Siahaan, Hotman (1996) PEMBANGKANGAN TERSELUBUNG PETANI DALAM PROGRAM TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANKAN SUBSISTENSI. Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Full text not available from this repository. (Request a copy)Abstract
Studi ini bertujuan mengetahui respons petani terhadap program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) yang dibentuk melalui Inpres No. 9 Tahun 1975, yang sejak diterapkan ternyata menimbulkan berbagai bentuk penolakan dan protes sosial petani, baik secara terbuka maupun terselubung. Masalah yang hendak dijawab melalui studi ini adalah sejauh mana realitas pembangkangan terselubung dalam program TRI merupakan reaksi yang rasional terhadap hegemoni birokrasi yang gagal mengartikulasikari kepentingan para petani dalam program TRI, dan sejauh mana pembangkangan terselubung tersebut sebagai upaya mempertahankan batas keamanan subsistensi petani demi kelangsungan hidupnya. Studi ini dilakukan di wilayah Kecamatan Papar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, dengan menggunakan metode field research dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara berstruktur dalam depth interview. Empat desa penelitian dipilih secara purposive dari 17 desa di wilayah Kecamatan Papar. Responden berjumlah 130 petani peserta TRI juga dipilih secara purposive. Analisis dilakukan secara kuantitatif-deskriptif, sedangkan untuk data yang bersifat diskret kuantitatif, interpretasi dilakukan dengan deskripsi skala nominal, ordinal, maupun interval. Dengan pendekatan teori yang dikemukakan oleh James C. Scott, Everyday Forms of Peasant Resistance, dan Rational-actors Theory yang dikemukakan oleh Samuel Popkin, studi ini menguji empat hipotesis. Pertama, pembangkangan terselubung yang dilakukan petani dalam program TRI adalah sebagai reaksi rasional guna mengartikulasikan kepentingan kepentingan mereka terhadap hegemoni birokrasi dalam program TRI. Kedua, pembangkangan terselubung yang dilakukan petani muncul di dalam tata hubungan produksi antara petani miskin dan petani kaya, dan antara petani dan berbagai institusi yang mendominasi tata hubungan produksi tersebut lewat aplikasi program TRI. Ketiga, dominasi jaringan birokrasi pemerintah di dalam program TRI, yang gagal mengartikulasikan kepentingan petani, merupakan faktor yang paling menentukan lahirnya realitas pembangkangan terselubung tersebut. Dan keempat, pembangkangan terselubung yang dilakukan para petani di dalam program TRI adalah sebagai upaya untuk mempertahankan batas keamanan subsistensi dengan menjalankan sistem demi kerugian minimal bagi diri para petani tersebut. Hasil penelitian menunjukkan, keempat hipotesis yang diajukan tersebut dapat dibuktikan kebenarannya. Kenyataan juga menunjukkan TRI lebih merupakan suatu usaha tani kontrak (contract farming) yang sarat muatan kepentingan ekonomi-politik negara guna mencapai tujuan industri gula nasional. TRI sebagai contract farming berlangsung di dalam konteks fragmentasi tanah, di mana intensifikasi justru menimbulkan biaya-biaya sosial tinggi. Pembangkangan terselubung berlangsung di dalam konteks kuatnya hegemoni negara, dan hegemoni aparatur negara melalui birokrasi TRI, dan pembangkangan tersebut merupakan alternatif untuk mendapatkan selective incentives di dalam konteks yang hegemonik. Pembangkangan terselubung itu menimbulkan paradoks dengan Inpres No. 9/1975 yang menghendaki agar petani menjadi "tuan di atas tanahnya sendiri", namun di dalam kenyataan para petani jauh dari menjadi "tuan", sebab justru menjadi buruh di atas tanahnya sendiri. Akibatnya para petani melakukan pembangkangan terselubung dengan memilih keluar dari sistem produksi TRI, dan justru di sana timbul paradoks, sebab pada dasarnya pembangkangan terselubung tersebut membuka peluang efisiensi dan efektivitas dalam sistem produksi. Namun dalam kenyataan, efisiensi dan efektivitas tersebut direduksi oleh tingginya regulasi dalam program TRI. Secara teoritis studi ini mengajukan posisi teori pembangkangan terselubung dalam konteks teori-teori yang membicarakan protes-protes sosial dan tindakan kolektif petani. Kesimpulannya, teori pembangkangan terselubung petani TRI dapat dikategorikan sebagai everyday forms of peasant resistance, namun di dalam konteks memudarnya ikatan-ikatan tradisi desa, sehingga pembangkangan terselubung petani tersebut tidak dalam upay a untuk mempertahankan tradisi yang mengalami erosi akibat komersiahsasi dan perluasan pasar. Teori Pembangkangan Terselubung merupakan tindakan rasional dan individual para petam, tapi bukan dalam kategori teori Pilihan Rasional sebagaimana dikemukakan Samuel Popkin, sebab pembangkangan