ADNIL EDWIN NURDIN, 099913626 D (2004) POLIMORFISME TAQ IA GEN DRD2 DAN KEPRIBADIAN SEBAGAI DETERMINAN PENYALAHGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF DAN PERILAKU BERPRESTASI PADA SUKU MINANGKABAU : Penelitian genetika perilaku pada manusia. Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (aBSTRAK)
2ABSTRAK.pdf Download (349kB) | Preview |
|
|
Text (Fulltext)
gdlhub-gdl-s3-2007-nurdinadni-5400-disk07-p.pdf Download (1MB) | Preview |
Abstract
National Household Survey di Amerika Serikat pada tahun 1992 menemukan sebagian besar (63%) dari populasi dalam lingkungan dengan substance availability yang sama, tidak pernah menyalahgunakan zat. Berarti faktor lingkungan eksternal seperti substance availability tidak merupakan faktor dominan untuk terjadinya penyalahgunaan zat. Temuan survei keluarga, kembar dan adopsi, menunjukkan hampir semua penyalah¬guna zat memiliki keluarga sedarah yang juga menyalahgunakan zat sampai beberapa generasi. Terdapat kesan bahwa perilaku penyalahgunaan zat diwariskan secara genetik. Blum (1990), mendeteksi asosiasi allel Al gen dopamine receptor D2 (DRD2) dengan kecanduan alkohol pada populasi Anglo Saxon di Amerika Serikat. Allel Al gen DRD2 mengurangi jumlah dopamine receptor D2 (DRD2) di nucleus accumbens (NAc), yang menyebabkan berkurangnya jumlah dopamin (DA) yang terikat pada DRD2. Sindroma Defisiensi Reward (SDR) akibat defisit Sistem Reward Mesolimbik yang merupakan pusat kenikmatan, di hipotesiskan sebagai determinan kecanduan alkohol. Dalam hal ihi berkurangnya DA yang terikat pada DRD2 menyebabkan penderita SDR tidak mampu merasakan kenikmatan pada pemuasan dorongan instinktual normal. Akibatnya individu itu selalu dalam keadaan dysphoric state (perasaan tidak nyaman). Bila terdapat defisit fungsi luhur prefrontal cortex yang menimbulkan gangguan penilaian, antisipasi, atau perencanaan perilaku akan terjadi perilaku impulsif maladaptif seperti penyalahgunaan alkohol untuk mengati perasaan tidak nyaman. National Institute on Drug Abuse (NINA) di Amerika Serikat pada tahun 1999 mengemukakan peran SDR sebagai determinan spektrum adventurisme yang bermanifestasi sebagai perilaku menyimpang yang mencakup penyalahgunaan zat. Goleman (2000) mengemukakan bahwa trait temperamen Novelty seeking (NS) merupakan gambaran khas dari spektrum kecenderungan adventurisme, yang bermanifestasi sebagai perilaku Pleasure seeking behavior (PSB) dan Novelty seeking behavior (NSB). Perilaku PSB dapat bersifat maladaptif seperti kecanduan opioid, judi patologis, selingkuh patologis, pedofilia, dan habitual crime, maupun adaptif seperti habituasi rokok. Perilaku NSB bersifat adaptif seperti perilaku berprestasi. Mengacu pada azas relatifitas lingkungan, penilaian adaptif atau maladaptif suatu perilaku ditentukan norma sosial budaya. Kecanduan opioid dianggap perilaku menyimpang universal. karena ditolak semua lingkungan sosial budaya. Perilaku berprestasi dianggap perilaku adaptif universal karena dihargai semua lingkungan sosial budaya. Cloninger dan Svrakic (2000) mengemukakan bahwa pecandu opioid berkepribadian maladaptive deviant behavior responses dan individu berprestasi berkepribadian highly adaptive behavior responses. