ASHARI ISMAIL, 090114528 D (2007) PEREMPUAN DALAM RELIGI PATUNTUNG : Studi tentang Pencegahan Tindak Kekerasan terhadap Perempuan Berdasarkan Ajaran Pasanga pada Komunitas Ammatoa Malang Embaya, Kajang Sulawesi Selatan. Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s3-2008-ismailasha-7746-diss.0-k.pdf Download (684kB) | Preview |
|
Text (FULLTEXT 1)
gdlhub-gdl-s3-2008-ismailasha-7585-diss.0-p.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) | Request a copy |
||
Text (FULLTEXT 2)
gdlhub-gdl-s3-2008-ismailasha-7585-diss.0-p B.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) | Request a copy |
Abstract
Komunitas Ammatoa Ilalang Embaya adalah komunitas yang menjunjung harkat dan martabat perempuan -dengan menjauhi segala bentuk kekerasan terhadap perempuan berdasarkan ajaran Pasanga. Pasanga sebagai dogma dalam religi Patuntung, menjamin hubungan gender yang simetris dan harmoni antara laki-laki - perempuan. Perempuan dianggap sebagai subyek fungsional dan mitra laki-laki dalam mengarungi kehidupan kamase-mase (sederhana) - jauh dari ketimpangan dan ketidakselarasan. Sistem kekerabatan yang menempatkan Amma/burene sebagai bapak/laki-laki dan Anrong sebagai ibu/perempuan , tidak melahirkan label superior - inferior, atau autoritersubordinat dalam komunitas. Laki-laki tidak dibenarkan melakukan kekerasan fisik dan psikis, ekonomi poligami atau kekerasan seksual terhadap perempuan. Kekerasan gender yang paling dianggap tabu dan amat dikutuk adalah hubungan seksual di luar nikah. Sanksi bagi si pelaku kekerasan tersebut, berdasarkan ajaran Pasanga bisa dengan tikaman atau kutukan mistik. Fenomena di atas adalah hal yang signifikan untuk diteliti, dalam tiga formulasi masalah - yang menjadi fokus, yaitu mengapa komunitas Ammatoa Ilalang Embaya yang bersahaja, hidup berdasarkan ajaran Pasanga menjaga harkat dan martabat perempuan dari berbagai tindak kekerasan ? bagaimanakah hubungan antara pencegahan kekerasan terhadap perempuan dengan keyakinan dan upaya komunitas Ammatoa Ilalang Embaya menjaga kelestarian alam berdasarkan ajaran Pasanga? mengapa hubungan kerja (ekonomi) perempuan komunitas Ammatoa Ilalang Embaya yang berdasarkan ajaran Pasanga jauh dari tindak kekerasan terhadap perempuan ? Permasalahan penelitian ini, urgen dalam memahami local knowledge, eksplanasi homologi perempuan - alam dan/atau sebagai eksplanasi dari sikap humanis dan kearifan lokal komunitas Ilalang Embaya terhadap pelestarian alam. Pengungkapan masalah penelitian tersebut, menggunakan beberapa landasan teori yaitu teori religi, ecofeminism, natur dan komunal dengan pendekatan etnografi. Teori religi yang digunakan adalah teori religi struktural fungsional Emile Durkheim yang memandang religi mengandung hal yang sacred memperkuat komitmen moral, penebusan kesalahan dan menciptakan collective consciousness. Teori ecofeminism dan natur sebagai pijakan yaitu teori ecofeminism Vandana Shiva dan Maria Mies dan teori nature Henrietta L. Moore yang keduanya mendiktumkan perempuan dekat dengan alam. Teori komunal yang menjadi landasan adalah teori komunal Frederich Engels yang menjelaskan bahwa ekonomi kolektif memungkinkan tidak adanya pemilikan pribadi dan nilai kerja perempuan dan laki-laki memiliki harga sosial yang sederajat dan orang bekerja demi kepentingan bersama, sedang pendekatan yang