KERAGAMAN MOLEKULER DAN KARAKTERISASI MIOSIN OTOT SKELETAL SAPI, KAMBING DAN BABI

DADY SOEGIANTO NAZAR, 0998131126 D (2005) KERAGAMAN MOLEKULER DAN KARAKTERISASI MIOSIN OTOT SKELETAL SAPI, KAMBING DAN BABI. Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

[img]
Preview
Text (ABSTRAK)
ABSTRAK.pdf

Download (1MB) | Preview
[img] Text (FULLTEXT)
FULL TEXT-5.pdf
Restricted to Registered users only

Download (1MB) | Request a copy
Official URL: http://lib.unair.ac.id

Abstract

Di masyarakat otot skeletal lebih dikenal sebagai daging dan merupakan hasil ternak potong yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Daging merupakan salah satu sumber protein hewani bergizi tinggi, karena selain mengandung asam amino esensial yang lengkap, daging juga mengandung air, lamak, karbohidrat dan komponen organik yang dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk fungsi fisiologis. Protein miofibril merupakan protein otot skeletal yang berfungsi dalam transduksi mengubah energi kimia ke dalam energi mekanik yang berakibat terjadinya kontraksi miofibril. Pada era globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi, tidak menutup kemungkinan meningkatnya impor daging dari beberapa negara maju ke Indonesia. Daging impor biasanya sudah dalam bentuk potongan dan dikemas sedemikian rupa agar kondisinya tetap segar atau paling tidak mendekati daging segar dan umumnya sudah mengalami pengolahan atau pendinginan. Hal ini akan berakibat sulit untuk membedakan daging yang berasal dari beberapa spesies ternak, apalagi bila di substitusi dengan spesies yang berbeda. Untuk menghindari terjadinya pemalsuan daging, perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk mendapatkan metoda yang tepat dalam menentukan spesies hewan asal daging tersebut. Sampai saat ini belum pernah dilakukan pembedaan pada tingkat molekuler berdasarkan keanekaragaman fragmen DNA dan fraksi protein otot skeletal sapi, kambing dan babi. Pada tahun 1986 sudah ada kit uji imunologis yang menggunakan metoda ELISA untuk menentukan spesies ternak asal daging dengan nama dagang Check meat yang disebut juga sebagai Rapid Meat Species Testing, namun ternyata masih terdapat kelemahan yaitu terjadi reaksi silang terhadap spesies yang berdekatan seperti sapi dengan kerbau atau kambing dengan domba misalnya. Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) yang dikembangkan pertama kali oleh Mullis et al. (1986), telah banyak digunakan untuk pengujian yang berhubungan dengan DNA. Sejalan dengan kemajuan teknologi, saat ini banyak muncul beberapa teknik baru yang berbasis PCR salah satunya PCR-Random Amplified Polymorphic DNA (PCRRAPD) yang dikembangkan pertama kali oleh William et al.(1990) yang banyak dimanfaatkan untuk menguji tingkat polimorfisme DNA. Metode PCR-RAPD menggunakan random primer tunggal berantai pendek dengan oligonukleotida yang panjangnya hanya 10 basa dengan urutan acak, untuk mengamplifikasi fragmen DNA secara acak tanpa harus mengetahui terlebih dulu urutan nukleotida atau DNA target yang spesifik. Pemilihan random primer untuk analisis biasanya dilakukan atas dasar studi pustaka atau dapat juga melalui penelitian pendahuluan. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya dan spesifikasi PCR-RAPD, maka metoda ini dapat digunakan untuk mengetahui keragaman genetik dengan melihat pita polimorfisme hasil amplifikasi fragmen DNA sapi, kambing dan babi. Analisis secara kualitatif berdasarkan pola pita yang terbentuk hasil amplifikasi fragmen DNA sapi, kambing dan babi menggunakan PCR-RAPD dengan random primer RA01, RA09, RB02 dan RB08 dapat digunakan untuk membedakan otot skeletal sapi, kambing dan babi. Pita hasil amplifikasi fragmen DNA yang membedakan enter spesies berdasarkan ukuran fragmennya dengan primer RA01, pada sapi 300 pb, 650 pb, 800 pb dan 