ANWAR BORAHIMA (2002) IMPLIKASI YURIDIS PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN. Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s3-2007-borahimaan-3497-dish16-%29.pdf Download (1MB) | Preview |
Abstract
Setelah 56 tahun Indonesia merdeka, barulah dapat dibuat Undang-Undang yang mengatur tentang Yayasan, tetapi selama ini telah diakui bahwa Yayasan adalah badan hukum. Pengakuan Yayasan sebagai badan hukum hanya didasarkan pada kebiasaan dan Yurisprudensi. Keadaan ini mengakibatkan ketidakpastian hukum. Pada umumnya telah diketahui bahwa Yayasan mempunyai tujuan yang bersifat sosial dan idiil, tetapi tidak ada undang-undang yang melarang Yayasan untuk menjalankan perusahaan. Bahkan saat ini Yayasan, telah diperkenankan oleh Undang-Undang untuk mendirikan badan usaha dan melakukan penyertaan kekayaan Yayasan. Yayasan didirikan oleh satu atau beberapa orang dengan memisahkan harta kekayaannya untuk kepentingan suatu kelompok masyarakat di luar Yayasan. Hal ini merupakan pengejawantahan Undang-Undang Dasar (UUD)1945. Walaupun Yayasan adalah subyek hukum, tetapi Yayasan tidak dapat melakukan perbuatan hukum sendiri, melainkan dengan perantaraan orang yang bertindak untuk dan atas nama Yayasan yang disebut organ. Organ inilah yang mewakili kepentingan Yayasan, baik di dalam maupun di Iuar pengadilan. Di dalam melakukan aktifitasnya, tidak tertutup kemungkinan Yayasan melakukan kesalahan yang harus dipertanggungjawabkan, baik secara perdata maupun pidana. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, tentang Yayasan, ternyata tidak semua permasalahan seputar Yayasan dapat diselesaikan, bahkan menimbulkan masalah baru. Masalah yang belum dapat diselesaikan dan sekaligus menjadi permasalahan dalam disertasi ini adalah: Pertama, tentang eksistensi Yayasan yang telah ada sebelum berlakunya UU Yayasan, tetapi tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditetapkan oleh UU Yayasan. Kedua, kegiatan yang dapat dilakukan oleh Yayasan untuk mencapai tujuannya tanpa meninggalkan hakikat tujuannya. Ketiga, tanggung jawab organ Yayasan dan Yayasan apabila timbul tuntutan hukum sehubungan pelaksanaan operasional Yayasan. Penelitian ini digolongkan ke dalam penelitian normatif maupun doktrinal. Hal ini didasarkan pada obyek penelitian yang tidak hanya didasarkan pada penelitian perundang-undangan, yurisprudensi (case law), kontrak, dan nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, tetapi juga terhadap asas-asas hukum, literaratur hukum pandangan para sarjana hukum, dan perbandingan hukum. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, pendekatan konsep, pendekatan sejarah, dan pendekatan komparatif. Analisis masalah dilakukan secara yuridis, baik diskriptif maupun komparatif. Untuk bahan hukum primer analisis yang digunakan adalah analisis isi (content analysis). Sedangkan bahan hukum yang terkumpul dari studi lapangan dianalisis dengan menggunakan teknik reduksi data, penyajian data, verifikasi dengan pola fikir deduktif dan induktif untuk menghasilkan kesimpulan yang bersifat deskriptif kualitatif. Ketiga model analisis ini tidak perlu berurutan, melainkan tergantung pada keperluannya. Hasil penelitian menunjukkan, pertama, sebelum berlakunya Undang¬-undang Yayasan, semua Yayasan adalah badan hukum, dan status badan hukum Yayasan diperoleh bersama-sama dengan saat didirikannya, tanpa memerlukan adanya pengesahan, pendaftaran dan pengumuman, sehingga dari sisi teori, Yayasan tetap sebagai badan hukum hingga berlakunya UU Yayasan. Dari sisi legal formal, maka sejak berlakunya UU Yayasan, hanya Yayasan yang telah terdaftar di Pengadilan Negeri-kecuali Yayasan baru¬yang diakui sebagai badan