TATIEK SRI DJATMIATI, 099612367D (2004) PRINSIP IZIN USAHA INDUSTRI DI INDONESIA. Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
djatmiat.pdf Download (273kB) | Preview |
|
|
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s3-2007-djatmiat1t-3640-dish10-4.pdf Download (2MB) | Preview |
Abstract
Analisis tentang peraturan perundang-undangan yang menyangkut perizinan di Indonesia menunjukkan suatu gambaran yang rumit, hampir-hampir tidak tertata dalam satu sistem dan bahkan tidak dilandaskan pada filosofi izin yang tercermin dalam tujuan izin, antara lain mengendalikan aktifitas tertentu, mencegah bahaya, mengatur distribusi barang, seleksi orang dan aktifitas tertentu. Keadaan yang demikian, mendorong penulis untuk meneliti dan menulis disertasi dengan beranjak dari rumusan masalah berikut : Dalam rapat penilaian naskah disertasi, yang diselenggarakan tanggal 28 — Februari — 2002, tim penilai memutuskan perubahan judul disertasi ini yang semula adalah Prospek Perizinan Di Indonesia (Suatu Pemikiran Tentang Pengembangan Prinsip-Prinsip Izin Usaha Industri) menjadi Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia tanpa merubah pokok masalah, hanya saja rumusan masalah perlu dipertajam. Berdasarkan keputusan tersebut, pertama-tama perlu dipertegas makna prinsip. Prinsip dalam Bahasa Inggris adalah principle (jamak : principles). Dalam Blacks Law Dictionary, h. 1193 dijelaskan, principle : a fundamental truth or doctrine, as of law; a comprehensive rule or doctrine which furnishes a basis or origin for a others. Dalam penelitian dan penulisan disertasi ini prinsip berkaitan dengan asas dan ratio atau filosofi izin, yaitu dalam hal ini izin usaha industri. Asas atau ratio bukanlah rechtsbeginsel . Dengan pengertian tersebut, pertanyaan utama penelitian ini adalah apakah rasio dan filosofi izin usaha industri dan berdasarkan rasio atau filosofi izin usaha industri pertanyaan berikutnya adalah apakah sistem perizinan usaha industri berdasarkan hukum positif mendukung investasi. Pengertian mendukung dalam penelitian ini adalah pengertian nofmatif dan bukan pengertian empiris. Dengan penekanan pada pengertian nofmatif, penelitian ini menganalisis peraturan perundang-undangan di Indonesia mengenai izin usaha industri. Kajian menyangkut kewenangan menerbitkan izin dan prosedur permohonan dan penerbitan izin. Untuk mengkaji ratio atau filosofi izin, penelitian ini menggunakan komparasi dengan sistem perizinan di Belanda dan Uni Eropa. Penelitian, terhadap bahan hokum primer dilakukan dengan menginventarisasi, mensistematisasi, menganalisis dan mengevaluasi peraturan perundang-undangan yang menyangkut perizinan di Indonesia. Daftar lengkap peraturan perundang-undangan tersebut dimuat pada daftar khusus dalam disertasi ini. Penelitian Kepustakaan (Library research) dilakukan mulai di Perpustakaan Universitas Airlangga, khususnya koleksi khusus Fakultas Hukum Unair dan dilanjutkan pada Perpustakaan Utrecht Universiteit khususnya perpustakaan dari Staats-en Bestuursreeht Instituut . Pendekatan (Approach) yang dilakukan adalah statute approach yang menganalisis peraturan perundangan tentang perizinan di Indonesia, khususnya izin usaha industri dan dikaitkan dengan Comparative approach yaitu dengan membandingkan sistem perizinan Uni Eropa dan Belanda. Hasil penelitian terhadap peraturan perundang-undangan yang menyangkut perizinan dipaparkan dalam tabel-tabel. Dari paparan tersebut nampak betapa rumitnya sistem perizinan di Indonesia. Paparan lengkap penulisan disertai dituangkan dalam 6 (enam) bab, yang disusun sebagai berikut : Bab I Pendahuluan Dalam bab Pendahuluan dianalisis tentang latar belakang penulisan, yang mendasari rumusan masalah yaitu mengenai apakah sistem perizinan Industri di Indonesia, mendukung investasi di Indonesia. Dalam realita ternyata sistem perizinan kita tidak mendukung investasi dan tidak sesuai dengan era pasar global, yang tidak menghendaki hambatan-hambatan tarif maupun non tarif (tariff barrier dan non tariff barrier). Bab II Kewenangan Pemerintah Dalam Mengendalikan Kegiatan Usaha