RATIH RETNOWATI, 090114534 D (2007) POSISI TAWAR PEREMPUAN DALAM KAWIN MUT'AH(Suatu Studi tentang Kekuasaan dan Kapitalisasi Perkawinan di Kecamatan Rembang, Pasuruan). Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s1-2009-retnowatir-9029-diss10-8abs.pdf Download (237kB) | Preview |
|
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s1-2009-retnowatir-9029-diss10-8.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) | Request a copy |
Abstract
Kawin mutah merupakan kawin kontrak antara laki-laki baik yang belum kawin maupun yang sudah kawin dengan seorang gadis atau janda untuk jangka waktu tertentu. Dalam agama Islam, hanya aliran atau mazhab Syiah yang memperbolehkan kawin mutah dengan alasan utama untuk menghindari perzinahan bagi orang-orang yang bepergian jauh, keluar negeri, misalnya, untuk mencari nafkah bagi keluarganya di mana kebutuhan biologisnya tidak mungkin dapat dipenuhi oleh istrinya yang secara fisik saling bedauhan dengan suami. Akan tetapi, dalam praktiknya perkawinan mutah ini diduga menimbulkan banyak kerugian bagi perempuan. Dalam kawin mutah, hanya dibutuhkan kehadiran seorang wall murhakam, yakni wali yang tidak memiliki hubungan darah dengan pasangan pengantin, bukan pula wali hakim dari KUA. Wali ini ditunjuk oleh pihak mempelai atau aparat dalam institusi kawin mutah untuk mengawinkan mereka. Pihak-pihak yang berperan sangat penting dalam perkawinan mutah adalah pengarep, atim, dan kiai sebagai pihak yang lebih dominan vis-a-vis perempuan-perempuan Rembang yang posisinya lebih lemah, yang harus mematuhi segala nasehat dan perintah pengarep. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut. Pertama, apa makna kawin mutah bagi perempuan Rembang? Mengapa mereka lebih menyukai kawin mutah daripada kawin resmi melalui KUA? Apakah hal ini disebabkan mereka lebih mengikuti aturan agama atau karena faktor ekonomi? Bagaimana bentuk kekuasaan institusi kawin mutah, dan bagaimana pula peran pengarep, atim dan kiai dalam proses kawin mutah? Bagaimana bentuk resistensi perempuan-perempuan desa tersebut terhadap institusi kawin mutah? Bagaimana dampak positif dan negatif kawin mutah terhadap perempuan-perempuan yang melakukan kawin mutah tersebut ? Penelitian ini mengambil kecamatan Rembang (Pasuruan) sebagai social setting tempat berlangsungkan perkawinan mutah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif di mana data dikumpulkan dengan terjun langsung di lapangan yang merupakan konteks diselenggarakannya kawin mutah melalui wawancara mendalam (in-depth interview), observasi partisipan dan dokumentasi. Data atau catatan-catatan tentang para pelaku yang terlibat dalam kawin mutah, termasuk pengarep, atim, kiai, dan perempuan-perempuan Rembang, dianalisis dengan menggali life history para key informants ini karena karakteristik mereka yang khas dan berbeda¬beda itu hanya bisa ditemukan di lapangan dengan menggali life history informan bersangkutan. Selain itu, analisa data dalam penelitian kualitatif dilaksanakan bersamaan dengan pengumpulan data. Dalam hal ini, peneliti berusaha memahami, menyusun kategori, menginventarisasi karakteristik masing-masing kategori sehingga tampak jelas perbedaannya antara satu dengan lainnya. Hasil riset menunjukkan bahwa bagi kebanyakan perempuan Rembang, kawin mutah merupakan perkawinan yang sah menurut agama, tidak ada bedanya dari perkawinan resmi yang dicatatkan di KUA. Satu-satunya perbedaannya hanya terletak pads aspek formalitas atau legalitas yang berupa akte kawin yang dibuat oleh pejabat KUA. Akibatnya, karena, menurut pandangan mereka, kedua jenis perkawinan ini dianggap sama-sama sah menurut agama, maka mereka lebih suka memilih kawin mutah daripada kawin secara resmi melalui KUA dengan alasan urusannya jauh lebih mudah dan tidak memakan banyak biaya. Hal ini tampaknya sejalan dengan tujuan perkawinan mereka. Mereka pada umumnya kawin untuk mendapatkan status, supaya tidak dianggap tidak laku kawin atau menghilangkan stigma perawan tua, mengmuti atau menjalankan takdir Tuhan yang digariskan kepadanya serta untuk tujuan ekonomi. Dari beberapa alasan yang mendasari perkawinan mereka, alasan ekonomi tampak lebih menonjol. Secara umum, mereka mau melakukan kawin mutah atau kawin kontrak terutama disebabkan ketidakberdayaan mereka dari aspek ekonomi_ Kawin mutah menjadi pilihan yang efektif bagi mereka untuk mendapatkan uang untuk bisa survive dan menunjang kehidupan ekonomi keluarganya. Kekuasaan dalam institusi kawin mutah berbentuk kontrol terhadap perempuan. Perempuan-perempuan yang belum kawin