PENGARUH VAKSINASI BCG DALAM MENINGKATKAN RESPONS T HELPER 1 (Th1) DAN RESPONS TUMOR TERHADAP RADIASI PADA KARSINOMA NASOFARING : Penelitian eksperimental menggunakan paradigma psikoneuroimunologi dengan konsep stress immunocompetent cell

WIDODO ARIO KENTJONO, 099512050 D (2001) PENGARUH VAKSINASI BCG DALAM MENINGKATKAN RESPONS T HELPER 1 (Th1) DAN RESPONS TUMOR TERHADAP RADIASI PADA KARSINOMA NASOFARING : Penelitian eksperimental menggunakan paradigma psikoneuroimunologi dengan konsep stress immunocompetent cell. Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

[img]
Preview
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s3-2007-kentjonowi-5241-disk06-k.pdf

Download (867kB) | Preview
[img]
Preview
Text (FULLTEXT 1)
FULLTEXT 1.pdf

Download (2MB) | Preview
[img]
Preview
Text (FULLTEXT 2)
FULLTEXT 2.pdf

Download (1MB) | Preview
Official URL: http://lib.unair.ac.id

Abstract

Sampai saat ini, hasil terapi Karsinoma Nasofaring (KNF) dengan radiasi (radioterapi) masih belum memuaskan. Kegagalan radioterapi dalam memberantas sel kanker di nasofaring ditunjukkan oleh jumlah KNF respons rendah yang masih tinggi, yaitu sekitar 35%-57%. Residu tumor sebagai manifestasi dari KNF respons rendah biasanya berkembang menjadi tumor residif (prognosis buruk). Fakta di klinik menunjukkan bahwa penderita KNF dengan respons tumor yang rendah sering dijumpai tanda dan gejala dari defisiensi imun sekunder. Penelitian yang dilakukan pasca radioterapi KNF sering menemukan imunitas seluler (cell mediated immunity / CMI) yang menurun. Dari berbagai laporan penelitian tentang penyakit Tuberkulosis diketahui vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin) mempunyai kemampuan meningkatkan respons imun protektif khususnya terhadap kuman Tuberkulosis. Padahal sel imunologis yang berperan dalam melawan kuman (Tuberkulosis) dan sel kanker adalah sama yaitu sT CD8, sel NK dan makrofag aktif. Kemampuan vaksin BCG yang tinggi dalam memicu peningkatan respons imun khususnya respons Th1 sangat dimungkinkan digunakan untuk memperbaiki kerusakan respons imun akibat radioterapi KNF. Namun sejauh ini, mekanisme dari vaksinasi BCG dalam meningkatkan respons imun khususnya respons T helper 1 (Th1) pada berbagai tingkat respons KNF terhadap radiasi masih belum diketahui jelas. Beberapa bukti hasil penelitian menunjukkan bahwa radiasi . sering menimbulkan kerusakan sel imunokompeten yang berefek penurunan respons imun seluler (Th1). Berbagai cara untuk mencegah atau mengurangi pengaruh radioterapi terhadap sistern imun telah dilakukan termasuk upaya meningkatkan respons tumor (KNF) terhadap radiasi. Namun demikian sampai sekarang masih belum memberikan hasil yang sesuai dengan harapan. Selain komplikasi terhadap sistem imun masih saja terjadi, kegagalan radioterapi dalam memberantas seluruh sel kanker di nasofaring yang dinyatakan dalam bentuk low response atau KNF respons rendah pada kenyataannya masih sering diketemukan. Padahal hasil radioterapi yang berupa respons tinggi sangatlah diharapkan. Hal ini disebabkan karena kemungkinan survival yang lebih panjang atau kesembuhan yang lebih besar bila dibandingkan respons rendah. Peneliti mempunyai asumsi kuat ada hubungan erat antara penurunan respons imun akibat radioterapi dengan tingkat respons radiasi KNF yang