H. ABD. RACHIM AF.
(2005)
Pengaruh Struktur Pendapatan dan Belanja Pemerintah Kota Terhadap Kemandirian Wilayah dan Perkembangan Kegiatan Sosial Ekonomi MasyarakatKota Samarinda.
Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah didefinisikan sebagai Kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan untuk mengatur diri sendiri itu luas, nyata dan bertanggung-jawab. Tanggung jawab dan sekaligus tujuan Otonomi Daerah ialah (a) meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, (b) mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan, (c) memelihara hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah, dan antar Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan Otonomi Daerah itu didukung oleh Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang tujuan pokoknya adalah (a) memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah. (b) menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan, partisipatif, akuntabel dan pasti. Dengan mendasarkan pada pelaksanaan Struktur Pendapatan dan Belanja Pemerintah Kota, apakah mempengaruhi kemandirian wilayah dan perkembangan kegiatan sosial ekonomi masyarakat Kota Samarinda. Untuk itu guna menjawab persoalan tersebut maka perlu dilakukan studi mengenai Pengaruh Struktur Pendapatan dan Belanja Pemerintah Kota Terhadap Kemandirian Wilayah dan Perkembangan Kegiatan Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Samarinda . Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, memberikan dorongan kepada peneliti untuk mengkaji lebih jauh dengan rumusan masalah yang dibuat beberapa pertanyaan, apakah struktur pendapatan berpengaruh terhadap struktur belanja?, struktur pendapatan berpengaruh terhadap kemandirian wilayah?, struktur belanja berpengaruh terhadap kemandirian wilayah?, struktur belanja berpengaruh terhadap perkembangan kegiatan sosial ekonomi masyarakat Kota Samarinda?, kemandirian wilayah berpengaruh terhadap perkembangan kegiatan sosial ekonomi masyarakat Kota Samarinda?, kemudian apakah ada pengaruh merubah standardisasi posisi otonomi dari konsolidasi ke otonomi rendah, sedang atau tinggi, dengan standardisasi yang ditetapkan. Tujuan dari penelitian studi ini adalah mengukur dan menganalisis pengaruh struktur pendapatan terhadap struktur belanja, mengukur dan menganalisis pengaruh struktur pendapatan terhadap kemandirian wilayah, mengukur dan menganalisis pengaruh struktur belanja terhadap kemandirian wilayah, mengukur dan menganalisis pengaruh struktur belanja terhadap perkembangan kegiatan sosial ekonomi, mengukur dan menganalisis pengaruh kemandirian wilayah terhadap perkembangan kegiatan sosial ekonomi masyarakat Kota Samarinda, mengukur dan menganalisis standardisasi posisi otonomi dari konsolidasi ke otonomi rendah, sedang atau tinggi, dengan standardisasi yang ditetapkan. Pengertian wilayah (region) dalam ilmu regional bukanlah sekedar wilayah yang didemarkasi secara arbitrary, tetapi wilayah yang sangat berarti karena di dalamnya terdapat beberapa masalah sosial ekonomi yang terkait dengan region tersebut, karena di dalamnya terkandung berbagai masalah ekonomi sosial yang berkaitan dengan kehidupan perkotaan, seperti masalah perumahan, masalah sanitasi, jasa publik, dan lain-lain. Dengan demikian dapat dipahami / ditegaskan perbedaan pokok antara ilmu regional dengan ilmu ekonomi konvensional, terutama mengenai perlakuannya terhadap dimensi spasial. Kemudian dengan Pergeseran dari era sentralisasi ke desentralisasi itu menandakan tengah terjadi perubahan paradigma baru seiring masa transisi dari otoritarianisme menuju demokrasi dalam konteks kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat. Hal penting yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan kemandirian wilayahnya adalah meningkatkan sumber-sumber potensi ekonomi untuk dapat dilakukan sebagai suatu kegiatan usaha oleh sektor swasta, sehingga dari kegiatan tersebut diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah dan sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat dan Pemerintah Daerah