PERAN TUMOR NECROSIS FACTOR (TNF) DAN FAKTOR PENGHAMBAT PRODUKSI TNF PADA GEJALA KLINIKMALARIA FALCIPARUM DAN MALARIA VIVAXDI DAERAH HIPOENDEMIK LOMBOK

SRI HIDAJATI BAJU SANTOSO, 0992112390 (2001) PERAN TUMOR NECROSIS FACTOR (TNF) DAN FAKTOR PENGHAMBAT PRODUKSI TNF PADA GEJALA KLINIKMALARIA FALCIPARUM DAN MALARIA VIVAXDI DAERAH HIPOENDEMIK LOMBOK. Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

[img]
Preview
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s3-2007-santososri-5237-disk51-k.pdf

Download (322kB) | Preview
[img]
Preview
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s3-2007-santososri-5237-disk51-2.pdf

Download (2MB) | Preview
Official URL: http://lib.unair.ac.id

Abstract

Malaria merupakan penyakit tropis yang penting, yang tersebar luas di 90 negara. Setiap tahun 300 sampai 500 juta orang menderita sakit malaria, di antaranya dapat menjadi berat, dan 1,5 sampai 2,7 juta diantaranya meninggal dunia. Akhir-akhir ini, malaria kembali menjadi ancaman tidak saja bagi penduduk daerah endemik, tetapi juga bagi penduduk daerah non endemik. Majunya transportasi dan meningkatnya mobilitas penduduk justru meningkatkan penyebaran kasus dan kasus resisten obat. Di Indonesia sendiri, 93,5 juta penduduk merupakan population at risk. Penyakit ini kini tidak hanya menjadi masalah kesehatan utama di Luar Jawa dan Bali, tetapi sudah meluas ke seluruh Indonesia. Situasi yang tidak stabil dan terjadinya perpindahan penduduk dari daerah endemik ke daerah non endemik dan sebaliknya, meningkatkan kasus dan memperluas penyebaran. Lombok, sebagai daerah yang dinyatakan daerah hipo-mesoendemik, juga menunjukkan peningkatan insidens, dan kasus KLB (kejadian luar biasa) semakin sering terjadi. Sebagai daerah hipo-mesoendemik, malaria dapat menunjukkan bentuk tersendiri baik dalam sifat penyakit maupun respon imun. Kekhususan ini mengundang pertanyaan untuk diteliti. Plasmodium, parasit penyebab malaria, mempunyai daur hidup yang sangat komplek dengan melewati perubahan-perubahan bentuk dan habitat. Hal ini memberikan masalah tersendiri dalam mempelajari patofisiologinya. Adanya berbagai spesies dan galur, besarnya diversitas gen dan banyaknya variasi antigen juga menyebabkan problema yang rumit, baik dalam diagnosis, pengobatan dan pembuatan vaksin. Secara alami, imunitas hanya dapat diperoleh dengan pemaparan berulang¬ulang dan kontinu. Penduduk dewasa yang tinggal di daerah endemik sejak kecil, tidak lagi menunjukkan gejala penyakit meskipun masih mengandung parasit. Dengan memperhatikan adanya tahap anti-disease immunity ini, Playfair dan kawan-kawan dari London mempunyai ide untuk pembuatan anti-disease vaccine, sebagai alternatif terhadap anti parasite vacine yang setelah menjalani riset bertahun-tahun tidak kunjung ditemukan. Tetapi untuk menuju ke sana, masih banyak yang perlu dipelajari. Bagaimana terjadinya disease pada malaria, penting untuk diketahui sebelum orang membuat anti-disease vaccine. Dalam mempelajari patofisiologi malaria, para peneliti menemukan sebuah mediator yang dianggap mempunyai peran sentral dalam terjadinya gejala klinik. Tumor Necrosis Factor (TNF) merupakan sitokin yang mayoritas diproduksi oleh makrofag, dianggap dapat memperantarai timbulnya demam, anemia, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, edema paru (ARDS = adult respiratory distress syndrome), penurunan tensi sampai syok, serta malaria serebral. Penelitian ini bertujuan meneliti peran TNF tersebut pada penderita-penderita malaria di daerah hipo-mesoendemik seperti Lombok, serta menelusuri timbulnya suatu respon yang dapat menghambat produksi TNF tersebut dengan pengukuran kapasitas daya hambat faktor tersebut dalam suatu sistim biologik in vitro. Penelitian peran TNF dalam timbulnya gejala klinik malaria dilakukan dengan menghubungkan kadarnya di dalam serum dengan derajat parasitemia dan tingginya parameter-parameter gejala klinik dari malaria. Adanya respon imun yang menghambat produksi TNF diharapkan berkorelasi dengan