FX. JOKO PRIYONO, 090013780 D (2006) IMPLIKASI GATS (GENERAL AGREEMENT ON TRADE IN SERVICES) TERHADAP PROFESI HUKUM DI INDONESIA. Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s3-2007-priyonofxj-4171-dish08-i-abs.pdf Download (205kB) | Preview |
|
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s3-2007-priyonofxj-4171-dish08-i.pdf Download (17MB) | Preview |
Abstract
Penelitian ini dilatarbelakangi dengan semakin mengglobalnya perdagangan jasa dan semakin pentingnya peranan sektor jasa dalam pembangunan ekonomi. Demikian pula dengan semakin mengglobalnya perusahaan-perusahaan multinasional (MNC) menambah begitu pentingnya dilakukan antipasi terhadap perdagangan jasa. Dalam menjalankan aktivitas bisnis di beberapa negara, perusahaan multinasional ini sangat membutuhkan profesi advokat yang handal dan kompeten di bidang baik hukum negara asal (home country law), hukum internasional maupun hukum asing (third country law). Sementara itu, banyak sekali advokat asing yang menjual jasa hukumnya di Indonesia baik secara legal dengan menjadi karyawan dari sebuah firma hukum lokal ataupun secara illegal dengan cara melakukan penyelundupan hukum. Kehadiran profesi advokat asing di Indonesia, cepat atau lambat, akan menjadi ancaman bagi Bangsa Indonesia, khususnya bagi advokat dan organisasi advokat di Indonesia apalagi Indonesia juga telah meratifikasi perjanjian perdagangan WTO termasuk perjanjian GATS. Karena gagasan dasar kepentingan global yang dituangkan dalam perjanjian GATS/WTO berbeda dengan gagasan dasar kepentingan domestik melalui berbagai peraturan perundangan maka sangatlah perlu dilakukan penelitian tentang implikasinya bagi profesi advokat di Indonesia terutama berkaitan dengan hal-hal apa saja yang perlu dipersiapkan untuk memberdayakan profesi advokat Indonesia agar memiliki daya asing terhadap advokat asing. Dan latar belakang tersebut, terdapat sejumlah permasalahan yang relevan untuk dikaji lebih lanjut, khususnya yang berkaitan dengan masa depan profesi advokat Indonesia dalam menghadapi transaksi perdagangan jasa hukum yang bersifat global. Permasalahan hukum tersebut yaitu : (1) esensi apakah yang perlu dituangkan dalam model schedule of specific commitment untuk sub sektor jasa hukum (legal service); (2) apakah kriteria untuk menentukan kualifikasi profesional, standarisasi dan lisensi profesi advokat asing di Indonesia; dan (3) apa implikasi GATS terhadap pendidikan hukum di Indonesia. Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat telah melakukan pembatasan terhadap advokat asing di Indonesia. Advokat asing hanya sebagai karyawan dari sebuah firma hukum domestik yang dibutuhkan keahliannya di bidang hukum negara asal dan hukum internasional. Sebagian advokat dan firma hukum di Indonesia diakui belum siap untuk bersaing dengan advokat asing, sedangkan yang lain sangat mendukung kehadiran advokat asing untuk memacu dan memberikan stimulasi serta dinamika bagi advokat lokal. Advokat asing dalam menjalankan prakteknya sering melakukan penyelundupan hukum. Di sisi lain, kebutuhan akan profesi hukum yang berkualitas internasional sudah merupakan kebutuhan bagi perusahaan-perusahaan multinasional yang melakukan investasi di beberapa negara. Oleh karena itu, sebagai konsekuensi logis terhadap komitmen perdagangan GATS/WTO maka tidak bisa tidak Pemerintah Indonesia harus mengantisipasi perdagangan jasa khususnya jasa hukum dengan tanpa mengorbankan kepentingan bangsa. Untuk menjawab problema tersebut maka peran negara dan peran pasar