khususnya dan tentunya hal tersebut dapat tercapai melalui penciptaan iklim berinvestasi yang kondusif dan mengarah kepada kegiatan usaha yang profitable. Membahas tentang Otonomi Daerah tidak bisa dilepaskan dengan konsep desentralisasi, yang mengandung makna bahwa wewenang mengatur dan mengurus pemerintahan tidak semata-mata dilakukan oleh Pemerintah Pusat, melainkan juga dilakukan oleh satuan pemerintahan yang lebih rendah. Kewenangan dari satuan pemerintahan yang lebih rendah untuk mengatur dan mengurus pemerintahan di daerahnya disebut Otonomi Daerah. Pemerintah Kota seharusnya berusaha meningkatkan pendapatan daerah setiap tahunnya, karena tuntutan penduduk akan pelayanan umum dan sosial semakin meningkat, hal ini untuk menciptakan kemandirian daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri, yang dituangkan dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang lazim disebut Keuangan Daerah. Berdasarkan kerangka proses berpikir dan kerangka konseptual, maka hipotesis yang diajukan dalam studi ini adalah Struktur Pendapatan berpengaruh terhadap Struktur Belanja, Struktur Pendapatan berpengaruh terhadap Kemandirian Wilayah, Struktur Belanja berpengaruh terhadap Kemandirian Wilayah, Struktur Belanja berpengaruh terhadap Perkembangan Kegiatan Sosial Ekonomi, Kemandirian Wilayah berpengaruh terhadap Perkembangan Kegiatan Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Samarinda. Metode penelitian studi ini berbasis pada penelitian eksplanatori, yaitu penelitian yang bermaksud untuk menguji dan menjelaskan pengaruh pelaksanaan struktur pendapatan dan belanja pemerintah kota terhadap kemandirian wilayah dan perkembangan kegiatan sosial ekonomi masyarakat Kota Samarinda. Penelitian ini diambil data untuk seluruh kecamatan di Kota Samarinda. Dengan demikian penelitian ini dilakukan secara sensus dengan data penelitian berbentuk data time series dari tahun 2001 sampai dengan 2003, sehingga merupakan pooled data, yaitu data gabungan antara data time series (2001 sampai dengan 2003; selama 3 tahun) dengan data cross sectional (6 Kecamatan) sedangkan teknik pengambilan populasi data meliputi kegiatan, melakukan verifikasi data, untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel, membuat tabulasi data yang akurat, sesuai dengan kebutuhan analisis, melakukan analisis finansial yang meliputi ratio PAD/APBD, APBD/PDRB dan PAD/PDRB, melakukan analisis data. Dalam penelitian ini digunakan variabel eksogen atau otonomi dan variabel endogen dan intervening yang terdiri dari, Variabel struktur pendapatan, diukur berdasarkan indikator Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan yang diterima dari Provinsi dan Pusat. PAD diukur berdasarkan item yang `meliputi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Laba Daerah dan Lain-lain Pendapatan yang Sah. Dana perimbangan yang diterima dari Provinsi diukur berdasarkan item yang meliputi bagi basil pajak dan subsidi / bantuan, sedangkan dana perimbangan pusat bersumber dari bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak, DAU dan DAK serta pinjaman daerah; Variabel struktur belanja diukur berdasarkan indikator belanja rutin dan belanja pembangunan yang terdiri dari SOC dan DPI. Belanja rutin diukur berdasarkan item belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, perjalanan dinas dan belanja lainnya. Belanja pembangunan yang terdiri dari Social Overhead Capital (SOC) dan Directly Productivity Investment (DPI) diukur berdasarkan item-item berupa 20 sektor pembangunan ; Variabel kemandirian wilayah diukur berdasarkan indikator rasio PAD terhadap APBD, APBD terhadap PDRB dan PAD terhadap PDRB serta Variabel perkembangan kegiatan sosial ekonomi diukur berdasarkan indikator berupa PDRB, pendapatan per kapita, tenaga kerja, pendidikan dan kesehatan. Untuk mengetahui Kemandirian dan Kegiatan Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Samarinda, maka dilakukanlah analisis Pengujian Hipotesis Penelitian dengan Analisis Jalur (Path Analysis). Kemudian Analisis Posisi Tingkat Kemandirian Wilayah diukur menggunakan Analisis Deskriptif dengan membandingkan standardisasi yang telah ditetapkan oleh Zadjuli (2002, 2004 dan 2005). Hipotesis Kesatu, Struktur Pendapatan berpengaruh terhadap Struktur Belanja. Dari hipotesis tersebut terdapat pengaruh signifikan, dengan koefisien path = 0,763 dan p = 0,000 pada derajat a = 0,05 (5 %). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar Struktur Pendapatan semakin tinggi pula Struktur Belanja. Hipotesis Kedua, Struktur Pendapatan berpengaruh terhadap Kemandirian Wilayah Kota Samarinda. Dari hipotesis tersebut ternyata Struktur Pendapatan berpengaruh non signifikan terhadap Kemandirian Wilayah, dengan koefisien path = -0,080 dan p = 0,830 pada derajat a = 0,05 (5 %). Hipotesis Ketiga, Struktur Belanja berpengaruh terhadap Kemandirian Wilayah Kota Samarinda. Pengaruh Struktur Belanja terhadap Kemandirian wilayah adalah non signfikan, dengan koefisien path = -0,451 dan p = 0,239 pada derajat a = 0,05 (5 %). Hipotesis Keempat, Struktur Belanja berpengaruh terhadap Perkembangan Kegiatan Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Samarinda. Struktur Belanja berpengaruh non signifikan terhadap Perkembangan Kegiatan Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Samarinda, dengan koefisien path = -0,047 dan p = 0,792 pada derajat a = 0,05 (5 %). Hipotesis Kelima, Kemandirian Wilayah berpengaruh terhadap Perkembangan Kegiatan Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Samarinda. Kemandirian Wilayah berpengaruh signifikan terhadap Perkembangan Kegiatan Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Samarinda, dengan koefisien path = 0,797 dan p = 0,000 pada derajat a = 0,05 (5 %). Secara deskriptif dianalisis Kemandirian Wilayah, yakni hasilnya PAD/APBD rata-rata dalam kurun waktu 3 tahun 6,98 % masih dalam posisi otonomi konsolidasi, karena PAD/APBD belum mencapai 15 %. PAD/PDRB harga konstan rata-rata dalam kurun waktu 3 tahun 1,22 %. Melihat angka tersebut dapat dikatagorikan Samarinda masuk dalam posisi otonomi rendah. Akan tetapi jika dilihat dari PAD/PDRB harga berlaku pada kurun waktu 3 tahun 'rata-rata sebesar 0,57 %, maka otonomi dalam menuju kemandirian wilayah belum mencapai posisi otonomi konsolidasi karena masih < 5 %. APBD/PDRB harga konstan dalam kurun waktu 3 tahun rata-rata sebesar 17,47 %, dapat dikatakan pada posisi otonomi tinggi, karena telah mencapai > 15 %. Namun dengan memperhatikan APBD/PDRB harga berlaku dalam kurun waktu 3 tahun rata-rata 8,17 %, termasuk dalam posisi otonomi rendah, karena masih belum mencapai 10 % - 15 %. Dengan demikian rumusan masalah keenam yang berbunyi apakah Otonomi Daerah merubah standardisasi posisi otonomi dari konsolidasi ke otonomi rendah, sedang atau tinggi, dengan standardisasi yang ditetapkan dapat dinyatakan PAD/APBD mencapai posisi konsolidasi, PAD/PDRB harga konstan Otonomi Rendah dan PAD/PDRB harga berlaku posisi konsolidasi serta APBD/PDRB harga konstan Otonomi Rendah dan APBD/PDRB harga berlaku posisi Otonomi Rendah. Dalam penelitian studi ini terdapat keterbatasan, yaitu penelitian ini menggunakan data sekunder, sehingga tingkat validitas data sangat ditentukan oleh sumber data berupa dokumentasi. Peneliti hanya bisa melakukan trianggulasi secara terbatas dengan melakukan cross check berupa observasi pada kecamatan se Kota Samarinda juga yang sulit diukur terdapat interkoneksitas antar kota, kabupaten dan provinsi dalam berbagai kegiatan ekonomi dan sosial yang berpengaruh terhadap Kota Samarinda. Sedangkan aktivitas ekonomi di Kota Samarinda yang diukur adalah keuangan Pemerintah Kota dan pengaruhnya terhadap kemandirian wilayah dan kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Realitanya faktor-faktor konsumsi, investasi dan ekspor-impor yang dapat membentuk Produk Domestik Regional Bruto tidak dimasukkan dalam perhitungan. Hasil studi ini dapat disimpulkan, Struktur Pendapatan berpengaruh signifikan terhadap Struktur Belanja. