NEGARA, DESA ADAT DAN RAKYAT DALAM KEPEMIMPINAN LOKAL DI BALI : Studi tentang Surveillance dan Dialectic of Control dari Perspektif Strukturasi

I NYOMAN SUBANDA, 09981317/D/IS (2005) NEGARA, DESA ADAT DAN RAKYAT DALAM KEPEMIMPINAN LOKAL DI BALI : Studi tentang Surveillance dan Dialectic of Control dari Perspektif Strukturasi. Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

[img]
Preview
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s3-2007-subandainy-3591-diss07-n-abs.pdf

Download (394kB) | Preview
[img]
Preview
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s3-2007-subandainy-3591-diss07-n.pdf

Download (15MB) | Preview
Official URL: http://lib.unair.ac.id

Abstract

Penelitian yang judulnya disebutkan di atas pada intinya ingin melihat fenomena hubungan negara, desa adat, dan rakyat di Bali setelah diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah. Dengan diberlakukannya undang - undang tersebut semestinya sudah tidak ada lagi dualisme kepemimpinan lokal di seluruh Indonesia termasuk di Bali. Hal ini disebabkan karena kepemimpinan desa dikembalikan ke dalam bentuk aslinya sesuai dengan adat istiadat yang berkembang dalam masyarakat bersangkutan. Namun kenyataannya di Bali dualisme kepemimpinan lokal masih tetap berlaku sampai dengan saat ini. Dengan demikian masyarakat Bali disamping berhadapan dengan kepemimpinan desa dinas juga berhadapan dengan kepemimpinan desa adat yang sama-sama mempunyai hak otonom. Fenomena sosial yang menarik untuk dikaji berkait dengan dualisme kepemimpinan lokal di atas adalah mulai berkurangnya surveillance negara yang diikuti oleh mulai menguatnya surveillance desa adat. Menguatnya surveillance desa adat saat ini tidak hanya merupakan keinginan masyarakat desa tapi juga karena adanya tambahan kewenangan dan konsesi ekonomi yang diberikan pemerintah supra lokal terhadap desa adat. Besarnya kewenangan yang diberikan pernerintah supra lokal kepada desa adat ternyata dapat menimbulkan dilema dan permasalahan baru. Dengan klaim otonomi dan kewenangan yang besar, desa adat bisa bertindak otoriter terhadap kebebasan individu dan sejumlah warga minoritas. Dengan demikian individu yang mempunyai pendapat yang berbeda dengan desa adat bisa mendapatkan sanksi dikucilkan yang di Bali disebut puik atau kesepekang . Beberapa pertanyaan yang diajukan berkait dengan permasalahan di atas adalah : (1) Bagaimana negara dan desa adat melakukan surveillance-nya terhadap rakyat (warga desa). (2) Bagaimana rakyat (warga desa) merespon surveillance negara dan surveillance desa adat tersebut atau dengan kata lain bagaimana dialectic of control yang dilakukan rakyat desa terhadap surveillance negara dan desa adat tersebut ? (3) Bagaimana model susunan pelaku tindakan serta orientasi individulaktor dalam melakukan dialectic of control terhadap kedua surveillance tersebut ? Sebagai landasan berpijak penulis menggunakan teori strukturasi sebagai kerangka pemahaman. Pemilihan perspektif strukturasi sebagai kerangka pemahaman permasalahan di atas didasari oleh pertimbangan bahwa teori strukturasi merupakan teori yang dapat sebagai penghubung (linkages) antara sosiologi makro dan mikro dalam melihat dan memahami fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Perlu diutarakan disini bahwa dalam mengkaji surveillance dan dialectic of control dalam hubungan negara, desa adat dan rakyat, obyek kajian yang menjadi fokus perhatian adalah struktur clan individu sehingga persoalan mikro dan makro dalam praktek sosial ini akan dikaji secara bersamaan. Penelitian yang dilakukan