rendah. Keberhasilan imunoprofilaktik dari vaksin BCG dalam mencegah penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh karena vaksin ini mengandung protein (imunogen) kuman Mycobacterium yang mampu memicu dengan kuat peningkatan respons imun seluler (CMI) melalui aktivasi makrofag. Peningkatan aktivitas makrofag karena paparan vaksin BCG menyebabkan pergeseran kearah dominasi sel Th1 (Th1 switching) yang sangat diperlukan dalarn perlawanan terhadap kuman Tb. Hal ini menunjukkan pentingnya kualitas immune surveillance yang tinggi untuk melawan kuman, khususnya Tuberkulosis. Sel efektor imunologis yang berperan dalam perlawanan terhadap kuman (Tuberkulosis) dan sel kanker adalah makrofag, limfosit T sitotoksik (sT CD8 / CTL) dan sel NK. Mengingat 1) pengaruh radioterapi KNF terhadap sistem imun yang kurang menguntungkan yaitu penurunan respons Th1 dan 2) persamaan sel efektor terhadap infeksi kuman TB dan sel kanker, maka kemampuan vaksin BCG dalam memperbaiki kerusakan respons imun khususnya respons Th1 akibat radioterapi pada KNF respons tinggi dan respons rendah perlu dicermati lebih mendalam. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengungkap mekanisme dari vaksinasi BCG dalam meningkatkan respons imun khususnya respons Th1 pada KNF respons tinggi dan respons rendah, serta pengaruhnya terhadap respons KNF terhadap radiasi. Hipotesis yang diajukan adalah 1) vaksinasi BCG meningkatkan respons Th1 pada KNF respons tinggi dan respons rendah, dan 2) kombinasi radioterapi dan vaksinasi BCG meningkatkan respons KNF terhadap radiasi. Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, dilakukan penelitian eksperimental murni yang dikerjakan di klinik dengan menggunakan rancangan randomized pre test - post test control group design. Objektivitas penelitian dijaga dengan melakukan teknik buta ganda. Berdasarkan pemahaman baik radiasi (stressor non imunogenik) maupun vaksin BCG (stresor imunogenik) dapat menimbulkan modulasi system imun, maka penelitian menggunakan paradigma Psikoneuroimunologi dengan konsep stress immunocompetent cell. Untuk mengemperikan keterkaitan antar variabel yang sedang melakukan kegiatan biologis dilakukan pendekatan morfofungsi. Penelitian ini melibatkan 2 kelompok penderita KNF yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pertama, kelompok kontrol yaitu kelompok yang mendapat radioterapi dan plasebo (larutan garam fisiologis steril). Kedua, kelompok perlakuan yaitu kelompok yang mendapat radioterapi dan vaksinasi BCG. Randomisasi alokasi perlakuan dilakukan dengan menggunakan teknik blok permutasi. Variabel tergantung terdiri dari komponen respons imun dan tingkat respons KNF terhadap radiasi. Variabel respons imun yang diperiksa adalah : gel makrofag, sT CD4, sT CD8, sel NK, sTp IL-2, sTp IL-4, sTp IFN-y, sPp IgA, sPp IgG dan sel plasma aktif. Identifikasi dan penghitungan sel-sel tersebut dilakukan setelah pengecatan imunohistokimia dengan metode peroxydase antiperoxydase. Perbedaan respons imun yang dicerminkan dari interaksi seluruh komponen respons imun (respons Th1/Th2) secara simultan dilakukan analisis dengan menggunakan uji statistik Manova. Sedangkan untuk menentukan variabel pembeda terkuat, setelah uji Manova dilanjutkan dengan uji diskriminan. Dari uji diskriminan akan diperoleh nilai kontribusi (coefficient Fisher) dari tiap variabel komponen respons imun yang saling interaksi. Besaran yang menunjukkan kontribusi dari masing-masing variabel pembeda ini kemudian akan diwujudkan dalam bentuk pola sebagai gambaran perubahan komponen respons imun di jaringan tumor nasofaring pasca radioterapi. Dengan membuat narasi secara cermat dari pola (pola psikoneuroimunologis) yang ditemukan dan arahan kerangka konseptual diharapkan akan dapat dijelaskan mekanisme yang ditempuh oleh radioterapi dan vaksinasi BCG dalam meningkatkan respons imun khususnya respons Th1 pada KNF respons tinggi dan respons rendah. Analisis dan hasil penelitian yang didapatkan adalah sebagai berikut : 1. Respons imun pra dan pasca radioterapi antara kelompok radioterapi + plasebo (kontrol) dan kelompok radioterapi + vaksinasi BCG (perlakuan) berdasarkan uji Manova didapatkan perbedaan yang signifikan (nilai Wilks: 0.56052, tingkat kemaknaan F : 0.0001). Demikian juga penghitungan berdasarkan delta (selisih antara data pra dan pasca radioterapi) untuk mengetahui perubahan respons imun pasca radioterapi antara kedua kelompok yang diteliti, didapatkan hasil uji Manova yang berbeda signifikan (nilai Wilks: 0.28640, tingkat kemaknaan F : 0.0001). Ini berarti, vaksinasi BCG yang dilakukan bersama radioterapi KNF menyebabkan perbedaan perubahan respons imun pasca terapi. Dari hasil uji diskriminan terhadap 11 variabel yang diteliti didapatkan 4 variabel pembeda terkuat yaitu makrofag, sel NK, sPp IgG dan sel plasma (Wilks lambda: 0.2907793, tingkat F signifIkan : 0.00001). Kekuatan pembeda dari ke empat variabel tersebut cukup tinggi yaitu sebesar 93,51%. Keempat variabel ini berdasarkan tes multivariat membentuk pola yang berbeda secara signifikan (nilai Wilks: 0.26842, tingkat F signifIkan : 0.0001). Pola perubahan respons imun pasca terapi pada kelompok radioterapi + plasebo adalah makrofag (0.539), sel NK (0.758), sPp IgG (3.371) dan sel plasma aktif (3.043). Sedangkan pola perubahan respons imun pasca terapi pada kelompok radioterapi + vaksinasi BCG adalah makrofag (4.042), sel NK (4.937), sPp IgG (1.552) dan sel plasma aktif (3.5). GrafIk pola ini menunjukkan bahwa radioterapi menyebabkan makrofag dan sel NK rendah, diikuti sPp IgG dan sel plasma yang tinggi. Sedangkan vaksinasi BCG yang dilakukan bersama radioterapi menyebabkan makrofag dan sel NK sangat tinggi, di ikuti sPp IgG dan sel plasma yang rendah. Tingginya sel plasma pada kedua kelompok hampir sama. Kesimpulannya radioterapi menyebabkan penurunan makrofag dan sel NK (respons Thl), peningkatan sPp IgG (respons Th2). Sedangkan vaksinasi BCG yang dilakukan bersama radioterapi KNF menyebabkan peningkatan makrofag dan sel NK (respons Thl), penurunan sPp IgG (respons Th2). Temuan ini menunjukkan bahwa vaksinasi BCG yang dilakukan bersama radioterapi KNF dapat mencegah penurunan respons Thl akibat radiasi. 