akan didata oleh pengarep dan atim. Selanjutnya pengarep dan atim mendatangi satu per satu perempuan tersebut di rumah masing-masing untuk merayu mereka dan orang tuanya agar anak gadisnya itu mau melakukan kawin mutah supaya bisa mendapatkan banyak uang. Jika kebetulan status perempuan¬perempuan tersebut masih terikat dengan perkawinan mutah, pengarep akan seeing datang ke rumah mereka untuk sekadar menanyakan kabar suaminya. Kalau suami mereka tidak menepati janji-janjinya bersangkut dengan keuangan atau uang belanja, pengarep akan menganjurkan mereka untuk bercerai dari suaminya dan kawin lagi dengan laki-laki lain. Pengarep bersemangat melakukan tugasnya ini karena mereka juga menikmati bagian keuntungan, bahkan lebih besar dibanding yang diterima oleh perempuan. Para pengarep berperan sebagai perantara atau calo yang bertugas mencarikan suami bagi perempuan Rembang, sedangkan atim berperan sebagai tenaga keamanan. Jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan atau timbul konflik antara suami dan istri sahnya karena ketahuan telah melakukan kawin mutah, maka atim berkewajiban menangani dan menyelesaikan masalah ini. Sementara itu, kiai bertugas memberikan pengertian atau pemahaman kepada masing-masing pihak, khususnya perempuan¬perempuan Rembang dan keluarganya bahwa kawin mutah bukan perbuatan dosa karena sudah sah menurut hukum agama. Perjuangan mereka dalam medan yang bernama institusi kawin mutah banyak dipengaruhi oleh kepemilikan modal mereka, apakah modal sosial, kultural, fisik dan modal spiritual. Semakin lengkap kepemilikan modal mereka, semakin besar kemungkinan mereka untuk mendapatkan keuntungan finansial yang lebih besar. Meski perempuan-perempuan Rembang itu hares patuh dengan segala permintaan dan nasehat pengarep dan atim, mereka juga melakukan resistensi. Mereka selalu berusaha mempercantik diri dengan tujuan untuk meminta uang mahar yang lebih tinggi sehingga sering menyulitkan pengarep. Disamping itu, sebagian mereka berani melakukan poliandri (kawin dengan dua laki-laki pada waktu yang bersamaan) sebagai bentuk resistensi mereka terhadap institusi kawin mutah dan suaminya. Meski demikian, perempuan-perempuan Rembang tidak berani melakukan perlawanan secara langsung dan terbuka (public transcript) terhadap institusi kawin mutah, terutama terhadap pengarep. Perlawanan mereka berbentuk umpatan atau ejekan-ejekan di belakang pengarep. Jadi, karena ketidakberdayaan dan kekuatan fisik mereka yang lebih lemah dibanding pengarep, mereka memakai strategi yang lebih menguntungkan dirinya, yaitu melakukan perlawanan secara tersembunyi (hidden transcript) sambil mendapatkan kompensasi dari perlawanannya itu. Implikasi teoritis penting dari penelitian ini adalah bahwa modal sosial bisa muncul dari modal fisik yang dimiliki oleh para pengarep. Hal ini tidak pernah diperhitungkan oleh Bourdieu. Mungkin hal ini karena Perancis sudah mempunyai sistem politik dan sosial yang teratur dan mapan sehingga segala bentuk pelanggaran hukum segera mendapatkan sanksi. Hal ini berbeda dari situasi di Indonesia yang belum memiliki sistem sosial dan politik yang teratur dan mapan sehingga pelanggaran hukum seringkali tidak mendapatkan sanksi secara langsung, bahkan kadang mendapatkan reward. Popular relegion yang ada dalam masyarakat dan budaya jawa tentang etika seksual yang premisif terhadap peneyeleweangan seksual, turut serta memberi sumbangan bagi berkembangan kapitalisasi perkawinan di wilayah ini.
Item Type: | Thesis (Disertasi) | ||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK-2 Dis S 10/08 Ret p | ||||||||||||
Uncontrolled Keywords: | MARRIAGE – RELIGIOUS ASPECT – ISLAM; CONTRACTS (ISLAMIC LAW) | ||||||||||||
Subjects: | B Philosophy. Psychology. Religion > BL Religion H Social Sciences > HQ The family. Marriage. Woman > HQ1-2044 The Family. Marriage. Women > HQ503-1064 The family. Marriage. Home H Social Sciences > HV Social pathology. Social and public welfare > HV1-9960 Social pathology. Social and public welfare. Criminology > HV697-4959 Protection, assistance and relief > HV697-3024 Special classes > HV1442-1448 Women |
||||||||||||
Divisions: | 09. Sekolah Pasca Sarjana > Ilmu Sosial | ||||||||||||
Creators: |
|
||||||||||||
Contributors: |
|
||||||||||||
Depositing User: | Nn Dhani Karolyn Putri | ||||||||||||
Date Deposited: | 21 Oct 2016 00:36 | ||||||||||||
Last Modified: | 09 Jul 2017 19:21 | ||||||||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/32588 | ||||||||||||
Sosial Share: | |||||||||||||
Actions (login required)
View Item |