SAUT SAHAT POHAN, 098810524 D
(2002)
PENGARUH PAPARAN SINAR MATAHARI PADA PENINGKATAN FUNGSI SAWAR KULIT TERHADAP BAHAN IRITAN LEMAH.
Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Dilaporkan bahwa dermatitis kontak (Priatna, 1997) yang terdiri atas dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergik (DKA), didapatkan pada hampir 90% PKAK (penyakit kulit akibat kerja) di Indonesia. Insidens DKI didapatkan lebih besar daripada DKA, dan diduga insidens DKI akan meningkat sesuai dengan perkembangan jenis pekerjaan. Fungsi sawar kulit (skin barrier function) sangat berperan pada patogenesis DKI, di samping jenis, lama, frekuensi paparan bahan iritan pada kulit. Fungsi sawar kulit berperan pada penghambatan penetrasi bahan iritan, dan mencegah penguapan air melalui epidermis yang berlebihan. Dari beberapa kepustakaan diterangkan bahwa tipe kulit V/VI (kulit coklat/hitam), mempunyai fungsi sawar kulit yang lebih baik daripada tipe kulit II/III (kulit putih) (Ruche, 1992; Reed 1995). Indonesia merupakan daerah tropik, sehingga hampir setiap hari paparan sinar matahari diterima kulit. Paparan sinar matahari menimbulkan kerusakan kulit misalnya kerusakan DNA, makin hitamnya warna kulit, penebalan epidermis, supresi respons imun, kulit menua, kanker kulit dan sebagainya. Beberapa hal yang dianggap sebagai proses patobiologi, misalnya makin hitamnya warna kulit, penebalan epidermis, diduga menimbulkan keuntungan jika ditinjau dari aspek lain yaitu aspek fungsi sawar kulit terhadap iritan. Kedua faktor ini diduga menurunkan kepekaan kulit terhadap bahan iritan, sehingga kulit mempunyai kemampuan adaptasi dan perbaikan terhadap kerusakan kulit yang ditimbulkan faktor iritan di sekitarnya. Beberapa peneliti telah meneliti mengenai pengaruh sinar ultraviolet B terhadap perubahan transepidermal water loss (TEWL pada kulit tikus (Haratake, 1997). Begitu pula telah dibuktikan bahwa paparan sinar UVA dan UVB, meningkatkan fungsi sawar kulit manusia (Lehmann, 1992). Penelitian terhadap kulit tikus belum tentu memberi hasil yang sama dengan kulit manusia. Begitu pula paparan sinar UVA dari UVB belum tentu memberikan hasil yang sama dengan paparan sinar matahari terhadap kulit manusia, walaupun sinar UV juga terdapat pada sinar matahari. Penelitian mengenai pengaruh paparan sinar matahari terhadap fungsi sawar kulit manusia belum pemah dilakukan. Sebenamya penelitian harus dilakukan dengan cara memberi paparan sinar matahari dengan dosis tertentu; pada kulit manusia, kemudian dilakukan pengamatan secara bertahap terhadap perubahan fungsi sawar kulit. Hal ini tidak mungkin dilakukan oleh karena kurang etis, sehingga dalam penelitian ini dipilih kelompok subyek penelitian yang selama penelitian ini diharapkan akan terpapar sinar matahari dengan dosis yang lebih besar (kelompok caddy), daripada kelompok kontrol (kelompok mahasiswa). Tujuan penelitian ini adalah mengungkap pengaruh paparan sinar matahari terhadap fungsi sawar kulit manusia. Rancangan penelitian ini adalah studi observasional analitik dalam bentuk studi longitudinal. Disamping itu digunakan juga studi eksperimental dalarn evaluasi fungsi sawar kulit dengan menggunakan uji tempel sodium lauril sulfat (SLS). Paparan SLS pacta kulit menimbulkan reaksi iritasi dari mengakibatkan peningkatan TEWL (transepidermal water loss). TEWL adalah penguapan air secara pasif melalui epidermis dari merupakan refleksi fungsi sawar kulit. Pada penelitian ini digunakan 4 unit analisis (I-IV). Pada unit analisis I, III (lengan kiri, . bokong kiri) dilakukan uji tempel SLS 0,5%, sedangkan pada unit analisis II, IV (lengan kanan, bokong kanan) dilakukan uji tempel SLS 1 %. Unit analisis I dan II (lengan kiri dan kanan) kelompok caddy menerima dosis paparan sinar matahari lebih besar daripadakelompok kontrol selama penelitian berlangsung (Juli-Oktober 2001). Penelitian ini membandingkan perubahan #916;TEWL (selisih nilai TEWL pasca uji tempel dengan TEWLbasal) dalam 3 periode yaitu periode Juli-Agustus, Juli-September, Juli-Oktober 2001, antara lengan kiri, kanan kelompok caddy dengan kelompok kontrol. Juga dibandingkan perubahan #916;TEWL antara lengan kiri, kanan dengan bokong kiri, kanan kelompok caddydan mahasiswa. Kelompok subyek penelitian terdiri atas 12 caddy yang telah bekerja sebagai caddy maksimal 6 bulan, dan kelompok kontrol terdiri atas 12 mahasiswa. Dua orang caddy tidak dapat mengikuti penelitian ini sampai selesai (drop out 8,3%). Di samping itu, penelitian ini juga membandingkan peningkatan 1M (indeks melanin), tebal epidermis antara kelompok caddy daTI kelompok mahasiswa pada periode Juli-Agustus, Juli-September, Juli-Oktober 2001. Penelitian ini juga menguji adanya korelasi antara 1M, tebal epidermis dengan #916;TEWL. Penelitian ini juga menguji korelasi antara hasil pemeriksaan kulit secara visual dengan hasil pemeriksaan kulit yang menggunakan alat dengan metode bioengineering. