Ginting, Eliezer (1996) TRANSFORMASI SOSIAL PETANI DALAM USAHA SAPI PERAH: KASUS MASYARAKAT DESA KEMIRI KECAMATAN JABUNG KABUPATEN MALANG. Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Full text not available from this repository. (Request a copy)Abstract
Penelitian lapangan dilaksanakan dari tanggal 10 Juli 1994 sampai dengan 15 Mei 1995, di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. Desa Kemiri sebagai site penelitian terletak di sebelah Timur Kota Madya Malang, dengan jarak lebih kurang 25 km. Desa ini memiliki 7 buah dusun yang terletak di lereng-lereng bukit dengan ketinggian rata-rata 731m dari permukaan air laut. Sebagai daerah agraris, penduduk desa sebanyak 80% bekerja dalam sektor pertanian, namun hanya 22% yang menjadi pemilik lahan pertanian dan selebihnya atau 58% terdiri atas buruh tani yang tidak memiliki lahan (tunakisma). Sedang 12% bekerja di dalam sektor perdagangan dan sisanya bergerak dalam bidang jasa seperti tukang, industri kecil, pegawai swasta dam pemerintah. Dalam mencermati proses transformasi tersebut maka rincian pertanyaan diajukan sebagai berikut: (1) Bagaimana proses transformasi sosial petani dalam usaha sapi perah?, (2) Unsur-unsur apa yang berperan dan motif petani sebagai latar belakang kesediaan mereka menerima usaha sapi perah di samping usahanya yang lain?, (3) Bagaimana hubungan kerja sosial ekonomi sehingga para petani dapat eksis dalam kehidupan masyarakat desanya?, (4) Sejauhmana hambatan struktural, serta konsekuensi apa yang dialami petani dalam transformasi sosial tersebut? Penelitian ini ditujukan untuk memahami dan mendeskripsikan: 1) Proses transformasi sosial petani ternak sapi perah, 2) Unsur dan motif petani untuk menerima sapi perah sebagai salah satu usaha di samping usahanya yang lain, 3) Hubungan kerja sosial ekonomi produksi dalam usaha sapi perah, 4) Peluang dan hambatan hambatan struktural serta konsekuensi transformasi yang dialami petani ternak sapi perah. Penelitian diharapkan bermanfaat terhadap pengembangan ilmu pengetahuan ilmiah di bidang sosiologi dengan fokus transformasi sosial. Selain itu juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pembuat kebijaksanaan tatkala mereka menyusun perencanaan pembangunan peternakan. Ungkapan makna dan informasi yang diperoleh dari petani sebagai aktor kiranya dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik ketika mereka melaksanakan kegiatan usaha sapi perah. Byres (1984) menyatakan transformasi sosial adalah suatu perjalanan waktu dan didalamnya tercakup suatu masa peralihan. Sedang transformasi sosial di pedesaan berawal dari pelaksanaan program penataan penguasaan tanah dan industrialisasi sampai terbentuknya susunan hubungan sosial ekononi produksi yang baru. Harris (1982), memberikan arti trasformasi sosial sebagai suatu proses perubahan susunan hubungan sosial ekonomi, berubahnya masyarakat agraris tradisional menjadi masyarakat dengan sistem pertanian telah terintegrasi ke dalan sistem ekonomi secara keseluruhan. Transformasi sosial dapat dilihat dari penekanan saling hubungan antara faktor ekologi, teknologi, demografi dan kultur masyarakat dalam suatu sistem usaha tani. Kerangka konseptual yang digunakan dalam mencermati proses transformasi adalah fungsionalisme struktural. Sudut pendekatan teori ini menganggap masyarakat pada dasarnya terintegrasi di atas kata sepakat terhadap nilai-nilai kemasyarakatan yang berlaku di dalam suatu sistem sosial. Dengan perkataan lain suatu kesepakatan umum (general agreements) memiliki daya untuk mengatasi perbedaan pendapat dan kepentingan di antara para anggota masyakatnya sebagai akibat dari suatu perubahan sosial, (Parsons dan Shils 1962); (Parsons 1971) dan (Parsons 1977). Penelitian ini menggunakan metode triangulasi dengan melakukan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif menggunakan studi kasus untuk mengungkapkan hubungan antar satu struktur dengan struktur lainnya sebagai pelengkap dalam pendekatan kualitatif. Sedang pendekatan kualitatif menggunakan teknik observasi dan partisipasi agar dapat memperoleh suatu pemahaman yang mendalam (insight) dan menyeluruh (whole). Pengambilan