Dalam bab ini dianalisis perbedaan istilah pemerntah dan pemerintahan melalui kajian pustaka, melalui telaah UUD 1945, dan melalui Undang¬undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Ada 2 kelompok, yang menyoroti istilah Pemerintah dan Pemerintahan, yaitu kelompok yang tidak membedakan istilah tersebut dan yang membedakan. UUD 1945 sendiri membedakan keduanya, sedangkan dalam undang-undang No. 22 tahun 1999 dibedakan istilah pemerintah dan pemerintahan. Dan sisi kewenangan, diuraikan tentang pengertian kewenangan dan teori yang mendasarinya, dan sumber-sumber hukum kewenangan yang meliputi atribusi, delegasi, dan mandat. Kemudian dijelaskan tentang lingkup penggunaan kewenangan yang meliputi 3 (tiga) elemen yaitu mengatur, mengontrol, dan memberikan sanksi (penegakan hukum). Bab III Sistem Perizinan di Belanda dan Uni Eropa Dalam bab ini dianalisis mengenai aspek kebebasan bertindak dalam sistem hukum Belanda, dengan menegaskan konsep mengenai klassieke liberale rechsstaat dan disusul dengan liberale democratische rechtsstaat, yang kemudian juga asas tentang specialiteits beginsel dalam sistem perizinan Belanda. Kodifikasi sistem perizinan di Belanda dianalisis sehubungan dengan kewenangan dalam menerbitkan izin, prosedur perizinan yang menekankan pada norma-norma prosedural dan norma-norma substansial seperti yang diatur oleh A.W.B (Algemene Wet Bestuursecht). Komparasi atas sistem hukum perizinan Belanda dengan sistem hukum Uni Eropa diawali dengan menguraikan prinsip kebebasan atas arus perpindahan barang, orang, modal dan jasa ke seluruh negara anggota Uni Eropa seperti yang diatur dalam Treaty of European Union . Berbagai kasus hukum yang menyangkut decisions, license, general principles (dalam pemerintahan) dipaparkan dengan menekan dan kedudukan hukum nasional terhadap hukum-hukum supra nasional:. Bab IV Sistem Perizinan Dalam Bidang Usaha Industri di Indonesia Dalam bab IV ini, dianalisis mengenai sistem perizinan di Indonesia dari beberapa aspek. Aspek pertama adalah karakteristik izin yang meliputi rasio izin dan teknis tentang izin. Aspek kedua adalah jenis izin usaha industri yang meliputi industri jasa dan non jasa. Aspek ketiga adalah, Izin¬izin Penunjang termasuk rekomendasi. Aspek keempat adalah pembagian wewenang vertikal di bidang izin sebelum dan sesudah berlakunya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Sebelum berlakunya UU No. 22 tahun 1999, terdapat pluralistik dalam sistem perizinan di Indonesia, sehingga secara teknis yuridis menimbulkan problem karena adanya disintegrasi dalam peraturan perundangan perizinan, adanya diversifikasi kewenangan dan adanya peluang penyalahgunaan izin sebagai sarana pemasukan retribusi dan pajak di tingkat pusat dan daerah. Keadaan tersebut tidak jauh berbeda dengan berlakunya UU No. 22 tahun 1999, yang mengakibatkan sistem perizinan usaha Industri di Indonesia semakin rumit, dan tidak mendukung investasi maupun globalisasi. Bab V Prospek Izin Usaha Industri Dalam Era Pasar Global Dalam bab ini, kajian diberikan terhadap pemikiran pembaharuan terhadap izin usaha industri, hubungan antara izin usaha industri, pengembangan industri dan investasi, langkah antisipatif terhadap perbedaan ketentuan yang ada dan peran hakim dalam penyelesaian sengketa izin usaha industri. Terhadap pemikiran pembaharuan izin usaha industri dianalisis dengan mengetengahkan berbagai pandangan para pakar hukum, yang dapat menjadi pijakan atas problem perizinan usaha industri. Dengan pembaharuan ini, dimaksudkan sebagai langkah untuk mengantisipasi produk-produk hukum perizinan, agar dapat ikut berperan (mengimbangi) keperluan pasar global dan untuk menarik minat investor. Selanjutnya sehubungan dengan peran hakim terhadap pemberian keputusan, dikemukakan beberapa sistem hukum yang terdiri dari, civil law system., common law system, socialist legal system dan Islamic legal system, yang mengakibatkan problem untuk sistem hukum nasional Indonesia sendiri dan sistem hukum regional (di tingkat ASEAN). Bab VI Penutup Dalam bab ini diketengahkan mengenai kesimpulan dan saran