RIDWAN, 090810510 D (2013) DISKRESI DAN TANGGUNG JAWAB PEJABAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI INDONESIA. Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s1-2013-ridwan-26450-4.summ-y.pdf Download (550kB) | Preview |
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s1-2013-ridwan-26450-12full.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) | Request a copy |
Abstract
Diberikannya kewajiban kepada pemerintah untuk memberikan pelayanan publik dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum telah membawa konsekuensi keterlibatan atau intervensi pemerintah pada hampir semua dimensi kehidupan warga negara. Pada prinsipnya setiap intervensi pemerintah itu harus berdasarkan undang-undang (asas legalitas), namun tidak setiap urusan warga negara yang harus dilayani pemerintah itu telah ada undang-undang yang mengaturnya atau telah ada undang-undangnya tetapi acapkali memuat norma yang samar (vage norm), norma terbuka (open texture), atau mengandung pilihan (choice). Dalam hal ini pemerintah diberikan kebebasan untuk mengambil kebijakan (beleidsvrijheid), kebebasan melakukan interpretasi (interpretatievrijheid), kebebasan mempertimbangkan (beoordelingsvrijheid) berbagai kepentingan terkait atau kebebasan mengambil pilihan dalam memberikan pelayanan publik. Bagi para pejabat pemerintah Indonesia baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah, penggunaan diskresi itu diarahkan pada pencapaian tujuan penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan publik secara efektif dan efisien dalam kerangka Negara Hukum Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Diskresi yang dilekatkan pada organ pemerintah (inherent aan het bestuur) bukan saja penting untuk efektifitas (doeltreffenheid) dan efisiensi (doelmatigheid) penyelenggaraan urusan pemerintahan, tetapi juga relevan dengan karakter undang-undang yakni selaku peraturan yang bersifat umum dan abstrak, harus dibuat secara kolegial antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif, memiliki daya jangkau terbatas, serta umumnya memuat norma samar dan terbuka sehingga tidak selalu dapat langsung diterapkan terhadap persoalan yang dihadapi warga negara. Pemberian diskresi kepada pemerintah itu pada hakikatnya adalah pemberian wewenang, dalam arti wewenang bebas (vrij bevoegdheid) untuk melakukan interpretasi, mempertimbangkan atau mengambil pilihan, dan wewenang bebas untuk mengambil kebijakan. Setiap penggunaan wewenang harus memperhatikan norma pemerintahan (bestuursnorm) dan norma perilaku (gedragsnorm). Penggunaan wewenang yang melanggar norma pemerintahan dan norma perilaku membawa konsekuensi tanggung jawab sesuai dengan asas geen bevoegdheid zonder verantwoordelijkheid (tidak ada kewenangan tanpa pertanggungjawaban). Penggunaan diskresi dapat diuji dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), karena asas legalitas tidak memadai (ontoereikend). Pengguna diskresi dibebani tanggung jawab dan tanggung gugat jika diskresi yang digunakannya itu bertentangan dengan AUPB, khususnya asas larangan penyalahgunaan wewenang (verbod van detournement de pouvoir) dan asas larangan bertindak sewenang-wenang (verbod van willekeur) atau asas rasionalitas. Melalui penelitian ini ditemukan bahwa penggunaan diskresi di Indonesia yang dituangkan dalam bentuk peraturan kebijakan ada yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, bertentangan dengan asas hukum (rechtsbeginsel), ada unsur penyalahgunaan wewenang, ada unsur sewenang-wenang atau melanggar asas rasionalitas, melanggar hak asasi manusia, dan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). Tanggung jawab dan tanggung gugat jabatan dalam penggunaan diskresi terjadi dalam hal pejabat bertindak untuk dan atas nama jabatan (ambtshalve) dan dilakukan dalam lingkungan formil wewenangnya (binnen formele kring van zijn bevoegdheid heeft gehandeld) serta melanggar norma pemerintahan dan tidak terdapat unsur kesalahan pribadi atau maladministrasi dalam penggunaan diskresi itu, sedangkan tanggung jawab dan tanggung gugat pribadi terjadi ketika seorang pejabat dalam menggunakan diskresi itu melanggar norma perilaku atau melakukan tindakan maladministrasi.
Actions (login required)
View Item |