tersebut tidak bersifat terbuka, berlangsung secara informal, tidak dinyatakan, dan dalam skala kecil. Dengan demikian posisi teori Pembangkangan Terselubung yang ditemukan dalam studi ini merupakan eklektisasi yang berada di antara teori everyday forms of peasant resistance, dan teori Pilihan Rasional, yang dihubungkan oleh faktor kuatnya hegemoni negara, balk secara ideologis maupun material. Translation: This study aims to find out peasants' response to the Intensified Smallholder Sugar Cane Program (TRI) set up through Presidential Instruction No. 9/1975, which has changed the relations of production in sugar cane cultivation from those in which peasants lease their land to sugar factories to those in which peasants are in control of their own land. The problem that this study attempts to answer is how far the appearance of disguised resistance is a relational response of peasants to the TRI program in the context of mobilization and coercion instead of participation. The other problem to be answered is whether the disguised resistance is a form of individual or communal awareness to defend the security of subsistence as a result of the failure of the bureaucracy to articulate the interests of peasants vis-a-vis those of the government in the TRI program. The study uses theoretical approaches concerning moral economy and everyday forms of peasant resistance as proposed by James C. Scott, combined with theoretical approaches concerning rational choice and political economy as put forward by Samuel Popkin. In addition, it uses theoretical approaches discussing social movements and protest from different experts, based on social class as well as individual factors. The method used is field research with data collection techniques of structured in-depth interviews. The research sites have been purposively selected in four villages in Papar District, Kediri Regency, East Java Province. Research population consists of TRI peasants, while the sample is selected purposively. Data have been analyzed qualitatively. Data and phenomena gathered have been interpreted hermeneutically. Insofar as data are in the form of quantitatively discrete units, quantitative interpretation has been carried out to describe them through nominal, interval as well as ordinal scales. Research results show that disguised resistance carried out by peasants in the TRI program is a rational reaction to defend the margin of subsistance security. Disguised resistance is carried out in the context of strong state hegemony through the dominance of bureaucracy in the TRI program which gives priority to mobilization and coercion instead of participation. The disguised resistance takes place in different manners, namely non-involvement in the production process, departure from the production process avoidance (the obligation to give up land to be planted with sugar cane in turns), avoidance of the process of felling and transporting sugar cane, sugar cane milling at another factory; even cane burning. The theoretical implication of TRI peasants' disguised resistance is that it is counterproductive with regard to peasant movements that are open, organized, and political, because the penetration achieved through the resistance is only in the context of non-ideological hegemony. As a form of opposition, the disguised resistance of these peasants is categorized as an everyday form of peasant resistance, not as unorganized rural protest or organized rural rebellion, which are rational and individual reaction on the context of the waning of traditional rural social values in relations of production. As a theory, hegemony is a factor that binds together the disguised resistance theory, which is in turn a result. of the eclectization of the theory of everyday forms of resistance and rational actors theory.
Item Type: | Thesis (Disertasi) | ||||
---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | 331.892 834 71 | ||||
Uncontrolled Keywords: | STRIKE; FARMER; ACADEMIC DISSERTATION | ||||
Subjects: | H Social Sciences > HN Social history and conditions. Social problems. Social reform > HN1-995 Social history and conditions. Social problems. Social reform H Social Sciences > HT Communities. Classes. Races > HT51-1595 Communities. Classes. Races > HT601-1445 Classes > HT675-690 Classes arising from occupation |
||||
Divisions: | 09. Sekolah Pasca Sarjana > Ilmu Sosial | ||||
Creators: |
|
||||
Depositing User: | Nurma Harumiaty | ||||
Date Deposited: | 01 Jan 1996 12:00 | ||||
Last Modified: | 03 Nov 2016 22:34 | ||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/29006 | ||||
Sosial Share: | |||||
Actions (login required)
View Item |