2. Perubahan respons imun pada KNF respons tinggi dan respons rendah antara kelompok radioterapi + plasebo dan kelompok radioterapi + vaksinasi BCG berdasarkan uji Manova didapatkan perbedaan yang signifikan (nilai Wilks: 0.08675, tingkat F signifikan : 0.0001). Ini berarti, vaksinasi BCG yang dilakukan bersama dengan radioterapi KNF menyebabkan perbedaan perubahan respons imun pada KNF respons tinggi dan respons rendah. Berdasarkan hasil uji diskriminan didapatkan 8 variabel pembeda terkuat yaitu makrofag, sT CD8, sTp IFN-&amp;#947;, sTp IL-10, sPp IgG, sTp IL-2, sel NK dan sT CD4 (Wilks lambda: 0.08979, tingkat F signiftkan : 0.0001). Kekuatan pembeda ke delapan variabel ini adalah sebesar 89,61 %. Ke delapan variabel hasil uji diskriminan ini berdasarkan tes multivariat membentuk pola yang berbeda secara signifikan (nilai Wilks: 0.01963, tingkat F signifikan : 0.0001). Pola perubahan respons imun pada KNF respons tinggi kelompok radioterapi + plasebo adalah makrofag (0.133), sel NK (1.636), sT CD4 (1.446), sT CD8 (2.208), sTp IL-2 (0.534), sTp IL-10 (2.427), sTp IFN-&amp;#947; (2.155), sPp IgG (3.006). Pola perubahan respons imun pada KNF respons tinggi kelompok radioterapi + vaksinasi BCG adalah makrofag (8.035), sel NK (5.271), sT CD4 (2.030), sT CD8 (5.745), sTp IL-2 (1.472), sTp IL-1O (1.594), sTp IFN-&amp;#947; (7.084), sPp IgG (1.367). Pola perubahan respons imun pada KNF respons rendah kelompok radioterapi + plasebo adalah makrofag (0.542), sel NK (0.514), sT CD4 (1.908), sT CD8 (0.032), sTp IL-2 (0.021), sTp IL-10 (0.683), sTp IFN-&amp;#947; (0.021), sPp IgG (4.367). Pola perubahan respons imun pada KNF respons rendah kelompok radioterapi + vaksinasi BCG adalah makrofag (2.939), sel NK (3.592), sT CD4 (0.712), sT CD8 (-0.043), sTp IL-2 (-0.151), sTp IL-10 (1.115), sTp IFN-&amp;#947; (0.910), sPp IgG (2.110). GrafIk pola ini menunjukkan bahwa radioterapi pada KNF respons rendah menyebabkan penurunan sT CD8, sTp IL-2, sTp IL-10 dan sTp IFN-&amp;#947; (respons Th1) ; peningkatan sTp IL-4, sPp IgG dan sel plasma (respons Th2). Radioterapi pada KNF respons tinggi menyebabkan peningkatan sT CD8, sTp IL-2 dan sTp IFN-&amp;#947; (respons Th1) ; penurunan sTp IL-4 dan sPp IgG (respons Th2). Grafik pola ini menunjukkan bahwa penurunan sT CD8, sTp IL-2 dan sTp IFN-&amp;#947; (respons Th1) pada KNF respons rendah kelompok radioterapi + plasebo, lebih banyak dibandingkan KNF respons tinggi. Peningkatan respons Th1 pada KNF respons tinggi dan respons rendah kelompok radioterapi + vaksinasi BCG, lebih tinggi dibandingkan kelompok radioterapi + plasebo. Kesimpulannya adalah vaksinasi BCG menyebabkan perubahan respons Th1 pada KNF respons tinggi dan respons rendah dengan pola yang berbeda. 3. Perubahan respons imun antara KNF respons tinggi dan respons rendah pada kelompok radioterapi + plasebo (kontrol) dengan uji Manova didapatkan perbedaan yang signifikan (nilai Wilks: 0.26353, tingkat F signifikan : 0.0001). Ini berarti, radioterapi menyebabkan perbedaan perubahan respons imun pada KNF respons tinggi dan respons rendah. Dari uji diskriminan yang dilakukan terbadap 11 variabel yang diteliti didapatkan 7 variabel pembeda terkuat yaitu sT CD8, sTp IFN-&amp;#947;, sTp IL-10, sTp IL-2, sPp IgG, sel plasma dan sTp IL-4 (Wilks lambda: 0.26690, tingkat F signifikan : 0.0001). Kekuatan pembeda ke tujuh variabel ini sebesar 97,37%. Ke tujuh variabel hasil uji diskriminan berdasarkan tes multivariat membentuk pola yang berbeda secara signifikan (nilai Wilks: 0.05296, tingkat F signifikan : 0.0001). Pola perubahan respons imun pada KNF respons tinggi kelompok radioterapi + plasebo adalah sT CD8 (8.464), sTp IL-2 (2.672), sTp IL-4 (0.336), sTp IL-10 (3.967), sTp IFN-&amp;#947; (2.451), sPp