SURADI, 099712383D
(2004)
PERAN KADAR IL-1;, IL-12, IFN-Gamma DAN IL-10 TERHADAP KADAR ELASTASE MMP-9 PADA EMFISEMA PARU : Suatu Pendekatan Immunopatobiologi.
Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Emfisema paru menjadi kontributor terbesar pada angka kesakitan dan kematian penderita PPOK (PDPI, 2001., Russell, 2002.). Dasar kerusakan jaringan ialah destruksi serat elastin Matriks Ekstra Selluler (MES) oleh elastase MMP-9. Menetapkan diagnosis emfisema paru menggunakan pendekatan patogenesis destruksi serat elastin MES mengalami kesulitan, sehingga cara yang digunakan berdasar manifestasi klinis, yaitu dengan jalan melakukan pengukuran derajat abnormalitas faal paru. (Senior, 1998). Terdapat dua faktor utama penyebab timbulnya emfisema paru, pertama faktor endogen, dan yang kedua faktor eksogen. Faktor endogen dipengaruhi genetik atau heriditer, yaitu ditemukan defisiensi anti elastase atau protease inhibitor Alfa-1 Antitripsin (AAT). Faktor eksogen misalnya rokok, polusi udara, lingkungan berdebu dapat menjadi penyebab emfisema paru (March, 1998, Russell, 2002). Rokok sebagai kontributor utama (Russell, 2002), bahkan dinyatakan emfisema paru hampir selalu diakibatkan oleh rokok (Woolston C, 1997), walaupun demikian belum ditemukan keterangan yang pasti tentang bagaimana rokok dapat dan tidaknya mengakibatkan emfisema paru. Sampai saat ini terjadi perbedaan pendapat tentang cara menetapkan diagnosis emfisema paru. Pendapat pertama setuju emfisema diakibatkan oleh faktor eksogen dan kedua lebih setuju diakibatkan oleh faktor endogen. Akibat yang ditimbulkan ialah pencegahan, pengobatan dan pemulihan penderita tidak diperoleh hasil yang diharapkan, sehingga kondisi ini menjadi salah satu dasar asumsi penyebab angka kematian dan kesakitan penderita emfisema masih tinggi. Memperhatikan kejadian tersebut, perlu dicari kejelasan rangkaian patogenesis emfisema paru guna mendapatkan dasar pertimbangan untuk penetapan diagnosis yang lebih terarah dan dengan demikian dinamika penatalaksanaannya menjadi lebih tepat. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengungkap patogenesis emfisema paru menggunakan pendekatan imunologis. Teori menyatakan, emfisema diakibatkan oleh inflamasi kronis di paru, sehingga dengan demikian terkait dengan sistem imun paru dan atau saluran napas. Penelusuran teori ditemukan komponen yang memungkinkan terlibat pada patogenesis emfisema paru yaitu suatu rangkaian aktivitas komponen sistem imun yang melibatkan makrofag alveoler sel dendrit (APC), IL-10, IL-12, sel Th-0 (naiv), sel Th-1 CD4, IFN- , IL-10, makrofag alveoler fungsional, netrofil dan elastase MMP-9. Bagaimana aktivitas kejadian yang menggambarkan interaksi sehingga mencerminkan patogenesis belum terungkap maupun terbukti, sehingga perlu diungkap dan dibuktikan. Berbagai teori menyebutkan, paparan antigen luar yang masuk kedalam saluran napas mengakibatkan aktivasi respon imun yang memungkinkan terjadi ketidak seimbangan elastase anti elastase dominasi elastase, sehingga mengakibatkan destruksi serat elastin MES dan timbul emfisema paru. Teori terjadinya ketidak seimbangan elastase anti elastase yang digunakan sebagai dasar rangkaian patogenesis emfisema paru sampai sekarang belum jelas, sehingga diperlukan kejelasan bagaimana rangkaian aktivitas respon imun yang menggambarkan patogenesis emfisema paru. Rangkaian yang perlu dibuktikan ialah bahwa makrofag alveolar sel dendrit (APC) setelah memfagosit atau