untuk disertasi ini adalah penelitian lapangan (field research), dengan pendekatan eksploratif kualitatif, yaitu dengan observasi langsung ke lokasi yang menjadi obyek utama penelitian, yakni di tiga tipe desa adat antara lain tipe desa adat hulu apad. tipe desa adat apanaga dan tipe desa adapt anyar. Dalam usaha mengembangkan teori berdasarkan data lapangan, metode observasi partisipasi juga diterapkan dalam penelitian ini yang dipadukan lagi dengan metode pemahaman ganda (double hermeneutic) yang dianjurkan dalam teori strukturasi. Berdasarkan kerangka pemahaman dan metode penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa menurunnya legitimasi negara (loss of legitimacy) pada aras nasional pada akhir kekuasaan orde baru nampak berpengaruh terhadap social formation di tingkat lokal termasuk usaha daerah melakukan repositioning terhadap tata hubungan dengan pemerintah pusat. Dalam melakukan repositioning hubungan dengan pemerintah pusat, masyarakat Bali mewujudkannya dalam berbagai ragam ekspresi yang bersifat pengukuhan terhadap identitas ke-Balian (menguatnya wacana tentang keajegan Bali). Manifestasi dari pengukuhan terhadap identitas ke-Balian ini salah satunya adalah mulai menguatnya posisi tawar desa adat dalam melaksanakan tata hubungan dengan pemerintah supra-lokal. Paling tidak ada tiga poin penting yang diperoleh desa adat dalam rangka meningkatkan posisi tawar dengan pemerintah supra-lokal Pertama, adanya dukungan dari pemerintah supra-lokal terhadap berbagai upaya pelestarian dan pemberdayaan desa adat. Kedua, adanya tambahan kewenangan yang diberikan pemerintah supra-lokal terhadap desa adat. Melalui berbagai surat keputusan dan surat edaran dari pemerintah supra-lokal (Gubemur dan Bupati) desa adat banyak dilibatkan dalam urusan kedinasan. Ketiga, adanya konsesi ekonomi berupa dukungan fasilitas dan dana oleh pemerintah supra-lokal. Berkait dengan argumen di atas, dalam kesimpulan penelitian ini ditemukan bahwa kondisi hubungan negara, desa adat dan rakyat saat ini sangat berbeda dengan temuan Geertz maupun Warren. Negara (desa dinas) saat ini sudah tidak melakukan intervensi atau mengambil alih tugas dan wewenang desa adat. Malah pemerintah (negara) telah memberikan tambahan kewenangan kepada desa adat untuk ikut terlibat dalam urusan kedinasan di samping memberikan konsesi ekonomi. Tambahan kewenangan ini dan ditambah dengan keterlibatan pecalang dalam segala aspek kehidupan warga desa (di luar wewenang desa adat), akhirnya membuat desa adat dapat menerapkan surveillance yang ketat terhadap warga desa termasuk warga di luar krama adat Melihat berbagai bentuk perhatian dan bantuan dari pemerintah (tambahan kewenangan dan konsesi ekonomi), serta kebiasaan-kebiasaan desa adat melakukan tender politik dengan pihak luar seperti partai politik dan pengusaha membawa konsekuensi tidak mandirinya desa adat saat ini. Dengan demikian desa adat yang dikatakan Geertz sebagai desa yang mandiri, otonom dan tumbuh dari lahan-lahan Bali asli tidak akan berlaku lagi pada desa adat-desa adat di Bali di era reformasi ini. Wacana keajegan Bali dengan berbagai ekspresi sebenarnya merupakan bentuk revival ideologi masyarakat Bali untuk mengembalikan budaya Bali yang dianggap merosot bahkan sudah luntur. Dengan demikian revival ideologi membawa masyarakat Bali pada romantisme budaya Bali masa lampau yang diyakini akan menolong kembalinya identitas ke-Balian atau terwujudnya keajegan Bali. Bentuk yang paling ideal dan dianggap memiliki otoritas atas ruang budaya Bali untuk melakukan revival ideologi ini