sampel dalam pendekatan kuantitatif ditempuh melalui dua tahap, yakni: Pertama pengambilan desa sebagai site penelitian. Kedua, pengambilan sampel petani yang mengusahakan sapi perah dengan tujuan pemeliharaan untuk produksi air susu. Selanjutnya petani ternak dibagi atas dua strata, yang pertama dipilih petani yang memelihara 5 ekor induk sapi perah atau lebih, dan strata kedua dipilih petani ternak yang memelihara kurang dari 5 ekor induk. Pemilihan sampel ini dilakukan secara sengaja (purposive sampling), yakni mereka yang memelihara sapi perah dengan tujuan produksi air susu, mengusahakan induk yang sedang laktasi dan komunikatif dalam menyediakan waktu ketika penelitian ini dilakukan. Sehingga terpilih 12 rumah tangga tani ternak untuk strata satu dan 18 rumah tangga untuk strata dua. Pengambilan sampel dalam pendekatan kualitatif dilakukan dengan teknik salju bergulir sampai dengan data yang diperoleh telah menunjukkan kejenuhan. Selanjutnya dengan memanfaatkan pengalaman pendekatan kuantitatif, maka diperoleh informan kunci sebanyak 9 orang. Teknik pengumpulan data dalam pendekatan kuantitatif dilakukan dengan wawancara dan mencatat informasi yang terfokus pada pengungkapan hubungan antara satu struktur dengan struktur lainnya. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode statistika korelasi dan deskriptif. Pengumpulan data dalam pendekatan kualitatif dilakukan dengan teknik observasi dan partisipasi, agar dapat diperoleh suatu pemahanan yang mendalam (insight) dan menyeluruh (whole) tentang struktur yang diamati. Analisis data dilakukan secara deskriptif bersamaan dengan proses pengumpulan data lapangan. Dari hasil pendekatan kuantitatif diperoleh hubungan yang sangat nyata antara luas lahan yang diusahakan dengan luas lahan yang dimiliki. Hal ini memberikan arti bahwa semakin luas lahan yang diusahakan maka semakin luas pula lahan yang dimiliki. Dan lahan yang diusahakan dan yang dimiliki menentukan kemampuan petani dalam usaha sapi perah. Pendapatan petani dari sapi perah diketahui berhubungan sangat nyata dengan jumlah sapi perah yang diusahakan, jumlah induk laktasi, jumlah tenaga kerja dalam usaha sapi perah, produksi air susu, dan jumlah sapi yang dimiliki. Hasil analisis statistik deskriptif rata-rata luas lahan yang diusahakan petani 0,55 ha; maksimal 2,5 ha dan tunakisma, dengan Sd = 0,75 ha. Luas lahan milik sendiri rata-rata 0,45 ha, maksimal 2 ha dan tunakisma, dengan Sd = 0,57. Dari data ini ternyata rataan lahan yang diusahakan lebih luas dibandingkan dengan lahan yang dimiliki sendiri. Hal ini disebabkan adanya sewa-menyewa lahan atau sakap di antara para petani Desa Kemiri. Dan ternyata pemilik lahan luas justru menjadi penyewa lahan dari petani lahan sempit untuk keperluan tanaman kopi dan tebu. Bahkan sering terjadi, pembelian lahan dilakukan dari hasil penjualan ternak sapi perah. Distribusi rata-rata pendapatan petani ternak sapi perah per bulan sebesar Rp 93.783,- maksimal Rp 453,756,- dan tanpa memperoleh pendapatan sama sekali dari usaha sapi perah. Penelitian ini telah menunjukkan terjadinya ketimpangan distribusi penguasaan lahan, pemilikan lahan, penguasaan sapi perah, dan pemilikan sapi perah. Di samping itu juga ditemukan semakin terintegrasinya elit desa ke dalan organisasi sosial bentukan dari atas seperti LKMD, LMD, kelompok tani, kelompok tani ternak, dan KUD Jabung. Sebaliknya ikatan komunal mereka dalam lembaga perukunan desa semakin lemah. Hal ini tercermin dalam berkembangnya orientasi komersial yang kontraktual dari elit desa dalam menjalankan sistem kelembagaan seperti penguasaan lahan pertanian dan penguasaan sapi perah. Kondisi ini terjadi karena kuatnya dorongan ekonomi elit desa untuk memperbesar penguasaan sumber ekonomi mereka dengan orientasi sistem ekonomi pasar ataupun kegiatan perdagangan di luar pertanian. Kajian ini menemukan bahwa transformasi sosial berawal dari usaha pengembangan usaha sapi perah yang dilakukan oleh Dinas Peternakan pada tahun 1989. Sedang unsur-unsur yang berperan dan bermakna sebagai latar belakang petani menerima usaha ini adalah adanya rasa ingin untuk dapat menambah pendapatan keluarga, sebagai