memakan antigen mengalami aktivasi sehingga mengekspresi MHC klas II pada dinding sel yang berikatan dengan reseptor sel Th-0. APC juga mensekresi sitokin antara lain IL-1 dan IL-12. IL-1 memiliki kemampuan mengaktivasi sel T CD4, IL-12 mengakibatkan polarisasi dan diferensiasi sel Th-0 lebih kearah sel T CD4 Th-1 untuk produksi dan sekresi IFN- yang berfungsi sebagai mobilisator dan aktivator makrofag alveolar. Akibat mobilisasi dan aktivasi makrofag alveoli, terjadi produksi dan sekresi enzim elastase serta IL-8. Netrophyl Chemotacting Factor (NCF atau IL-8) yang mengakibatkan mobilisasi dan aktivasi netrofil untuk produksi dan sekresi enzim elastase netrofil. Enzim elastase makrofag dan netrofil yang terlibat pada proses destruksi serat elastin MES ialah elastase MMP-9. Paparan antigen kronik memungkinkan terjadi peningkatan elastase MMP-9 dan ketidakseimbangan enzim elastase anti elastase kearah dominasi elastase yang menyebabkan peningkatan destruksi jaringan serat elastin MES. Rangkaian jalur (pathway) dinamika respon imun yang melibatkan sel imunokompeten dan molekul sitokin tersebut belum diperoleh kejelasan. Dilakukan penelitian observasional menggunakan disain cross sectional analytic, subyek penelitian ialah penderita emfisema masuk kedalam kelompok kasus dan penderita tidak emfisema masuk kelompok kontrol. Material yang diteliti ialah kadar IL-1 , IL-12, IFN- , 1L-10 dan elastase MMP-9 dalam cairan BAL. Untuk mendukung pembuktian dilakukan uji beda, uji korelasi dan uji regresi atau pengaruh kadar IL-l , IL-12, IFN- , IL-10 terhadap elastase MMP-9 pada kelompok kasus emfisema dibanding kelompok tidak emfisema (kontrol). Peserta penelitian untuk mendapatkan material sampel ialah semua penderita indikasi bronkoskopi, rawat inap di RSUD. Dr. Moewardi Surakarta, serta memenuhi kriteria penelitian. Material sampel diambil pada tumor paru disertai emfisema sebagai kelompok kasus dan tidak emfisema sebagai kontrol. Penetapan diagnosis tumor paru, disertai emfisema dan tidak emfisema paru menggunakan pemeriksan radiologi foto polos dada dan komputed tomografi resolusi tinggi (Hight Resolution Computed Tomograf = HRCT). Pembacaan interpretasi oleh dokter spesialis radiologi. Pengambilan material bilasan bronko alveolar (Broncho Alveolar Lavase=BAL), menggunakan alat bantu bronkoskop serat optik (Fiber Optic Bronchoscopy = FOB). Pengambilan cairan BAL di daerah kontra lateral sisi lesi tumor baik untuk kasus emfisema maupun tidak emfisema (kontrol). Dimasukkan kedalam anggota kelompok penelitian apabila gambaran tumor tidak ditemukan tanda invasif, tidak melebihi satu lobus, serta memenuhi persyaratan inklusi dan eksklusi penelitian. Persyaratan inklusi yaitu penderita terindikasi dan layak dilakukan bronkoskopi, tidak memiliki riwayat menderita asthma bronkiale, tidak menggunakan obat steroid baik sistemik maupun inhalasi dalam 3 minggu terakhir sebelum pengambilan material sampel dan bersedia mengikuti program penelitian dengan menanda tangani Surat pernyataan kesediaan diatas meterai (informed consent). Persyaratan eksklusi yaitu diketahui mempunyai riwayat atopi, menderita infeksi saluran napas satu bulan terakhir (akut), penderita Tuberkulosis paru. Varibel bebas ialah kadar IL-1 , IL-12, IFN- , IL-10 dan elastase MMP-9, variabel tergantung ialah kasus emfisema dan tidak emfisema. Dilakukan pengendalian umur, jumlah lekosit darah, kadar Hb darah, dan riwayat merokok. Data yang didapat dilakukan analisa