digunakan adalah pendekatan etnografi –idiografi dengan perspektif emik dan etik guna mendapatkan kedalaman dan fokus dalam pengkajian masalah penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa relasi gender yang berlangsung dalam komunitas Ammatoa Ilalang Embaya yang bersahaja tidak menempatkan laki-laki mensubordinasi perempuan, karena perempuan memiliki nilai sakralisasi dalam komunitas. Kesakralan perempuan dimungkinkan oleh beberapa subsistem yang menjadi sandaran moral penghindaran perempuan dari berbagai bentuk kekerasan yaitu mitos perempuan Betung sebagai To Manurung, Ammatoa sang Bapak pelindung perempuan, simbol Anronta sebagai perempuan pilihan Tauri Arakna (Tuhan Yang Maha Berkehendak), dan sakralisasi ritual subutting (perkawinan). Hubungan antara pencegahan kekerasan perempuan dengan kelestraian alam adalah (1) pencegahan kekerasan fisik dan psikis: perempuan dilarang dipukul, ditendang, dihardik atau diperintah semena-mena. Terjadinya kekerasan fisik dan psikis ini diyakini komunitas Ammatoa Ilalang Embaya akan dapat mengakibatkan tidak harmonisnya rumah tangga dan rusaknya ekosistem hidup, (tanaman ladang, tanaman sawah bahkan hutan tempat berlindung); (2) pencegahan kekerasan ekonomi, perempuan harus dinafkahi dan dibuat kebutuhan ada dalam kehidupan kamase-mase (sederhana); kekerasan terhadap perempuan dalam hal ekonomi dapat berakibat pada rumah tangga perempuan tidak appaulu kurangnya berkah hidup (reproduksi perempuan menurun), tumbuhan tidak berbuah, ladang tidak berhasil, atau hutan tidak mengeluarkan air; (3) appamaru atau menduakan istri, perempuan yang dipoligami akan mengalami penderitaan, merusak tatanan kehidupan keluarga dan tau tabbala (masyarakat luas). Appamaru juga dapat menimbulkan hama merajalela dan rasa situru-turu dan hilang kedekatan dengan alam karena sering terjadi pertengkaran di atasnya; (4) kekerasan seksual mengakibatkan perempuan hilang perasaan siri (rasa malu yang dalam) dan martabat diri - garrin tana (penyakit tanah) atau kemarau yang berkepanjangan, hujan terus menerus, atau terjangkitnya penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Sanksi religi akibat terjadinya kekerasan terhadap perempuan berupa poko babbala, tangnga babbala dan cappa babbala. Hubungan kerja produktif dalam kegiatan ekonomi perempuan komunitas Ammatoa Ilalang Embaya berdasarkan ajaran Pasanga yang jauh dari tindakan kekerasan terhadap perempuan dimungkinkan oleh beberapa subsistem yaitu siri dan pacce (kehormatan dan kepedulian apabila perempuan yang mencari nafkah terkecuali kerelaannya); pelapisan sosial semu dan tidak adanya pembagian kerja; (memungkinkan persaingan tidak terjadi dan perempuan tidak menjadi korban eksploitasi dalam kerja produktif demi kebesaran, kejayaan, atau kemewahan kelas penguasa); pemilikan tanah secara kolektif {menghindarkan perempuan dari kerja paksa karena tanah dikelola secara bersama dan bergiliran); pola sikap kebersamaan dalam kamase-mase, dan pola hidup manuntungi (pola hidup yang memandang hidup adalah fana dan yang penting adalah hidup dalam kebersihan hati dan menjauhi kalumannyang). Hal-hal inilah yang merupakan subsistem menjadikan perempuan terhindar dari kekerasan kerja produktif dalam kehidupan komunitas Ilalang Embaya yang berdasarkan religi Patuntung.
Actions (login required)
View Item |