last Modified: | 07 Aug 2017 23:15 | ||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/28707 | ||||||
Sosial Share: | |||||||
Actions (login required)
View Item |