IgG (1.281) dan sel plasma (2.610). Sedangkan pola perubahan respons imun pada KNF respons rendah kelompok radioterapi + plasebo adalah sT CD8 (-0.064), sTp IL-2 (-0.002), sTp IL-4 (1.425), sTp IL-1 0 (0.417), sTp IFN-&amp;#947; (0.021), sPp IgG (4.202) dan sel plasma (3.989). Grafik pola ini menunjukkan bahwa radioterapi menyebabkan penurunan respons Th1 pada KNF respons rendah yang lebih banyak dibandingkan KNF respons tinggi. Kesimpulannya adalah radioterapi pada KNF respons tinggi menyebabkan peningkatan respons Th1 dan respons Th2. Sedangkan radioterapi pada KNF respons rendah menyebabkan penurunan respons Th1, peningkatan respons Th2. Mekanisme dari radioterapi dalam menimbulkan perubahan respons imun pada KNF respons tinggi dan respons rendah sebagai berikut. Radioterapi pada KNF respons tinggi menyebabkan sTp IL-2 meningkat agak tinggi, diikuti sTp IFN-&amp;#947; yang juga meningkat agak tinggi, sT CD8 meningkat sangat tinggi, sTp IL-4 meningkat sangat sedikit, sTp IL-10 meningkat tinggi, sPp IgG meningkat agak tinggi, sel plasma meningkat sangat tinggi. Radioterapi pada KNF respons rendah menyebabkan sTp IL-2 tetap (tak berubah), di ikuti sTp IL-2 dan sTp IFN-&amp;#947; yang juga tetap, sTp IL-4 tetap, sTp IL-10 meningkat sangat sedikit, sPp IgG dan sel plasma meningkat tinggi. 4. Perubahan respons imun antara KNF respons tinggi dan respons rendah pada kelompok radioterapi + vaksinasi BCG (perlakuan) dengan uji Manova didapatkan perbedaan yang signifikan (nilai Wilks: 0.30810, tingkat F signifikan : 0.0001). Ini berarti, vaksinasi BCG yang dilakukan bersama dengan radioterapi KNF menyebabkan perbedaan perubahan respons imun pada KNF respons tinggi dan respons rendah. Hasil uji diskriminan didapatkan 4 variabel pembeda terkuat yaitu sT CD8, sTp IFN-&amp;#947;, makrofag dan sTp IL-2 (Wilks lambda: 0.32692, tingkat F signifikan : 0.0001). Kekuatan pembeda ke empat variabel ini adalah sebesar 94,87%. Ke empat variabel hasil uji diskriminan berdasarkan tes multivariate membentuk pola yang berbeda secara signifikan (nilai Wilks: 0.10593, tingkat F signifikan : 0.0001). Pola perubahan respons imun pada KNF respons tinggi kelompok radioterapi + vaksinasi BCG adalah makrofag (6.242), sT CD8 (5.870), sTp IL-2 (1.386) dan sTp IFN-&amp;#947; (7.047). Sedangkan pola perubahan respons imun pada KNF respons rendah kelompok radioterapi + vaksinasi BCG adalah makrofag (2.130), sT CD8 (0.199), sTp IL-2 (0.152) dan sTp IFN-&amp;#947; (1.266). Graftk pola ini menunjukkan bahwa vaksinasi BCG pada KNF respons tinggi menyebabkan makrofag dan sT CD8 meningkat sangat tinggi, sTp IL-2 meningkat agak tinggi dan sTp IFN-&amp;#947; meningkat sangat tinggi. Vaksinasi BCG pada KNF respons rendah menyebabkan makrofag meningkat agak tinggi, sTp IL-2 dan sT CD8 meningkat sangat sedikit, sedangkan sTp IFN-&amp;#947; meningkat agak tinggi. Peningkatan respons Th1 pada KNF respons tinggi yang lebih banyak dibandingkan KNF respons rendah. Kesimpulannya adalah vaksinasi BCG yang dilakukan bersama dengan radioterapi menyebabkan peningkatan respons Th1 baik pada KNF respons tinggi maupun KNF respons rendah. Dengan demikian hipotesis 1 penelitian ini telah dapat dibuktikan. Mekanisme dari vaksinasi BCG dalam menimbulkan perubahan respons imun pada KNF respons tinggi dan respons rendah adalah sebagai berikut. Vaksinasi BCG pada KNF respons tinggi menyebabkan makrofag meningkat sangat tinggi, di ikuti sTp IL-2 yang meningkat cukup tinggi, sTp IFN-&amp;#947; meningkat sangat tinggi dan sT CD8 meningkat tinggi. Vaksinasi BCG pada KNF respons rendah menyebabkan makrofag meningkat agak tinggi, di ikuti sTp IL-2 meningkat sangat sedikit, sTp IFN-&amp;#947; meningkat sedikit, sT CD8 meningkat sangat sedikit. 