900 pb, pada kambing 500 pb, 900 pb, 1100 pb dan 1350 pb, dan pada babi 100 pb dan 850 pb. Sedangkan dengan primer RA09, pada sapi 350 pb dan 750 pb, pada kambing 250 pb, 650 pb dan 1100 pb, dan pada babi 200 pb, 300 pb, 550 pb dan 1050 pb. Pada babi dengan primer RB02 terdapat dua pita spesifik, yaitu pita dengan ukuran fragmen 600 pb dan 700 pb yang terlihat jelas dan tebal sehingga terlihat sangat berbeda dengan pola pita yang terbentuk pada sapi dan kambing. Pita dengan ukuran fragmen 1900 pb dan 2100 pb pada sapi adalah unik, karena hanya dimiliki oleh sapi dan pita ini terlihat jelas dan tebal tetapi frekuensi kemunculannya secara berurutan 0,6 dan 0,2, bersama dengan pita 450 pb, 850 pb dan 950 pb yang merupakan pola pita pada sapi. Pada kambing pita dengan ukuran fragmen 1400 pb adalah pita yang unik untuk membedakan dengan spesies lainnya karena terlihat jelas dan tebal meskipun dimiliki juga oleh babi tetapi terlihat samar dan tipis, bersama dengan pita 200 pb, 350 pb 950 pb merupakan pola pita kambing. Hasil amplifikasi dengan primer RB08, pita dengan ukuran fragmen 300 pb, 550 pb, 900 pb dan 1500 pb pada sapi merupakan pita pembeda dengan kambing dan babi, sedangkan pada kambing pita 500 pb dan 1250 pb merupakan pita pembeda dengan sapi dan babi. Pita dengan ukuran fragmen 750 pb terlihat jelas dan tebal dapat digunakan sebagai pembeda dengan sapi dan kambing meskipun dimiliki juga oleh sapi dan kambing, apalagi bila terdapat pita 2300 pb yang frekuensi kemunculannya 0,6. Tidak konsistennya keragaman genetik dalam satu spesies dari hasil amplifikasi fragmen DNA disebabkan tidak homogennya genetik dari setiap spesies, oleh karena itu apabila ada pita yang tidak terdapat pada spesies lainnya maka sudah dapat dikatakan spesifik meskipun frekuensi kemunculannya bervariasi. Fenogram merupakan hasil analisis kuantitatif yang berdasarkan nilai koefisien kesamaan melalui penghitungan matrik kesamaan dari pola pita yang terbentuk sebagai hasil amplifikasi fragmen DNA dengan PCR-RAPD. Rendahnya nilai koefisien kesamaan antara sapi dengan kambing yang terletak pada kisaran 0,250 hingga 0,536 dan antara sapi dan kambing dengan babi yang terletak pada kisaran 0,318 hingga 0,445, menunjukkan bahwa tingkat kekerabatan antara sapi, kambing dan babi adalah jauh. Jauhnya tingkat kekerabatan terlihat dari penampilannya atau yang sering disebut dengan fenotip antara sapi, kambing dan babi. Hasil karakterisasi fraksi protein miosin otot skeletal sapi, kambing dan babi dengan metoda elektroforesis dua dimensi, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan berat dan muatan molekulnya. Fraksi protein miosin pada sapi dengan berat molekul 146 kDa, 165 kDa, 186 kDa dan 209 kDa, titik isoelektiknya (pI) pada kisaran 3 hinggga 7,8, sedangkan pada kambing dengan berat molekul 146 kDa, 165 kDa dan 209 kDa, titik isoelektriknya (PI) pada kisaran 4,5 hingga 8,8. Fraksi protein miosin pada babi dengan berat molekul 146 kDa, 209 kDa dan 221 kDa, titik isoelektriknya (pI) pada kisaran 7,5 hingga 9,8.

Item Type: Thesis (Disertasi)
Additional Information: KKA KK Dis K14/06 Naz k
Uncontrolled Keywords: DNA fragments, polymorphism, electrophoresis, myosin, isoelectric points ( pI )
Subjects: R Medicine > R Medicine (General) > R735-854 Medical education. Medical schools. Research
Divisions: 09. Sekolah Pasca Sarjana > Ilmu Kedokteran
Creators:
CreatorsNIM
DADY SOEGIANTO NAZAR, 0998131126 DUNSPECIFIED
Contributors:
ContributionNameNIDN / NIDK
Thesis advisorF. M. Judajana, Dr., dr., SpPK(K)UNSPECIFIED
Thesis advisorFedik Abdul Rantam, Dr. drh.UNSPECIFIED
Depositing User: mat sjafi'i
Date Deposited: 30 Aug 2016 02:07
Last Modified: 16 Jun 2017 19:27
URI: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/32138
Sosial Share:

Actions (login required)

View Item View Item