statistik diskriptif dan inferensial. Analisa statistik meliputi uji homogenitas, uji normalitas, uji beda, uji korelasi dan uji pengaruh atau regresi pada material sampel kasus emfisema dibanding tidak emfisema (kontrol). Uji homogenitas untuk variabel kendali umur, jumlah lekosit darah dan kadar Hb darah menggunakan uji T-Test. Hasil uji homogenitas data menunjukkan pebedaan tidak bermakna (p > 0,05), maka semua data kasus emfisema dibanding tidak emfisema (kontrol) homogen terhadap umur, jumlah lekosit darah dan kadar Hb darah. Uji homogenitas riwayat merokok menggunakan uji Chi Square, hasilnya tidak berbeda bermakna (p > 0,05), maka data kasus emfisema dibanding tidak emfisema (kontrol) homogen terhadap riwayat merokok. Uji normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov Test. Hasil uji normalitas data untuk variabel M-1 , IFN- , IL-10 dan enzim elastase MMP-9 menunjukkan kurva data tidak normal, sehingga uji beda 1L-1 , IFN- , IL-10 dan enzim elastase MMP-9 antara kasus emfisema dibanding tidak emfisema (kontrol) menggunakan uji non parametrik Mann-Whytney Test. Hasil uji normalitas data kadar IL-12 didapat kurva data normal, sehingga uji beda variabel IL-12 menggunakan uji T-Test. Hubungan antar variabel material sampel terkait hipotesis pada kelompok kasus emfisema dan tidak emfisema (kontrol) dilakukan uji korelasi menggunakan Pearson Corelation, dan uji peran atau pengaruh variabel satu terhadap variabel yang lain menggunakan uji regresi. Hasil pengumpulan peserta penelitian ditemukan 13 penderita kasus emfisema terdiri 1 penderita perempuan 12 laki-laki, serta ditemukan 12 penderita tidak emfisema (kontrol) terdiri 8 orang laki-laki dan 4 orang perempuan. Kadar IL-1 pada kasus emfisema lebih tinggi dibanding tidak emfisema (kontrol), dan perbedaan tidak bermakna (p > 0,05). Kadar IL-12 dan IFN- , pada kasus emfisema lebih rendah dibanding tidak emfisema (kontrol) dan tidak terdapat perbedaan bermakna (p > 0,05). Kadar IL-10 pada kasus emfisema lebih tinggi dibanding tidak emfisema (kontrol) dan perbedaan tidak bermakna (p > 0,05). Hasil ini sesuai hipotesis, terdapat perbedaan kadar sitokin antara penderita emfisema dibanding tidak emfisema. Kadar elastase MMP-9 kasus emfisema lebih tinggi dibanding tidak emfisema (kontrol) dan perbedaan bemakna (p < 0,05), demikian pula hasil ini sesuai dengan hipotesis. Hasil uji beda tersebut mencerminkan dinamika aktivitas sitokin terhadap suatu kejadian. Uji korelasi (hubungan) menggunakan uji korelasi Pearson antara kadar IL-1 dan IFN- hasilnya pada kasus emfisema korelasi bermakna (p < 0,05), pada kasus tidak emfisema (kontrol) korelasi tidak bermakna (p > 0,05). Hasil ini sesuai dengan hipotesis, sehingga hipotesis diterima. Korelasi antara IL-12 dan IFN- pada kasus emfisema tidak bermakna (p>0,05), hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis, sehingga hipotesis ditolak. Korelasi antara IL-12 dan IFN- tidak emfisema (kontrol) tidak bermakna (p>0,05), hasil ini sesuai dengan hipotesis, sehingga hipotesis diterima. Korelasi antara IFN- dan elastase MMP-9 pada kasus emfisema korelasi bermakna (p < 0,05), pada kasus tidak emfisema (kontrol) tidak bermakna (p > 0,05). Korelasi antara IL-1 dan enzim elastase MMP-9 pada kasus emfisema bermakna (p < 0,05), pada kasus tidak emfisema tidak bermakna (p > 0,05). Hasil ini sesuai dengan hipotesis, sehingga hipotesis diterima. Uji regresi antara IL-10 terhadap IFN- pada kasus emfisema ditemukan