5. Perbedaan data VTN (volume tumor nasofaring) pra radioterapi antara kelompok radioterapi + plasebo dan kelompok radioterapi + vaksinasi BCG berdasarkan uji Anova satu arah didapatkan hasil tidak berbeda secara signifikan (koefisien F : 0.6964). Perbedaan data VTN pasca terapi antara kedua kelompok dengan uji Anova satu arah didapatkan hasil berbeda secara signifikan (koefisien F : 0.016). Ini berarti, pemberian vaksinasi BCG bersama dengan radioterapi KNF menyebabkan penurunan VTN. Sedangkan Pengujian yang dilakukan terhadap data tingkat respons KNF terhadap radiasi berdasarkan kriteria RL, RS, TR dan P dari kedua kelompok dengan menggunakan uji Chi-Square didapatkan hasil berbeda secara signifikan (X² : 9.41582, tingkat F signifikan : 0.0242). Sedangkan pengujian yang dilakukan terhadap data tingkat respons KNF terhadap radiasi berdasarkan kriteria respons tinggi dan respons rendah dari kedua kelompok dengan uji Chi-Square juga didapatkan hasil berbeda secara signifikan (X² : 7.26383, tingkat F signifikan : 0.0070). Dari uji Anova dan Chi-square diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa vaksinasi BCG yang dilakukan meningkatkan respons KNF terhadap radiasi. Dengan demikian hipotesis 2 dari penelitian ini telah terbukti. Mekanisme dari kombinasi radioterapi dan vaksinasi BCG dapat meningkatkan respons KNF terhadap radiasi adalah sebagai berikut. Radioterapi menyebabkan kematian sel kanker di nasofaring, baik langsung karena rusaknya DNA yang berat maupun tak langsung akibat efek radikal bebas. Sedangkan penyuntikan vaksin BCG (stresor imunogenik) dengan dosis tinggi lewat kulit (intra kutan) akan memicu dengan kuat peningkatan aktivitas makrofag (alarm atau adaptation stage) yang berefek peningkatan respons imun seluler terutama respons Th1. Meningkatnya kemampuan sel efektor imunologis ini dalam melawan sel kanker menyebabkan jumlah sel kanker di nasofaring yang mati makin banyak (meningkat). Dengan demikian kombinasi radioterapi dan vaksinasi BCG akan menyebabkan kematian sel kanker di nasofaring yang makin banyak (meningkat), sehingga volume tumor nasofaring (VTN) makin menurun atau mengecil. Bila ditinjau dari tujuan pengobatan KNF adalah matinya sel kanker yang sebanyak mungkin, maka pemberian vaksinasi BCG bersamaan dengan radioterapi KNF merupakan kombinasi yang rasional dan menguntungkan. Selain mencegah efek samping radioterapi terhadap sistem imun, vaksinasi BCG yang dilakukan mampu meningkatkan kemampuan sel efektor imunologis dalam membunuh sel kanker di nasofaring (kualitas immune surveillance meningkat). Ini berarti kombinasi radioterapi KNF dan vaksinasi BCG akan memberi efek pembunuhan terhadap kanker yang saling menunjang (makin efektif), dalam arti sel kanker di nasofaring yang dimatikan makin banyak. Hal ini disebabkan karena sel kanker di nasofaring (KNF) dimatikan secara simultan melalui 2 jalur yaitu 1) jalur eksogen oleh radiasi (radioterapi), dan 2) jalur endogen oleh sel efektor imunologis. 