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan bermakna perubahan #916;TEWL lengan kiri, periode Juli-Agustus (p=0,003), Juli-September (p=0,001), Juli-Oktober 2001 (p=0,001), danjuga perbedaan bermakna perubahan #916;TEWL lengan kanan, periode Juli Agustus (p=0,01l), Juli-September (p=0,001), Juli-Oktober 2001 (p=0,001), antara kelompok caddy dengan mahasiswa. Pada kelompok caddy terdapat perbedaan bermakna perubahan #916;TEWL, periode Juli-September (p=0,019), Juli-Oktober 2001 (p=0,002), antara lengan kiri dengan bokong kiri, dan juga perbedaan bermakna perubahan #916;TEWL, periode Juli-September (p=0,002), Juli-Oktober 2001 (p = 0,004), antara lengan kanan dengan bokong kanan. Sedangkan pada kelompok mahasiswa tercatat perbedaan bermakna perubahan #916;TEWL, antara lengan kiri dengan bokong kiri, periode Juli Agustus (p=0,009), Juli-September (p=0,00I), Juli-Oktober 2001 (p = 0,001), dan juga perbedaan bermakna perubahan #916; TEWL, antara lengan kanan dengan bokong kanan, periode Juli-Agustus (p=0,005), Juli-September (p=0,00I), Juli-Oktober 2001 (p = 0,001). Pada penelitian ini, tidak didapatkan perbedaan #916;TEWL bokong kiri bulan Juli(p=0,570), Agustus (p=0,470), September (p=0,694), dan Oktober 2001 (p=0,540), antarakelompok caddy dengan mahasiswa. Tidak didapatkan juga perbedaan bermakna perubahan #916;TEWL bokong kiri, periode Juli-Agustus (0,399), Juli-September (0,593), Juli-Oktober 2001 (0,749), antara kelompok caddy dengan mahasiswa. Begitu pula tidak didapatkan perbedaan #916;TEWL bokong kanan, bulan Juli, Agustus, September dan Oktober 2001, antara kelompok caddy dengan mahasiswa. Tidak didapatkan juga perbedaan bermakna perubahan #916;TEWL bokong kanan, periode Juli-Agustus, Juli September, Juli-Oktober 2001, antara kelompok caddy dengan mahasiswa Dari hasil penelitian ini, ditarik kesimpulan bahwa pada kulit bokong, walaupun didapatkan #916;TEWL yang lebih besar dari lengan bawah, tetapi tidak didapatkan perubahan #916;TEWL yang berarti, sebab daerah bokong relatif hampir tidak pemah terpapar sinar matahari. Dari hasil penelitian terbukti adanya perbedaan bermakna peningkatan 1M antara daerah yang terpapar sinar matahari dengan daerah yang tidak terpapar/sedikit terpapar sinar matahari, tetapi tidak terbukti adanya perbedaan bermakna peningkatan tebal epidermis antara daerah yang terpapar sinar matahari dengan daerah yang tidak terpapar/sedikit terpapar sinar matahari. Dari hasil penelitian ini, juga tampak korelasi antara 1M dengan #916;TEWL bulan Juli dan Agustus 2001. Tidak terbukti adanya korelasi antara tebal epidermis sebagai akibat paparan sinar matahari dengan #916;TEWL. Hasil penelitian juga membuktikan adanya korelasi antara beberapa basil pemeriksaan kulit secara visual dengan basil pemeriksaan yang menggunakan alat dengan metode bioengineering, sedangkan pada beberapa pemeriksaan tidak terbukti adanya korelasi. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, dapat disimpulkan bahwa perubahan #916;TEWL pada lokasi kulit yang banyak terpapar sinar matahari (lengan kelompok caddy), lebih kecil daripada lokasi kulit yang lebih sedikit terpapar sinar matahari (lengan kelompok mahasiswa). Ditarik kesimpulan bahwa paparan sinar matahari berpengaruh terhadap peningkatan fungasi sawar kulit. Hasil penelitian juga membuktikan bahwa 1M berpengaruh pada fungsi sawar kulit, sedangkan tebal epidermis tidak/sedikit berpengaruh pada fungsi sawar kulit. Diharapkan dapat diteliti lebih lanjut mengenai pengaruh paparan sinar matahari dalam kehidupan setiap hari/sehubungan dengan pekerjaan, yang berdampak positif, misalnya paparan sinar matahari dapat mencegah timbulnya DKI kronik, di samping paparan sinar matahari dipakai juga sebagai pengganti pengobatan penyakit kulit tertentu yang memerlukan paparan sinar UVA/UVB. Mengingat beberapa daerah belum mempunyai sarana pengobatan yang menggunakan paparan sinar UVA/UVB, diharapkan paparan sinar matahari yang diterima kulit setiap hari/sehubungan dengan pekerjaan, sangat bermanfaat bagi penduduk daerah tersebut. Di samping itu penelitian lebih lanjut mengenai dampak negatif yang ditimbulkan paparan sinar matahari juga harus dilakukan, misalnya penelitian mengenai hubungan antara dosis paparan sinar matahari dengan dampak negatif yang ditimbulkan. Begitu pula pemakaian alat yang menggunakan metode Qioengineering perlu dipikirkan untuk membantu dalam penegakan diagnosis penyakit kulit terutama di Indonesia, sebab berdasarkan hasil beberapa penelitian, didapatkan hasil pemeriksaan yang menggunakan alat tersebut lebih akurat daripada hasil pemeriksaan visual (Agner, 1989; Tupker, 1990; Agner, 1992; Lee, 1995; Tupker, 1997). </description
Actions (login required)
|
View Item |