harus berjalan seiiring sejalan karena pada dasarnya kita sudah tidak bisa menolak globalisasi dan masih membutuhkan kehadiran investor asing. Dengan mendasarkan pada prinsip kemanfaatan, kebebasan pasar dan keadilan distributif maka perlu dilakukan rencana strategis oleh organisasi advokat Indonesia agar advokat Indonesia memiliki daya asing dengan advokat asing. Melalui pemerintah, organisasi advokat dapat menerapkan ketentuan exemption clause dalam GATS untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun. Langkah selanjutnya adalah pembuatan skedul komitmen sub sektor jasa hukum di mana untuk akses pasar dan national treatment tetap mendasarkan pada kepentingan nasional. Penentuan kualifikasi, standarisasi dan lisensi bagi advokat asing memang belum diatur, kecuali advokat Indonesia. Artikel VI:4 GATS mengatur tentang tindakan¬tindakan yang berkaitan dengan persyaratan kualifikasi dan prosedur, standard teknis dan persyaratan lisensi. Dikatakan selanjutnya bahwa persyaratan-persyaratan tersebut tidak boleh merupakan hambatan perdagangan jasa. Yang menjadi masalah dalam menentukan kriteria kualifikasi, standarisasi dan lisensi adalah gap antara sistem pendidikan hukum di beberapa negara yang berbeda. Hasil studi perbandingan menunjukkan bahwa masalah kualifikasi dan standarisasi berkaitan dengan disiplin dan peraturan negara asal, karakter dan moral yang tinggi, pendidikan dan atau pelatihan praktek. Temmasuk dalam pendidikan dan atau pelatihan praktek ini adalah lamanya pendidikan hukum, lamanya pelatihan praktek, kesamaan sistem hukum, pendidikan spesialisasi atau persyaratan training, pengalaman profesional. Sedangkan untuk lisensi menekankan pada ijin praktek yang bisa dilakukan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan full licensing (berpraktek secara penuh) dan limited licensing (hanya mempraktekkan hukum asal mereka). Indonesia dalam hal ini bisa melalukan pendekatan limited licensing yang diperluas. Artinya, advokat asing tidak hanya bisa mempraktekkan hukum negara asal mereka, tetapi juga hukum internasional atau hukum negara ketiga. Praktek litigasi sama sekali dilarang termasuk pula menjalankan konsultasi hukum Indonesia. Untuk praktek hukum asing juga dilarang apabila tidak memiliki kualifikasi untuk itu. Upaya kerjasama dalam bentuk perjanjian pengakuan bersama dengan negara-negara anggota ASEAN sangatlah penting untuk meningkatkan kualitas profesi advokat Indonesia dalam rangka AFTA. Perdagangan jasa hukum juga berimplikasi pada pendidikan hukum di Indonesia. Pendidikan hukum di Indonesia masih di persimpangan jalan apakah menjadi pendidikan hukum akademis atau pendidikan profesional. Pendidikan hukum merupakan hulu dari produsen sarjana hukum yang nantinya memegang profesi hukum. Kualitas jasa hukum dan profesi hukum sangatlah ditentukan sejak awal pada sistem pendidikan hukum. Sistem kurikulum, manajemen pendidikan, infrastruktur, pedagogi serta semakin kurang dipahaminya hakekat keilmuan hukum menyebakan produk atau output pendidikan hukum di Indonesia kurang memiliki daya saing. Kembali ke habitat aslinya yaitu memahami karakter ilmu hukum yang bersifat khas (sui generis) merupakan satu hal yang harus dilakukan agar sarjana hukum Indonesia siap berkompetisi dengan sarjana hukum asing. Kerjasama dengan pendidikan hukum asing sangatlah penting untuk mengejar ketertinggalan pendidikan hukum kita sekaligus mempersiapkan diri untuk masuk dalam persaingan jasa hukum dalam konteks GATS.
Actions (login required)
View Item |