6. Efek samping radioterapi clan vaksinasi BCG Efek samping radioterapi yang ditemukan pada kelompok radioterapi + vaksinasi BCG sedikit lebih kecil, tetapi secara keseluruhan timbulnya efek biologik pada kedua kelompok hampir sarna. Paling sering ditemukan adalah kelainan kulit yaitu 100% pada kelompok radioterapi + plasebo, sedangkan kelompok radioterapi + vaksinasi BCG sebesar 92,30%. Kelainan hematology (28,29%) clan mikosis rongga mulut (10,25%) pada kelompok radioterapi + vaksinasi BCG lebih sedikit dibandingkan kelompok radioterapi + placebo (masing-masing 44,73% clan 28,94%). Efek samping vaksinasi BCG umumnya ringan antara lain pembesaran KGB regional (5,12%), subfebris (23,07%), nyeri ringan daerah punggung di lokasi penyuntikan (35,89%). Tidak ditemukan komplikasi berat seperti syok anafilaktik, abses KGB, TB disiminata, TB paru aktif atau granuloma paru. Komplikasi vaksinasi BCG yang ringan dan jarang terjadi pada penelitian ini mungkin karena sebelum penyuntikan vaksin BCG dilakukan tes PPD (Mantoux) terlebih dulu dan penyuntikan vaksin BCG secara intra dermal. Berdasarkan alasan ini, maka vaksinasi BCG yang dilakukan dengan cara modifikasi teknik skarifikasi multiple (MTSM) dapat dianggap cukup aman. Kelebihan lain dari vaksinasi BCG adalah teknik pemberian (penyuntikan) yang mudah dilakukan yaitu intra kutan. Komplikasi berat biasanya disebabkan karena penyuntikan vaksin BCG yang terlalu dalam (subkutan). Resiko terjadinya komplikasi akan sangat dikurangi bila teknik penyuntikan vaksin BCG dilakukan secara benar. Kesimpulan penelitian ini adalah vaksinasi BCG yang dilakukan bersama dengan radioterapi merupakan cara yang efektif mencegah penurunan respons Th1 akibat radioterapi, sekaligus meningkatkan respons KNF terhadap radiasi. Diketemukannya mekanisme dari vaksinasi BCG dalam meningkatkan respons Th1 pada KNF respons tinggi dan respons rendah serta kemampuannya dalam meningkatkan respons KNF terhadap radiasi diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan landasan ilmiah memperbaiki tatalaksana pengobatan KNF dengan radiasi (radioterapi), agar prognosis lebih baik.</description

Item Type: Thesis (Disertasi)
Additional Information: KKA KK Dis K06/04 Ken p
Uncontrolled Keywords: Radiotherapy of nasopharyngeal carcinoma, Th1 response, BCG
Subjects: R Medicine > R Medicine (General) > R735-854 Medical education. Medical schools. Research
R Medicine > RA Public aspects of medicine > RA1-1270 Public aspects of medicine > RA421-790.95 Public health. Hygiene. Preventive medicine > RA638 Immunity and immunization in relation to public health
R Medicine > RM Therapeutics. Pharmacology > RM260-263 Chemotherapy
Divisions: 09. Sekolah Pasca Sarjana > Ilmu Kedokteran
Creators:
CreatorsNIM
WIDODO ARIO KENTJONO, 099512050 DUNSPECIFIED
Contributors:
ContributionNameNIDN / NIDK
Thesis advisorSoedijono TirtowidardjoUNSPECIFIED
Thesis advisorYoes Prijatna DachlanUNSPECIFIED
Thesis advisorSuhartono PutraUNSPECIFIED
Depositing User: mat sjafi'i
Date Deposited: 27 Sep 2016 01:08
Last Modified: 04 Jul 2017 23:50
URI: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/32123
Sosial Share:

Actions (login required)

View Item View Item