MODULASI IMUNITAS PASCA ADENOTONSILEKTOMI PADA ANAK DENGAN ADENOTONSILITIS KRONIS OBSTRUKTIF

MUHARDJO, 099712381 D (2003) MODULASI IMUNITAS PASCA ADENOTONSILEKTOMI PADA ANAK DENGAN ADENOTONSILITIS KRONIS OBSTRUKTIF. Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

[img]
Preview
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s3-2007-muhardjo-5192-disk08-k.pdf

Download (557kB) | Preview
[img]
Preview
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s3-2007-muhardjo-5192-disk08-4.pdf

Download (1MB) | Preview
Official URL: http://lib.unair.ac.id

Abstract

Sampai saat ini penderita adenotonsilitis kronik masih banyak memberikan dampak pada masalah infeksi yang berulang dan obstruksi jalan napas yang berjalan kronis. Gangguan obstruksi jalan napas tersebut terutama terjadi pada malam hari. Salah satu cara mengatasi adalah dengan tindakan adenotonsilektomi (ATE), namun tindakan ATE pada masalah tersebut masih diperdebatkan, sebab masih adanya kontroversi antara tonsil sebagai sistem ketahanan tubuh dan efek pembesaran tonsil yang menyebabkan kondisi hipoksia. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa respons imun membaik setelah operasi ATE. Namun sampai saat ini mekanisme perbaikan respons imun tersebut belum diungkap. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mekanisme perbaikan respons imun akibat pengaruh tindakan ATE pada anak dengan adenotonsilitis kronis obstruktif (ATKO) atas dasar paradigma psikoneuroimunologi yang berkonsep Th1 dan Th2. Rancangan penelitian dengan pendekatan retrospective cohort ini dilakukan pada anak penderita ATKO. Sampel penelitian berasal dari populasi semua penderita ATKO anak yang berobat di poliklinik Bagian / SMF. Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret /RSUD dr. Moewardi Surakarta periode Pebruari 2002 sampai September 2002 yang memenuhi kriteria sampel. Kriteria sampel meliputi; (1) Kriteria inklusi (laki-laki, 5-15 tahun, berat badan, kondisi umum secara laboratorium, Adenoid membesar dengan rasio Adenoid-Nasopharing ( rasio A—N ) ? 0,72, Tonsil membesar tingkat T2 danT3 yang berbenjol-benjol, muara kripte melebar dengan detritus positip), (2) kriteria eksklusi ( tidak ada kelainan lain yang menyebabkan sumbatan hidung, misal polip, septum deviasi, tumor; Hal yang menyebabkan perubahan respons imun, misal rinitis alergika, asma, dermatitis atopik, diabetes melitus; kontra indikasi ATE, misal kelainan pembekuan darah ). Variabel bebas penelitian adalah tindakan ATE, variabel tergantung meliputi monosit, neutrofil, IFN-y, IL-1p, IL-10, dan IgG. Sebagai variabel moderator meliputi umur, berat badan, rasio A-N, eritrosit, hemoglobin, waktu pembekuan dan waktu perdarahan, HCT, fungsi hati (SGOT/SGPT), fungsi ginjal (kreatinin), total protein plasma. Hasil uji homogenitas variabel moderator didapatkan homogen. Uji homogenitas dan normalitas (IIDN) juga dilakukan pada data awal variabel tergantung ( monosit, neutrofil, IFN I, IL-113, IL-10, dan IgG ). Hasil uji IIDN pada seluruh variabel tergantung didapatkan homogen dan normal (masih dalam batas garis confidence limits) sebagai prasyarat analisis data selanjutnya. Selanjutnya untuk melihat perbedaan status imun pra dan pasca ATE, maka masih diperlukan langkah untuk menentukan status imun pasca ATE pada seluruh sampel peserta dalam penelitian. Hasil uji kluster tersebut didapatkan dua kelompok status imun ( p=0,017 ). Dengan demikian seluruh sampel peserta dalam penelitian dapat diasumsikan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama (kelompok-1) didapatkan 5 sampel, sedangkan kelompok kedua (kelompok-2) didapatkan 10 sampel. Dengan demikian dalam satu kelompok penelitian yang berjumlah 15 sampel dapat dikelompokkan menjadi kelompok-1 (5 sampel) dan kelompok-2 (10 sampel). Masing-masing kelompok bila ditelusuri data awalnya, maka masing-masing kelompok mempunyai data status imun pra dan pasca ATE. Untuk mendapatkan teoritik pengarut hipoksia terhadap respons imun atau perubahan respons imun, maka dilakukan perhitungan data respons (data perubahan pra dan pasca ATE pada semua variabel imun). Data respons imun tersebut digunakan untuk membedakan respons imun kelompok hasil cluster, yaitu kelompok-1 dan kelompok-2. Hasil uji beda Manova didapatkan perbedaan (Wilks Lambda, p&lt;0,05). Hasil tersebut telah menguatkan, bahwa ATE dapat menimbulkan perubahan pada sistem imunitas Sebagai langkah untuk menafsir teoritik keterkaitan ATKO dengan sistem imunitas, maka dari seluruh variabel tergantung yang terkonsep dilakukan analisis diskriminan. Hasil analisis tersebut didapatkan tiga variabel pembeda yaitu neutrofil, IFN-y dan IgG. Penafsiran teoritik dapat dilakukan pada gambar pola respons imun. Apabila dilihat gambar pola respons imun tersebut, maka kedua kelompok menunjukkan adanya kesamaan pola respons imun yang berdasarkan pola besaran ketiga variabel kontributif. Perbedaan kedua pola tersebut terdapat pada perbedaan