pengaruh bermakna (p < 0,05), pada kasus tidak emfisema (kontrol) tidak bermakna (p > 0,05). Hasil ini sesuai dengan hipotesis, sehingga hipotesis diterima. Uji regresi antara IL-12 terhadap IFN- pada kasus emfisema dan tidak emfisema (kontrol) pengaruh tidak bermakna (p > 0,05). Uji regresi antara IFN- terhadap elastase MMP-9 pada kasus emfisema ditemukan pengaruh bermakna (p < 0,05), pada kasus tidak emfisema (kontrol) tidak bermakna (p > 0,05). Uji regresi antara IL-1 terhadap elastase MMP-9 pada kasus emfisema ditemukan pengaruh bermakna (p < 0,05), pada kasus tidak emfisema (kontrol) tidak bermakna (p > 0,05). Hasil ini sesuai dengan hipotesis, sehingga hipotesis diterima. Uji regresi ganda total kasus menunjukkan pengaruh kadar IL-10 terhadap elastase MMP-9 bermakna (p<0,05), sedangkan IL-12 dan IFN- tidak bermakna (p>0,05). Hasil ini menunjukkan kadar IL-1 berpengaruh terhadap keberadaan elastase MMP-9. Ditemukan kadar elastase MMP-9 penderita emfisema lebih tinggi dan berbeda bermakna dibanding tidak emfisema. Hubungan bermakna antara IL-0 dan IFN- , antara IFN- dan elastase MMP-9 serta antara IL-1 dan IFN- . Pengaruh bermakna antara IL-1 terhadap IFN- , antara IFN- terhadap elastase MMP-9 dan pengaruh bermakna antara IL-10 terhadap elastase MMP-9. Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis penelitian sehingga dapat dijadikan dasar rangkaian jalur patogenesis kelidak seimbangan elastase antielastase pada emfisema paru, yaitu mengikuti aktivitas APC (makrofag alveoler sel dendrit) yang memproduksi IL-10, IL-12. Kedua sitokin tersebut mengakibatkan aktivasi sel T-CD4, dan polarisasi diferensiasi sel Th-0 kearah sel Th-1, sehingga terjadi produksi dan sekresi IFN- . IFN- mengakibatkan mobilisasi dan aktivasi makrofag alveoler untuk produksi dan sekresi elastase MMP-9, IL-8 sebagai faktor kemotaktik netrofil (Neutrophyl Chemotactic Factor = NCF) yang mengaktivasi dan mobilisasi netrofil untuk sekresi elastase MMP-9. Peningkatan produksi dan sekresi elastase MMP-9 mengakibatkan gangguan keseimbangan elastase anti elastase kearah dominasi elastase menjadi penyebab destruksi elastin MES dan timbul emfisema para. Jalur alternatif produksi elastase MMP-9 juga dapat diakibatkan oleh pengaruh langsung IL-1 terhadap makrofag alveoler. Beberapa penemuan yaitu kadar IFN- pada emfisema lebih rendah dibanding tidak emfisema, sebaliknya kadar IL-10 lebih tinggi pads emfisema dibanding tidak emfisema, dan tidak ditemukan hubungan dan pengaruh bermakna IL-12 terhadap IFN- , merupakan kondisi yang tidak sesuai dengan teori asumsi dasar penelitian. Berbagai penemuan penelitian yang tidak sesuai dengan hipotesis atau teori asumsi dasar penelitian tersebut, hakekatnya merupakan dinamika biologis terkait sifat atau karakter sitokin yang hanya mempunyai umur pendek, serta pengambilan material sampel penelitian tidak pada waktu bersamaan antara kasus satu dengan yang lain. Mencermati hasil penelitian ini disimpulkan, emfisema paru dapat terjadi melalui aktivasi sel makrofag alveoler sel dendrit (APC), makrofag alveoler fungsional dan netrofil, IFN- , sel T CD4 Th-1, IL-1 dan IL-12 yang dibuktikan oleh pengaruh IL-10 terhadap IFN- , pengaruh IFN- dan IL-1 terhadap elastase MMP-9 dan keberadaan elastase MMP-9 dipengaruhi IL-1 . Dengan demikian dapat dinyatakan rangkaian aktivitas sistem imunokompeten yang terlibat menggambarkan jalur (pathway) patogenesis emfisema paru. </description
Actions (login required)
|
View Item |