peluang kerja, memperluas lahan dengan menjual produksi dan meningkatkan status sosial rumah tangga. Pola hubungan kerja sosial ekonomi produksi tercermin dalam kelompok tani ternak dan KUD serta hubungan mereka dengan Pemerintahan Desa, Dinas Peternakan, dan Dinas Kehutanan. Peluang dan hambatan struktual tampak pada pelayan KUD sebagai penyedia sarana produksi dan sebagai wadah pemasaran air susu. Teknologi usaha sapi perah telah memasuki kehidupan usaha tani masyarakat Desa Kemiri sejak awal tahun 1989, walaupun secara ekstensif usaha ini telah dikenal sejak jaman Belanda dengan cara pemeliharaan hampir sama dengan pemeliharaan sapi kerja. Diseminasi usaha sapi perah ke desa ini dikenal dengan program bantuan kredit koperasi melalui Bank Rakyat Indonesia. Petani sebagai penerima kredit produksi memperoleh sapi perah impor Friesien Holstein dari New Zealand. Untuk menjadi peserta kredit, petani harus menyediakan uang sebesar 10 % dari harga sapi (lebih kurang Rp. 200.000,-). Pengembalian kredit dilakukan melalui penyetoran air susu sebanyak 3 liter per hari per ekor selama 7 tahun. Dengan demikian petani sekaligus menjadi anggota Koperasi Unit Desa Jabung dengan kewajiban memasarkan produksi din memperoleh pelayanan sarana dari lembaga ini. Struktur penguasaan lahan mempengaruhi jumlah penguasaan sapi perah, dan kesempatan untuk memperoleh sumber ekonomi hasil peternakan ditentukan oleh tinggi rendahnya tingkat ekonomi petani. Para petani yang memiliki atau mengusaha lahan luas sekaligus menguasai surplus produksi pertanian dan surplus ini sebagian diinvestasikan dalam usaha sapi perah. Distribusi pendapatan petani dalam usaha sapi perah tampak sangat timpang disebabkan adanya perbedaan pemilikan aset atau modal produksi di samping berbedanya kapasitas keterampilan manajemen dalam usaha tersebut. Kendatipun demikian persebaran teknologi usaha sapi perah tidak hanya menguntungkan petani kaya atau lahan luas tetapi juga petani lahan sempit. Fenomena ini menimbulkan diferensiasi kerja dan pelapisan petani di dalam struktur yang lebih berjenjang. Dengan perkataan lain teknologi pertanian menguntungkan semua lapisan petani. Dalam hasil temuan data dan fakta lapangan maka dapat di bangun konsep yang dituangkan dalam proposisi sebagai berikut: Proposisi 1: Usaha sapi perah dapat diterima dan dipergunakan oleh petani dari berbagai kategori luas lahan dan lapisan sosial. Sedang jumlah sapi yang diusahakan, berhubungan dengan surplus produksi usaha tani yang diperoleh, sehingga mengubah mekanisme distribusi sosial dan ekonomi mereka. Proposisi 2: Surplus absolut dari usaha sapi perah berfungsi sebagai penyedia tabungan dan sarana untuk memperoleh aset-aset tambahan dalam proses akumulasi modal. Sedang melalui konsolidasi kekuasaan ekonomi, status sosial dan politik mempengaruhi jarak sosial di dalam kelembagaan desa. Proposisi 3: Status sosial ekonomi berpengaruh di dalam dimensi gaya hidup dan dimensi kehormatan sosial dan menjadi sarana untuk memperoleh kekuasaan dalam pemerintahan desa. Proposisi 4: Kepentingan-kepentingan individu disamarkan sedang identitas komunal dipertahankan sebagai strategi lembaga dalam menjalankan mekanisne adaptif dan integrasi masyarakat desa. Proposisi 5: Konsekuensi transformasi sosial sebagai akibat diseminasi teknologi peternakan mempengaruhi struktur sosial masyarakat Dengan kecenderungan kelembagaan tradisional desa berubah bentuk menjadi organisasi yang bersifat assosiatif. Sedang kedudukan dalam birokrasi desa, dan penguasaan modal luar pertanian, mempengaruhi sistem usaha dan jaringan hubungan kerja sosial ekonomi masyarakat. Dengan demikian hasil kajian ini telah memberikan celah pemahaman masyarakat desa, dan memiliki kontribusi dalam pengembangan pengetahuan ilmiah dalam jajaran peternakan di bidang sosiologi. Selain itu dapat digunakan sebagai informasi untuk penelitian lebih lanjut ketika petani Desa Kemiri telah membayar kembali kredit produksinya. Sebab walau bagaimanapun transformasi sosial merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Sedang di sisi yang lain data dan fakta ini juga dapat digunakan sebagai suatu alternatif untuk