adalah desa adat. Di tempatnya desa adat sebagai tumpuan harapan di satu sisi dan mulai merosotnya otoritas dan wibawa desa adat di sisi yang lain menyebabkan desa adapt mengambil over instrumen kekuasaan modem. Di saat otoritas tradisi mulai melemah, instrumen kekuasaan modern dianggap lebih efektif dan lebih kompetitif. Selain masalah di atas, dalam masyarakat Bali telah terjadi dinamika identitas diri warga desa baik secara individu maupun kelompok di era reformasi ini. Dinamika identitas diri ini membawa pengaruh terhadap perubahan orientasi kesadaran warga yang bersifat homogen sebagai warga desa kedalam kesadaran yang bersifat heterogen yang bersumber di luar desa. Implikasi lebih jauh dari perubahan identitas diri ini adalah mulai memudamya peran desa adat sebagai alat perekat atau alat pengintegrasi bagi krama desa (warga desa). Temuan penelitian ini secara langsung berbeda dengan argumen Geertz bahwa warga desa yang terhimpun dalam desa-desa yang ada di Bali memiliki hubungan dan rasa persaudaraan yang bekerja bersama dalam suatu pola hidup yang disebut kolektivisme pluralistik . Perubahan orientasi kesadaran diri warga di atas, berpengaruh juga pada cara warga desa melakukan dialectic of control terhadap surveillance negara dan surveillance desa adat hal ini dapat dilihat dari bentuk dialectic of control yang dilakukan warga desa terhadap surveillance negara berwujud tiga bentuk yaitu, berperilaku patuh, berpura-pura dan berperilaku pasif Sedangkan bentuk dialectic of control yang dilakukan warga terhadap surveillance desa adat, walaupun masih bersifat kompromi, namun bentuk perlawanan secara terang-terangan sudah nampak terjadi. Hal ini dapat dilihat dari tiga bentuk dialectic of control yang dilakukan warga desa terhadap surveillance desa adat yang terdiri dari strategi menghindar melalui desa dinas dan ngampel, perilaku pasif dan menempuh jalur hukum. Selain temuan di atas, penelitian ini juga memberikan kontribusi temuan yang berkait dengan teori strukturasi. Sifat dualitas struktur yang ditempatkan sebagai konsep sentral dalam teori strukturasi nampak sesuai juga dengan kenyataan lapangan yang berkaitan dengan fokus penelitian ini. Namun jika dikaitkan dengan permasalahan sistem surveillance yang mencerminkan adanya hierarkis tatanan sosial, konsep dualisme subyek-obyek juga masih berlaku. Artinya, dalam suatu hierarkis tatanan sosial, sifat dualitas dan dualisme struktur sama-sama berlaku. Apa yang telah menjadi dualitas pada individu atau kelompok mungkin merupakan dualisme bagi individu atau kelompok lainnya. </description

Item Type: Thesis (Disertasi)
Additional Information: KKB KK-2 Dis.S.07/05 Sub n
Uncontrolled Keywords: Surveillance, Dialectic of control, state, desa adat, Villagers, Local leadership.
Subjects: H Social Sciences > HV Social pathology. Social and public welfare > HV1-9960 Social pathology. Social and public welfare. Criminology > HV697-4959 Protection, assistance and relief > HV3176-3199 Special classes. By race or ethnic group
J Political Science > JS Local government Municipal government
Divisions: 09. Sekolah Pasca Sarjana > Ilmu Sosial
Creators:
CreatorsNIM
I NYOMAN SUBANDA, 09981317/D/ISUNSPECIFIED
Contributors:
ContributionNameNIDN / NIDK
Thesis advisorA. Ramlan SurbaktiUNSPECIFIED
Thesis advisorI Gde Widja, Prof., DR.UNSPECIFIED
Depositing User: Nn Dhani Karolyn Putri
Date Deposited: 11 Oct 2016 01:34
Last Modified: 11 Oct 2016 01:34
URI: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/32724
Sosial Share:

Actions (login required)

View Item View Item