hukum. Kriteria yang digunakan adalah sebagaimana yang ditetapkan oleh doktrin dan Yurisprudensi, serta Undang-Undang. Walaupun pendaftaran mempunyai manfaat yang besar, tetapi persyaratan pendaftaran merupakan suatu hal yang berlebihan, dan memperlihatkan ketidakkonsistenan pembuat undang-undang, sebab UU Yayasan sendiri tidak mensyaratkan adanya pendaftaran bagi Yayasan yang baru. Kedua, tujuan pendirian Yayasan adalah untuk bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan dukungan dana, tetapi banyak Yayasan yang didirikan dengan dana yang sangat minim, sehingga terkesan bahwa Yayasan tersebut hanya mengharapkan bantuan dari pihak lain. Undang-Undang Yayasan di Indonesia belum menentukan batas minimal dana untuk pendirian Yayasan, tetapi pembuat Undang-Undang rupanya menyadari, bahwa Yayasan tidak mungkin mencapai tujuannya dengan baik, jika hanya mengandalkan dana dari sumbangan donatur, sehingga Yayasan diperkenankan untuk berbisnis, walaupun dibatasi. Yayasan boleh mendirikan badan usaha asal sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan atau perundang-undangan yang berlaku. Yayasan boleh berbisnis, tetapi bisnis yang diperkenankan bagi Yayasan hanya bisnis yang terkait. Di dalam UU tidak dijelaskan maksud kegiatan usaha tersebut, melainkan hanya menyebutkan bidang-bidang kegiatan. Selain itu dapat melakukan usaha penyertaan paling banyak 25% dari seluruh nilai kekayaan. Pembatasan ini dimaksudkan agar Yayasan tidak menyimpang dari maksud dan tujuannya. Dengan kata lain, bisnis bagi Yayasan bukan merupakan tujuan, melainkan hanya alat untuk mencapai tujuan. Namun, di dalam UU Yayasan tidak dijelaskan dan diberikan jalan keluar bagi Yayasan yang telah ada sebelumnya, dan menyertakan modalnya Iebih dari 25%. Ketiga, organ Yayasan maupun badan hukum Yayasan dapat dimintai pertanggungjawaban, baik perdata maupun pidana. Kesulitan muncul ketika Yayasan dimintai pertanggungjawaban karena perbuatan melawan hukum, sebab salah satu unsur dari perbuatan melawan hukum adalah kesalahan (schuld). Padahal Indonesia masih menganut faham bahwa salah satu unsur perbuatan melawan hukum adalah adanya kesalahan Permasalahan yang sama juga dialami ketika badan hukum dihadapkan dengan pertanggungjawaban pidana. Pada umumnya telah menerima jika badan menghambat pengakuan tanggung jawab pidana korporasi, yaitu: doktrin respondeat superior, syarat mens rea, doktrin ultra vires, dan ketidaksetujuan terhadap tindakan kriminal in absentia. Perubahan sistem pertanggungjawaban di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1955, sehingga memungkinkan untuk menuntut dan mempidana korporasi, namun jumlah yurisprudensi perkara pidana Indonesia, yang mencatat korporasi menjadi terdakwa masih sangat sedikit.
Item Type: | Thesis (Disertasi) | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK-2 Dis H 16/03 Bor i | |||||||||
Uncontrolled Keywords: | existence, Foundation, legal entity, liability | |||||||||
Subjects: | K Law > K Law (General) > K1-7720 Law in general. Comparative and uniform law. Jurisprudence > K(520)-5582 Comparative law. International uniform law > K3820-3836 Economic constitution, policy, planning, and development Q Science > Q Science (General) > Q179.9-180 Research |
|||||||||
Divisions: | 03. Fakultas Hukum > Dasar Ilmu Hukum 09. Sekolah Pasca Sarjana > Ilmu Hukum |
|||||||||
Creators: |
|
|||||||||
Contributors: |
|
|||||||||
Depositing User: | Tn Joko Iskandar | |||||||||
Date Deposited: | 18 Oct 2016 05:35 | |||||||||
Last Modified: | 05 Jul 2017 19:31 | |||||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/32509 | |||||||||
Sosial Share: | ||||||||||
Actions (login required)
View Item |