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa tinggi trait NS dan frekwensi genotip A1A1 gen DRD2 tidak berbeda bermakna diantara individu yang berperilaku didalam spektrum adventurisme (kecanduan opioid, berprestasi, dan habituasi rokok), tetapi lebih tinggi bermakna dari pada individu yang berperilaku diluar spektrum adventurisme (tidak mampu berprestasi dan tidak merokok serta tidak menyalahgunakan zat), serta membuktikan kepribadian pecandu merupakan maladaptive deviant behavior responses dan individu berprestasi merupakan highly adaptive behavior responses. Subjek penelitian ialah adalah populasi Minangkabau murni tiga generasi yang berperilaku didalam spektrum adventurisme, terdiri dari 15 pecandu opioid, 15 individu berprestasi, dan 17 individu perokok yang tidak berprestasi dan tidak menyalahgunakan zat. Pembanding ialah kelompok individu yang berperilaku diluar spektrum adventurisme terdiri dari 13 individu tidak merokok yang tidak berprestasi dan tidak menyalahgunakan zat. Semua subjek penelitian bertempat tinggal dilokasi yang sama dengan pecandu opioid sehingga menghadapi faktor pendukung lingkungan substance availability yang sama. Tinggi trait NS diukur dengan Temperament Character Inventory (TCI) pada seluruh sampel, allel Al gen DRD2 dalam genotip AlA1 dan AlA2 dengan restriction enzyme digest pada hasil elektroforesis gel dari produk polymerase chain reaction (PCR) dari mukosa buccal. Profil kepribadian pecandu dan individu berprestasi dinilai dengan Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI). Analisis hasil penelitian tidak menemukan perbedaan bermakna pada rerata tinggi trait NS pecandu (18,07, SD 1,16) dengan individu berprestasi (17,67, SD 1,06) (t = 0,49, p = 0,63). Rerata tinggi trait NS pecandu (18,07, SD 1,16) lebih tinggi bermakna dari pada individu perokok yang tidak berprestasi dan tidak menyalahgunakan zat (15,47, SD 2,10) (t = 4,25, p = 0,0002), dan dari pada individu tidak merokok yang tidak berprestasi dan tidak menyalahgunakan zat (12,62, SD 1,45) (t = 4,44, p = 0,0000). Rerata tinggi trait NS individu perokok yang tidak berprestasi dan tidak menyalahgunakan zat (15,47, SD 2,10) lebih tinggi bermakna dari pada individu tidak merokok yang tidak berprestasi dan tidak menyalahgunakan zat (12,62, SD 1,45) (t = 4,20, p = 0,0001). Frekwensi genotip A1A1 pecandu opioid (53,33%) lebih tinggi bermakna dari pada individu tidak merokok yang tidak berprestasi dan tidak menyalahgunakan zat dimana tidak ditemukan genotip A1A1 (F 1(x)=25,53, p=0,010), tetapi tidak berbeda bermakna dengan individu berprestasi (53,33%)(Fl(x)=2,390, p=0,3410) dan dengan individu perokok yang tidak berprestasi dan tidak menyalahgunakan zat (76,41%)(F 1(x)=2,390, p=0,3410). Ditemukan perbedaan bermakna pada penyebaran genotip diantara kelompok yang diteliti ((F1(x)=22,90, p=0,001), yang menimbulkan dugaan bahwa individu yang diteliti berasal dari populasi genetik berbeda. Dari grafik MMPI, ditemukan maladaptive deviant behaviour responses pada profil kepribadian pecandu opioid (kurva L,F,K berbentuk V terbalik, T-score skala F >70, T-score >70 pada skala narsisistik, skala histerikal, skala psikopat, dan skala skizoid), dan highly adaptive behaviour responses pada individu berprestasi (kurva L, F, K berbentuk V, semua skala MMPI <70). Analisis hasil penelitian menunjukkan bahwa genotip A1A1 gen DRD2 merupakan determinan genetik spektrum adventurisme yang mencakup perilaku PSB maladaptif kecanduan opioid dan perilaku NSB berprestasi tinggi, serta perilaku PSB adaptif habituasi rokok. Temuan berikut ialah trait temperamen NS merupakan determinan emosionil spektrum adventurisme, dan determinan derajat adventurisme berbagai perilaku dalam spektrum adventurisme. Hal ini menyebabkan trait temperamen NS pada berbagai perilaku yang tercakup dalam spektrum perilaku adventurisme (kecanduan opioid, berprestasi, habituasi rokok) lebih tinggi dari pada perilaku diluar spektrum adventurisme (tidak berprestasi, tidak merokok, dan tidak menyalahgunakan zat). Tetapi tinggi trait NS dapat berbeda pada