besaran. Pada kelompok-1 (5 sampel) menunjukkan besaran pola yang lebih kuat dibandingkan dengan besaran pola respons imun kelompok-2 (10 sampel) dari ketiga variabel diskriminator (neutrofil, IFN-y dan IgG). Atas dasar langkah analisis yang mendapatkan bahwa kondisi status imun pra dan pasca ATE pada kelompok-2 tidak ada beds, maka pola respons imun kelompok-2 dapat diasumsikan mirip dengan kondisi respons imun pada kondisi awal atau pra ATE. Dengan demikian tindakan ATE memang bermanfaat dalam memperbaiki respons imun. Uraian hasil penelitian yang didasarkan pada pola respons imun pasca ATE tersebut juga dapat ditafsirkan sebagai berikut (1) hilangnya kondisi hipoksia dapat membangkitkan kembali respons imun seluler. Kebangkitan respons imun tersebut didasarkan pada peningkatan kontribusi IFN-y. Dengan demikian dimungkinkan peningkatan aktivitas Thl dan makrofag. Peningkatan respons imun seluler tersebut memungkinkan peningkatan proses fagositosis kuman dalam reaksi inflamasi pada tonsil, (2) gambaran peningkatan fungsi respons imun seluler tersebut juga digunakan untuk keseimbangan terhadap respons imun humoral. Untuk keseimbangan terhadap respons imun tersebut respons imun humoral dikendalikan melalui sekresi IFN-y. Pengendalian oleh Th1 melalui sekresi IFN-y tersebut dapat menurunkan sekresi IgG. Namun peran neutrofil yang cukup tinggi mungkin disebabkan pada kondisi pra dilakukan tindakan ATE dimana peran neutrofil sangat diperlukan untuk proses inflamasi. Alur modulasi sistem imunitas melalui fluktuasi IFN I sebagai salah satu imunomodulator telah mendasari konsep psikoneuroimunologisis. Dengan demikian tindakan ATE yang memperbaiki status imunitas dapat dijelaskan atas dasar paradigma psikoneuroimunologis. Kendala meliputi; (1) perlakuan dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran dengan tepat kondisi hipoksia pra dan pasca ATE. Hal tersebut disebabkan oleh; alat ukur yang langsung dapat mendeteksi hipoksia belum ada, kendala sampling unit analisis gas darah pada kondisi penderita anak, tidak semua penderita ATKO mau dilakukan operasi ATE, (2) sehubungan dengan perubahan respons imun yang diiharapkan dilakukan dalam waktu yang cukup pendek (dua minggu). Begitu juga waktu observasi yang dilakukan hanya dilakukan sekali yaitu 2 minggu pasca operasi, sedangkan perkembangan kondisi respons imun selanjutnya tidak dilakukan, (3) Selain kendala penelitian tersebut diatas, maka kekurangan dalam penelitian ini adalah yang menyangkut pengamatan kondisi fisik umum penderita pasca ATE. Kondisi fisik penderita ATKO pasca ATE hanya didasarkan pada kesan umum. Dalam penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan kondisi fisik secara laboratoris pada saat pasca tindakan ATE, misalnya; kadar hemoglobin, eritrosit, faal hati dan faal ginjal. Sebagai simpulan pada penelitian ini adalah (1)pada anak dengan ATKO pra dilakukan ATE didapatkan status imun yang sama, (2) tindakan ATE pada anak dengan ATKO dapat memberikan status imun berbeda, (3) terdapat perbedaan status imun antara pra dan pasca ATE pada masing-masing kelompok status imun akibat pengaruh ATE pada anak dengan ATKO, (4) ada perbedaan respons imun antar kelompok pada anak dengan ATKO yang dilakukan tindakan ATE, (5) terdapat variabel pembeda IFN-y, neutrofil, IgG antar kelompok respons imun pada anak dengan ATKO yang dilakukan tindakan ATF, (6) tindakan ATE telah membangkitkan respons imun namun belum meliputi semua sampel penelitian. Adapun saran penelitian adalah sebagai berikut (1) perlu dilakukan penelitian serupa yang dilakukan pengukuran derajat hipoksia secara kuantitatif, (2) perlu dilakukan penelitian serupa yang dilakukan observasi secara seri lebih dari 2 minggu pada kondisi status imun setelah ATE, (3) perlu dicermati penetapan variabel yang dapat menunjukkan mekanisme yang Iebih rinci untuk mengungkap modulasi respons imun oleh hipoksia, (4) perlu dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan kelompok kontrol. </description

Item Type: Thesis (Disertasi)
Additional Information: KKA KK Dis K 08/04 Muh m
Uncontrolled Keywords: Adenotonsillectomy, hypoxia, Th1-Th2 concepts
Subjects: R Medicine > RA Public aspects of medicine > RA1-1270 Public aspects of medicine > RA421-790.95 Public health. Hygiene. Preventive medicine > RA638 Immunity and immunization in relation to public health
Divisions: 09. Sekolah Pasca Sarjana > Ilmu Kedokteran
Creators:
CreatorsNIM
MUHARDJO, 099712381 DUNSPECIFIED
Contributors:
ContributionNameNIDN / NIDK
Thesis advisorH. Soedijono Tirtowidarjo, Prof. Dr., dr., Sp.THT (K)UNSPECIFIED
Thesis advisorJ.B Suparyatmo, Prof. Dr., dr., Sp.PKUNSPECIFIED
Thesis advisorSuhartono Taat Putra, Prof. Dr., dr., MSUNSPECIFIED
Depositing User: Nn Husnul Khotimah
Date Deposited: 04 Oct 2016 08:14
Last Modified: 11 Jun 2017 20:56
URI: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/31892
Sosial Share:

Actions (login required)

View Item View Item