DIDIK ENDRO PURWOLEKSONO
(2006)
TINDAK PIDANA DAN PERTANGGUNG-JAWABAN PIDANA DI BIDANG MEREK DALAM SISTEM HUKUM PIDANA INDONESIA.
Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Ada 3 isu hukum yang menjadi fokus permasalahan dalam penelitian ini yaitu (1) apakah pelanggaran merek dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana, (2) apakah ketentuan pidana dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (UU No. 15/2001) telah sesuai dengan sistem hukum pidana Indonesia, (3) apakah pertanggungjawaban pidana di bidang merek telah sesuai dengan sistem hukum pidana Indonesia. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan konsep, pendekatan perundang-undangan dan didukung dengan studi kasus. Sesuai dengan manfaat penelitian hukum, melalui penelitian ini ada 2 (dua) manfaat yang hendak dicapai yaitu (1) Secara khusus, diharapkan dapat memberikan masukan dan rekomendasi berupa kualifikasi tindak pidana di bidang merek dan ketentuan pidana berdasarkan UU No. 15/2001 dalam sistem hukum pidana Indonesia., serta dapat memberikan masukan dan rekomendasi pertanggungjawaban pidana di bidang merek dalam sistem hukum pidana Indonesia, (2) dari aspek praktek atau praktis, melalui penelitian ini diharapkan dapat ikut memberikan masukan tentang pemecahan kasus¬kasus yang terjadi di masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang merek. Temuan pertama yang dihasilkan dalam penelitian ini yaitu fungsi merek sebagai (1) Tanda pengenal untuk membedakan produk perusahaan yang satu dengan produk perusahaan yang lain, (2) Sarana promosi dagang. (3) Fungsi indikator kualitas (Jaminan atas mutu barang atau jasa) (4) Penunjukkan asal barang atau jasa yang dihasilkan. (5) Fungsi sugestif, artinya merek memberikan kesan akan menjadi kolektor produk-produk tertentu, (6) Menempatkan nama/simbol yang dipergunakan dan yang telah dikembangkan oleh perusahaan dalam pasar. (7) Merek dapat mencegah terjadinya persaingan tidak sehat. Perlindungan hukum merek diperlukan dalam rangka menjamin agar merek yang sudah terdaftar tidak ditiru, dibonceng, dibajak oleh pihak lain yang tidak bertanggungjawab. Perlindungan hukum merek juga memberikan arah dan sarana bagi pemilik merek yang terdaftar atau penerima lisensi merek terdaftar yang mereknya ditiru, dibonceng, dibajak oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Pelanggaran yang dicantumkan dalam UU 15/2001, yaitu pelanggaran administratif, perdata, dan pidana. Sanksi pelanggaran administratif yaitu berupa (1) penolakan pendaftaran merek, (2) penghapusan pendaftaran merek, dan (3) pembatalan pendaftaran merek; Sanksi perdata, dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga berupa ganti kerugian dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tanpa hak. Sanksi pidana kumulatif yang berupa pidana penjara dan pidana denda diancamkan kepada pelaku tindak pidana di bidang merek yang melanggar ketentuan Pasal 90, Pasal 91, Pas 92 dan Pasal 93 UU No.15/2001. Sedangkan pidana yang berupa pidana kurungan atau denda diancamkan kepada pelaku tindak pidana di bidang merek yang melanggar ketentuan Pasal 94nya. Tindak pidana di bidang merek, menurut UU No.15/2001 merupakan tindak pidana aduan. Hal ini dapat menimbulkan problem oleh karena jika pemilik merek tidak mengadakan pengaduan berarti tidak akan terjadi tindak pidana di bidang merek. Selain itu, tidak diatur peluang korban (masyarakat) tindak pidana di bidang merek untuk dapat mengajukan pengaduan atau laporan bahwa telah terjadi tindak pidana di bidang merek. Tidak adanya pengaduan tersebut menyebabkan pelaku tindak pidana di bidang merek dapat lolos dari pertanggungjawaban pidana, yang pada akhirnya pelaku tindak pidana di bidang merek tidak dapat dipidana. Temuan kedua, fungsi hukum pidana dalam kaitannya dengan pengaturan sanksi pidana, berdasarkan UU No. 15/2001, oleh karena tindak pidana di bidang merek dapat menimbulkan kerugian materiil yang cukup besar. Di sisi yang lain, dengan idaftarkan- nya dan diumumkannya merek terdaftar di berita umum, maka masalah merek sudah memasuki wilayah hukum publik, sehingga keberadaan sanksi pidana merupakan salah satu bentuk perlindungan kepada publik. Fungsi ancaman sanksi pidana yang diatur oleh UU No. 15/2001 merupakan fungsi yang bersifat ultimum remedium. Pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana di bidang merek merupakan pidana kumulatif yaitu pidana penjara dan pidana denda. Sesuai dengan karakteristik yang diatur oleh UU No. 15/2001, sanksi pidana kepada korporasi itu tidak diatur, sehingga korporasi tidak dapat dijatuhi pidana. Pidana dijatuhkan kepada pelaku manusia alamiah dan pengurus korporasi. Temuan ketiga, ada karakteristik tertentu untuk pertanggungjawaban pidana antara subyek hukum pidana manusia alamiah dengan subyek hukum pidana yang berupa korporasi. Pertanggungjawaban pidana di bidang merek yang pelakunya adalah korporasi, maka unsur-unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan lagi. Secara otomatis unsur pertanggungjawaban pidana yang lain, yakni di atas umur tertentu dan mampu bertanggungjawab, dilakukan dengan kesengajaan atau kealpaan, tidak alasan pemaaf, sudah melekat pada pelaku tindak pidana yang berupa korporasi. Pertanggungjawaban secara perdata tidak menutup pertanggungjawaban pidana, sebaliknya pertanggungjawaban pidana dapat dipergunakan sebagai dasar memperkuat melakukan gugatan secara perdata. Terjadinya perdamaian dalam perkara perdata untuk pelanggaran merek, tidak menutup dilakukannya pertanggungjawaban secara pidana. Dengan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam UU 15/2001 tersebut di atas, maka perlu diajukan rekomendasi supaya UU No. 15/2001 diubah, khususnya terhadap ketentuan Pasal 95 yaitu diubah menjadi tindak pidana biasa. Artinya, dalam rangka meminta pertanggungjawaban pidana kepada pelaku tindak pidana di bidang merek, tidak perlu menunggu pihak pemilik merek yang terdaftar melakukan pengaduan. Hal ini mengingat korban tindak pidana di bidang merek selain pemilik merek yang terdaftar atau penerima lisensi merek terdaftar, juga menyangkut masyarakat, kredibilitas atau harkat dan martabat bangsa serta negara Republik Indonesia di dunia internasional. Untuk itu bentuk tindak pidana di bidang merek seharusnya berupa tindak pidana biasa dan bukan tindak pidana aduan. Juga perlu diatur ketentuan tentang sanksi yang dapat dijatuhan kepada korporasi sebagai pelaku tindak pidana di bidang merek, selain pengaturan sanksi kepada pengurus atau pemilik korporasi itu sendiri. Sesuai dengan karakteristik yang melekat pada korporasi, maka sanksi pidana yang dapat diancamkan kepada korporasi adalah pidana pokok denda, dan juga perlu diatur ancaman pidana tambahan yang berupa pengumuman keputusan hakim dan pencabutan ijin usaha.
Actions (login required)
|
View Item |