Dwi Windyastuti
(2002)
Wacana Gender di Kalangan Tokoh Agama.
Other thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Persepsi masyarakat tentang perempuan dan peran serta kedudukannya masih menjadi kontroversi. Bahkan di era globalisasi perempuan masih sering "dicurigai" dan dijadikan "komoditas". Sosiolog Pearson dan Bales beranggapan laki-laki adalah pelaksana, sedangkan perempuan adalah pemelihara. Dan nampaknya anggapan semacam ini semakin mendapat tempat karena banyak dimanipulasi oleh berbagai kalangan agama demi kepentingan penindasan terhadap kaum perempuan. Banyak kaidah-kaidah agama dijadikan instrumen untuk menghambat perkembangan ke arah kesetaraan gender.
Penelitian tentang wacana gender di kalangan tokoh agama menggunakan tipe penelitian deskripstif, artinya penelitian ini ingin mendeskripsikan pandangan para tokoh agama dan intelektual yang memahami masalah agama, tentang gender, kemudian dianalisa dan disimpulkan. Sedangkan pengumpulan data bersifat dokumentasi literatur, dimana peneliti mengumpulkan literatur-literatur yang membahas mengenai pandangan tokoh agama ataupun kaum intelektual yang memahami masalah agama, mengenai gender. Selanjutnya dilakukan analisa dengan teknik analisa data yang dipakai untuk menganalisa keseluruhan data yang sudah terkumpul bersifat kualitatif, artinya data-data yang ada, baik berupa label maupun simbol-simbol akan dianalisa dan dipaparkan secara naratif
Munculnya ketidakadilan gender disebabkan oleh perbedaan gender, yang bisa dialami oleh laki-laki dan perempuan khususnya. Ketidakadilan gender merupakan system dan struktur dimana baik laki-laki maupun perempuan menjadi korban dari system tersebut. Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni marginalisasi atau pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotype atau melalui pelabelan negatif, kekerasan atau violence, beban kerja lebih banyak dan lebih panjang, serta sosialisasi ideology nilai peran gender. Manifestasi ketidakadilan gender ini tidak bisa dipisah-pisahkan, karena saling berkaitan dengan berhubungan saling mempengaruhi secara dialektis
Dalam pembagian kerja, sebagian besar tokoh agama melihat bahwa perempuan tidak dibedakan dalam wilayah pembagian kerjanya dengan laki-laki. Hanya perbedaan terjadi dalam peranan mereka dalam rumah tangga, dimana secara kodrati, wanita haruslah menjadi seorang ibu dan laki-Iaki adalah kepala rumah tangga. Hal ini berbeda dalam peran wanita politik, sampai saat ini masih menjadi polemik di kalangan tokoh agama, terutama menyangkut legalitas perempuan untuk menjadi kepala Negara / pemimpin. Umumnya mereka menggunakan kaidah agama untuk menghambat kemajuan keterlibatan perempuan dalam berbagai aktivitas. Persoalan-persoalan yang terkait dengan pembagian kerja, keadilan gender, diskriminasi perempuan dan pemberdayaan perempuan sering dianggap sebagai ancaman bagi aliran-aliran dalam agama.
Diskriminasi terhadap wanita terjadi di setiap aspek kehidupan, seperti lingkungan kerja, kegiatan perekonomian, politik, budaya bahkan dalam kehidupan rumah tangga. Dalam kehidupan beragama terlihat pula bahwa di satu sisi dalam sebagian besar agama berkembang gerakan liberal, ada tarikan yang sama kuatnya ke arah fundamentalisme. Fundamentalisme cenderung menekankan perbedaan perempuan dan laki-laki, baik di gereja-gereja AS ataupun masjid-masjid Iran, mengklaim sanksi ketuhanan bagi peran gender yang terpolarisasi. Tapi sebagain besar tokoh agama tidak setuju adanya diskriminasi terhadap wanita. Pada dasarnya mereka beranggapan bahwa diskriminasi terhadap wanita tidak perlu ada. Perempuan tetap mempunyai kesempatan untuk memimpin dalam berbagai bidang, tetapi hal ini berbeda dengan keberadaan mereka dalam keluarga. Pada dasarnya perempuan tetap mempunyai kewajiban untuk tunduk dan patuh kepada laki-laki (suami). Perempuan bisa memimpin jika laki-laki tidak ada di rumah.
Actions (login required)
|
View Item |