berbagai perilaku didalam spektrum adventurisme sesuai derajat adventurisme. Dalam hal ini derajat adventurisme penyalahgunaan opioid sama dengan perilaku berprestasi, tetapi lebih tinggi dari pada habituasi rokok. Temuan ini mengkonfirmasi bahwa individu dari populasi suku, lingkungan eksternal, dan dengan substance availability yang sama, serta dengan pemaparan genotip A1A1 dan tinggi trait NS yang sama, dapat menjadi pecandu opioid bila berkepribadian maladaptive deviant behaviour responses, dan dapat berprestasi bila berkepribadian highly adaptive behaviour responses. Temuan lain ialah pemaparan allel Al gen DRD2 dalam bentuk genotip AlAl dan genotip AlA2 sangat tinggi (73,33%) pada seluruh sampel yang berasal dari populasi Minangkabau. Dari temuan penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor inherent genetik, temperamen, dan kepribadian berperan lebih dominan dari pada faktor lingkungan eksternal sebagai determinan perilaku menyimpang maladaptif ekstrim seperti kecanduan opioid, dan perilaku sangat adaptif seperti berprestasi tinggi. Dalam kaitan ini terbukti predeterminasi perilaku manusia, sehingga individu hanya mampu berperilaku didalam spektrum kecenderungan perilaku yang telah ditentukan secara genetik. Predeterminasi ini menyebabkan perbedaan kapasitas individual untuk berperilaku menyimpang maupun untuk berprestasi. Dalam hal ini makin tinggi kapasitas untuk berprestasi berarti makin tinggi kapasitas untuk berperilaku menyimpang. Kesimpulan akhir penelitian ini membuktikan adanya segmen masyarakat yang secara biologik rentan terhadap penyalahgunaan opioid, tetapi juga mampu untuk berprestasi tinggi. Hal ini menunjukkan pentingnya deteksi dini kecenderungan adventurisme dalam pencegahan penyalahgunaan zat dan meningkatkan kemampuan berprestasi. Upaya meminimalkan faktor pendukung lingkungan perilaku menyimpang, serta memaksimalkan faktor pendukung lingkungan perilaku berprestasi harus dilakukan dalam suatu kebijakan terpadu. Supresi peredaran zat psikoaktif harus dilakukan berdampingan dengan program edukasi dan pengembangan bakat. Generasi muda cerdas dengan kecenderungan adventurisme dididik untuk meningkatkan kemampuan menilai baik-buruk perilaku, antisipasi dampak perilaku terhadap diri sendiri dan orang lain, dan merencanakan perilaku kedepan dalam mengejar cita cita. Generasi muda seperti ini hams dilatih untuk bercita-cita tinggi dan bekerja keras dalam berkompetisi mencapai tujuannya. „Ajarkan anak-anak kita menatap bintang-bintang, beri fasilitas, dan latih mereka bekerja keras mencapai cita-citanya, dan mereka akan melupakan candu”.</description
Item Type: | Thesis (Disertasi) | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKA KK Dis K 07/06 Nur p | |||||||||
Uncontrolled Keywords: | DRD2 gene, adventurism, temperament, personality, behavior | |||||||||
Subjects: | R Medicine > RA Public aspects of medicine > RA1-1270 Public aspects of medicine > RA1-418.5 Medicine and the state > RA407-409.5 Health status indicators. Medical statistics and surveys R Medicine > RA Public aspects of medicine > RA1-1270 Public aspects of medicine > RA421-790.95 Public health. Hygiene. Preventive medicine > RA790-790.95 Mental health. Mental illness prevention |
|||||||||
Divisions: | 09. Sekolah Pasca Sarjana > Ilmu Kedokteran | |||||||||
Creators: |
|
|||||||||
Contributors: |
|
|||||||||
Depositing User: | Nn Husnul Khotimah | |||||||||
Date Deposited: | 04 Oct 2016 08:59 | |||||||||
Last Modified: | 11 Jun 2017 20:36 | |||||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/31888 | |||||||||
Sosial Share: | ||||||||||
Actions (login required)
View Item |