dari penulis, sehubungan dengan temuan-temuan yang didapat dalam penulisan disertasi. Kesimpulan dari penelitian dan penulisan disertasi ini sebagai berikut : Sistem perizinan di Indonesia khususnya izin usaha industri tidak berdasarkan landasan filosofi seperti sistem perizinan Belanda yang bertumpu pada asas kebebasan bertindak (freedom to do). Landasan filosofi hukum Belanda adalah asas kebebasan (freedom to do). Berkaitan dengan asas tersebut, kewenangan pemerintah menerbitkan izin bertumpu pada asas legalitas dan secara khusus pada asas spesialitas (specialiteits beginsel). Asas spesialitas mensyaratkan setiap kewenangan (termasuk penerbitan izin) hams dikaitkan dengan tujuan tertentu. Menyimpang dari tujuan tersebut akan lahir detournement de pouvoir . Filosofi perizinan Indonesia ialah, izin merupakan instrumen investasi yang Bering menjurus pads tindakan menyalahgunakan wewenang dan tindakan sewenang-wenang. Penyalahgunaan dan tindakan sewenang-wenang sangat berpeluang disebabkan : pengaturan dan pembagian kewenangan Tidak jelas mana yang menjadi kewenangan inti dan mana yang kewenangan terkait yang menjadi landasan diterbitkannya izin usaha industri; dan dikaitkan dengan U.U. No. 22 / 1999, tentang Pemerintahan Daerah dengan bergesernya pola pembagian kewenangan pusat dan daerah dari pola formal ke pola residu, makin menimbulkan ketidakpastian menyangkut wewenang menerbitkan izin usaha industri. prosedur Tidak ada prosedur yang terpola meskipun berbagai upaya melalui paket-paket kebijakan di bidang usaha industri. Paket-paket kebijakan justru melahirkan berbagai konflik yuridis. Dalam kaitan tersebut, kondisi Hukum yang ada di Indonesia saat ini dikaitkan dengan Undang-undang No. 22 / 1999 tentang Pemerintah Daerah, jelas-jelas tidak kondusif terhadap iklim investasi, khususnya usaha industri. Dari hasil penelitian dan kesimpulan perlu disampaikan saran sebagai berikut : Dalam rangka pembaharuan sistem perizinan di Indonesia disarankan : Pola one stop service seyogyanya ditingkatkan menjadi pola integrasi prosedur. Dengan pola integrasi prosedur diharapkan dapat dibangun sistem perizinan terpadu dalam satu mata rantai yang dalam sistem Belanda dikenal dengan istilah ketting vergunningen. Pola satu atap tanpa membangun integrasi prosedur pada dasarnya tidak melahirkan penyederhanaan dalam sistem perizinan; Dalam rangka AFTA (Asean Free Tradearea) perlu dipikirkan kemungkinan untuk membangun Community law bagi negara-negara penandatangan AFTA (seperti European Law). Usaha ke arah itu dapat dirintis oleh Fakultas-fakultas Hukum negara-negara penandatangan AFTA, dengan menempatkan Comparative Law yaitu negara-negara penandatangan AFTA sebagai topik mata kuliah wajib, yang dimulai dengan Comparative Law dalam bidang Administrative Law mengingat ruang lingkup AFTA, pada dasarnya termasuk lingkup Administrative Law. Izin Usaha Industri dalam era globalisasi tetap hams ada, akan tetapi hams berpegang pada prinsip the rule of law dan kondusif terhadap investasi. </description
Item Type: | Thesis (Disertasi) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK Dis H 10/04 Dja p | ||||||
Uncontrolled Keywords: | Industri , al license. liberalization. market economy. freedom to do. no industrial activities without license. | ||||||
Subjects: | H Social Sciences > HD Industries. Land use. Labor > HD3611-4730.9 Industrial policy. The state and industrial organization Including licensing of occupations and professions, subsidies, inspection, government ownership, municipal services H Social Sciences > HJ Public Finance > HJ9-9940 Public finance > HJ2240-5908 Revenue. Taxation. Internal revenue > HJ5309-5510 Administrative fees. User charges. License fees |
||||||
Divisions: | 09. Sekolah Pasca Sarjana > Ilmu Hukum | ||||||
Creators: |
|
||||||
Contributors: |
|
||||||
Depositing User: | Tn Yusuf Jailani | ||||||
Date Deposited: | 29 Sep 2016 04:38 | ||||||
Last Modified: | 18 Jun 2017 19:55 | ||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/32221 | ||||||
Sosial Share: | |||||||
Actions (login required)
View Item |