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pendapatan digunakan untuk Belanja Pemerintah Kota Samarinda. Struktur Pendapatan berpengaruh non signifikan terhadap Kemandirian Wilayah Kota Samarinda. Hal ini konsisten dengan hasil pengujian hipotesis kesatu, yang mengindikasikan adanya keterbatasan wewenang yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah di dalam menggali potensi Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan kepada daerah, jika dibandingkan dengan Produk Domestik Regional Bruto yang dihasilkan oleh Kota Samarinda. Struktur Belanja berpengaruh non signfikan terhadap Kemandirian Wilayah Kota Samarinda. Satu diantaranya disebabkan oleh banyaknya dana yang diprogramkan dan dilaksanakan untuk kepentingan belanja Social Overhead Capital (SOC) di mana dana tersebut dalam jangka pendek relatif tidak menghasilkan pendapatan, walaupun dalam jangka panjang ada program yang dapat menghasilkan pendapatan. Struktur Belanja berpengaruh non signifikan terhadap Perkembangan Kegiatan Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Samarinda. Dapat ditegaskan bahwa Pelaksanaan pembangunan di segala bidang sebenarnya dapat menerapkan prinsip pembangunan yang mendasar (Based Development). Yakni, bagaimana pembangunan serta tujuan utama pembangunan itu tumbuh dari masyarakat dan dilakukan demi masyarakat sendiri. Kemandirian Wilayah berpengaruh signifikan terhadap Perkembangan Kegiatan Sosial Masyarakat Ekonomi Kota Samarinda. `Berarti semakin tinggi tingkat Kemandirian Wilayah berdampak pada perkembangan Kegiatan Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Samarinda. Dalam pelaksanaannya terdapat tiga komponen stage holder dan dikenal dengan segitiga pelaku pembangunan yang tidak dapat dipisahkan antara masyarakat, pengusaha dan pemerintah daerah. Untuk standardisasi otonomi ternyata PAD/APBD mencapai posisi konsolidasi, PAD/PDRB harga konstan Otonomi Rendah dan PAD/PDRB harga berlaku posisi konsolidasi serta APBD/PDRB harga konstan Otonomi Rendah dan APBD/PDRB harga berlaku posisi Otonomi Rendah. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa manajemen keuangan daerah yang terkait dengan penggalian dana Pendapatan Asli Daerah belum dapat dilakukan secara optimal, karena adanya keterbatasan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat dan ketergantungan terhadap dana perimbangan cukup tinggi. Arah penggunaan dana lebih banyak pada Sosial Overhead Capital (SOC) dibandingkan dengan Directly Productivity Investment (DPI). Pembangunan yang dilakukan di Samarinda relatif belum mengacu pada Based Development. Dalam pelaksanaan pembangunan, tiga stage holder atau segitiga pelaku pembangunan tidak dapat dipisahkan antara masyarakat, pengusaha dan pemerintah daerah. Akhirnya dapat disarankan Cadangan Anggaran Pembangunan yang disimpan pada Bank dapat hasil jasa giro dan deposito mobile dan dapat digunakan sebagai dana cadangan untuk mengatasi yang bersifat darurat di daerah, baik pada tahun berjalan maupun pada awal tahun anggaran. Kewenangan Pemerintah Daerah di dalam menggali potensi Pendapatan Daerah dan sektor bisnis perlu mendapat keterlibatan yang cukup dalam mengembangkan kegiatannya guna mendukung pembangunan yang berefek penggandaan (multiplier effect) dengan mengacu pada pembangunan yang berkekuatan masyarakat. Kemudian Struktur Belanja lebih banyak diarahkan pada pengeluaran yang bersifat Directly Productivity Investment (DPI). Pembangunan Social Overhead Capital (SOC), diarahkan pada istilah lebih baik memberi pancing dibandingkan memberi ikan, terkecuali pada hal-hal yang secara manusiawi harus mendapat perhatian pemerintah. Selain itu perlu melibatkan masyarakat dan pihak swasta yang dapat mempengaruhi perkembangan kegiatan sosial ekonomi masyarakat Kota Samarinda. Interkoneksitas pembangunan baik konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor-impor antar kota, kabupaten, provinsi dan Pemerintah Pusat, memberi isyarat manajemen pembangunan dan keuangan di Kota Samarinda, harus memperhatikan dan mempertimbangkan sumber daya dan kekuatan yang ada di daerah masing-masing. </description
Actions (login required)
|
View Item |