penurunan parameter-parameter tersebut. Dalam analisis, juga dilakukan perbandingan antara penderita-penderita infeksi P. falciparum dan P. vivax, karena terdapat perbedaan fisiologi pada kedua spesies, yaitu adanya sekuestrasi pada P. falciparum yang tidak terdapat pada P. vivax. Hasil analisis ternyata menunjukkan bahwa pada penderita-penderita malaria di Lombok ditemukan kadar TNF yang cukup tinggi, yaitu antara 0 dan 3057 pg/ml dengan rata-rata 256,72 pg/mi, yang diperkirakan sejalan dengan respon penderita dengan tingkat imunitas rendah di daerah hipoendemik. Kadar TNF ini ternyata lebih tinggi secara bermakna pada penderita malaria falciparum dari pada penderita malaria vivax, dan juga lebih tinggi pada penderita malaria berat dari pada penderita malaria ringan. Tidak ditemukan korelasi antara tingginya kadar TNF dengan derajat parasitemia. Pada penderita malaria falciparum, tidak ditemukan korelasi antara kadar TNF dengan masing-masing komponen gejala klinik, tetapi pada malaria vivax ditemukan korelasi bermakna antara kadar TNF dengan gangguan fungsi hati dan secara umum terlihat koefisien korelasi yang lebih besar dengan gejala klinik dari pada malaria falciparum . Pada penderita-penderita malaria tersebut ternyata juga dapat ditemukan aktivitas yang dapat menghambat produksi TNF pada biakan monosit in vitro. Pengamatan kurva tingginya daya hambat produksi TNF tersebut, yang menurun dan kemudian menghilang pada minggu ketujuh, menunjukkan kemiripan dengan kurva blocking antibody IgM yang ditemukan Playfair dan kawan-kawan (Bate, et al., 1989), serta sesuai dengan situasi daerah hipo-mesoendemik di mana kejadian re-infeksi atau re-inokulasi kecil. Besarnya daya hambat produksi TNF tersebut tidak berkorelasi dengan penurunan kadar TNF maupun penurunan parameter-parameter gejala klinik pada penderita¬penderita P. falciparum, tetapi pada penderita-penderita P. vivax menunjukkan korelasi sangat bermakna dengan penurunan kadar TNF dan menunjukkan korelasi (meskipun tidak bermakna) dengan penurunan hampir semua gejala klinik. Perbedaan di antara penderita-penderita malaria falciparum dan malaria vivax tersebut mungkin dapat dihubungkan dengan adanya proses sekuestrasi sel darah merah terinfeksi dalam organ-organ yang terjadi pada P. falciparum dan tidak terjadi pada P. vivax. Sekuestrasi yang terjadi pada P. falciparum ini dapat berakibat akumulasi dari produksi TNF dalam organ-organ yang terlibat sehingga kadar TNF yang beredar dalam sirkulasi tidak mencerminkan kadarnya di dalam organ yang mengalami gangguan fungsi. Sekuestrasi juga dapat berakibat pooling faktor penghambat produksi TNF dalam organ tersebut. Selanjutnya, dalam penelitian ini juga diketahui bahwa terdapat korelasi besarnya daya hambat terhadap stimulasi produksi TNF in vitro oleh dua macam antigen yang berasal dari dua daerah berbeda. Adanya reaksi silang ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam pengembangan pembuatan anti-disease vaccine untuk Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau dengan berbagai galur Plasmodium falciparum.

Item Type: Thesis (Disertasi)
Additional Information: KKA KK Dis K 51/02 San p
Uncontrolled Keywords: Malaria — hypo (meso)endemic — TNF - degree of parasitaemia - disease severity -inhibitory capacity - blocking antibody - P. falciparum - P. vivax.
Subjects: R Medicine > R Medicine (General) > R735-854 Medical education. Medical schools. Research
Divisions: 09. Sekolah Pasca Sarjana > Ilmu Kedokteran
Creators:
CreatorsNIM
SRI HIDAJATI BAJU SANTOSO, 0992112390UNSPECIFIED
Contributors:
ContributionNameNIDN / NIDK
Thesis advisorYoes Prijatna Dachlan, Prof., Dr., dr., MSc.UNSPECIFIED
Thesis advisorWijnan M.C. Eling, Dr.UNSPECIFIED
Thesis advisorSuwignjo Soemoharjo, Prof., Dr., dr.UNSPECIFIED
Depositing User: mat sjafi'i
Date Deposited: 28 Sep 2016 01:59
Last Modified: 14 Jun 2017 22:06
URI: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/32078
Sosial Share:

Actions (login required)

View Item View Item