mengatasi hambatan struktural terutama dalam memperoleh kredit produksi dan kewajiban yang dibebankan kepada petani. Kesiapan petani untuk menerima teknologi juga sangat tergantung kepada institusi pembangunan, dan dengan suatu perencanaan program yang didasarkan atas data dan fakta lapangan akan lebih bermakna dalam menyampaikan pesan. Integrasi masyarakat desa ke dalam organisasi sosial bentukan dari atas seperti kelompok tani, kelompok tani ternak, KUD Jabung, LKMD, dan LMD mempengaruhi ikatan komunal desa. Hal ini tampak pada lembaga pirukunan desa menjadi semakin lemah dan berkembangnya orientasi komersial ke dalam sistem pasar dan perdagangan di luar pertanian. Berdasarkan bukti-bukti yang telah diutarakan maka diharapkan adanya peninjauan kembali terhadap persyaratan penerimaan kredit usaha sapi perah. Sehingga terbukanya peluang bagi petani dari semua lapisan untuk menerima inovasi tersebut. Selain itu penetapan harga sarana produksi dan air susu hendaknya dapat di lakukan secara kesepakatan antara pihak petani dengan pihak KUD. Sedang kemampuan manajemen hendaknya menjadi perhatian bagi semua pihak yang terlibat dalan usaha sapi perah, sehingga ide dasar implementasi usaha sapi perah dapat tercapai. Pengaruh akan akses sosial ekonomi yang telah dimiliki oleh petani lebih lanjut memasuki berbagai dimensi kehidupannya, hal ini tampak pada perilaku ekonomi dalam mengkonsumsi beda materi di luar kebutuhan konsumsi pokok rumah tangga. Namun demikian sangat diharapkan adanya keseimbangan dalam mengatur kebutuhan hidup, sehingga integrasi yang telah dilakukan dapat digunakan sebagai modal untuk penyesuaian diri terhadap lingkungannya yang memasuki komunitasnya. Translation: The intensification of agriculture development directed to rural areas in 1970-s caused a social change with the basics. That agriculture technology incited the farmers to be more integrated not only into national socio-economics system but international as well. Almost at the same time, when the farmers were getting agriculture technology, the introduction and the dissemination of dairy cattle farming technology began to go into their life. Research method was triangulation, that is, using both quantitative and qualitative approach. In quantitative approach there were 30 dairy cattle farmers to choose as research sample, and in quantitative approach 9 people were considered as the key informers. The result of field research found that: 1) Dairy cattle farming could be accepted and used by the farmers from the various type of farmland-scale and social stratification. Meanwhile, the total number of cows correleted to agriculture farm so that it changed social distribution mechanism and their economics, 2) The absolut surplus from dairy farming function to provide saving and facilities in order to get additional income in process of capital accumulation, 3) Socio-economical status had influence on the life-style, priviledge and also served as means to obtain power in village bureucracy, 4) The individual intrests were concealed as an institution strategy to carry out adaptive mechanism and villager integration, 5) The concequence of social transformation as the effect of the dissemination of dairy cattle farming technology influenced social structure of the society which tend to change the village traditional institution into associate organization.
Item Type: | Thesis (Disertasi) | ||||
---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | 303.4 Gim a | ||||
Uncontrolled Keywords: | SOCIAL, CHANGES; ACADEMIC DISSERTATION | ||||
Subjects: | H Social Sciences > HM Sociology > HM(1)-1281 Sociology > HM831-901 Social change H Social Sciences > HT Communities. Classes. Races > HT51-1595 Communities. Classes. Races > HT601-1445 Classes > HT675-690 Classes arising from occupation |
||||
Divisions: | 09. Sekolah Pasca Sarjana > Ilmu ilmu Sosial | ||||
Creators: |
|
||||
Depositing User: | Nurma Harumiaty | ||||
Date Deposited: | 01 Jan 1996 12:00 | ||||
Last Modified: | 03 Nov 2016 22:27 | ||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/29004 | ||||
Sosial Share: | |||||
Actions (login required)
View Item |