Iffaty Nasyi'ah, 090114338 M (2005) TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ISTRI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 DAN MENURUT HUKUM ISLAM. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2007-nasyiahiff-3864-th0707-k.pdf Download (461kB) | Preview |
|
|
Text (FULLTEXT)
34137.pdf Download (1MB) | Preview |
Abstract
Perkawinan merupakan salah satu ibadah dalam Islam. Perkawinan dapat dikatakan ibadah jika dilakukan dengan niat yang baik, niat untuk menjalankan syariat Allah SWT. Perkawinan yang dilakukan dengan cara yang demikian akan mendapat ridloNya dan perkawinannya akan berakhir dengan sakinah, mawaddah dan rahmah. Perkawinan kadangkala tidak sesuai dengan tujuan semula. Ketidakmengertian dan kesalahpahaman masing-masing pihak tentang peran, hak dan kewajibannya membuat perkawinan tidak harmonis lagi. Hal itu dapat memicu pertengkaran yang terus-menerus. Akhirnya suami atau istri melakukan tindakan kekerasan, melukai fisik atau psikis pasangannya. Inilah yang kemudian dinamakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), yang kemudian diimplementasikan dalam UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yaitu UU nomor 23 tahun 2004. Korban KDRT umumnya adalah perempuan atau istri yang notabene mempunyai fisik yang lebih lemah dibandingkan dengan suami. Tetapi banyak korban (dalam penulisan ini adalah istri) yang tidak melaporkan nasibnya kepada yang berwenang, salah satu sebabnya adalah ketergantungan korban terhadap pelaku secara ekonomi dan sosial. Mengenai UU tersebut, penulis ingin membahas tentang sifat delik KDRT, apakah delik aduan ataukah delik biasa, juga perlindungan terhadap korban KDRT yang diberikan oleh UU tersebut, dan menurut Hukum Islam. Dalam UU tersebut hanya beberapa pasal dari tindak pidana KDRT (yang tergolong ringan) yang menjadi delik aduan, selebihnya merupakan delik biasa (berdasarkan pasal 15). Tetapi pada prakteknya, karena sulitnya membuktian dan menemukan saksi, maka kemudian menjadi delik aduan. Dalam hukum Islam, delik dinamakan jarimah dan merupakan kemungkaran yang hams dilawan. Karena itu bersifat delik biasa. UU tersebut juga bertujuan memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga. Tetapi pada kenyataannya, perlindungan yang diberikan belum memadai, terutama karena sanksi bagi pelaku yang tidak tepat, dan sifat delik yang dianggap delik aduan sehingga masyarakat kurang terlibat jika mengetahui terjadinya KDRT. Dalam hukum Islam, termasuk perlindungan terhadap istri korban KDRT adalah tahkim, khuhu diyat dan taliq talaq. Terdapat beberapa pasal dalam UU tersebut yang tidak dapat dilaksanakan karena sanksi hukum yang tidak sesuai dan tidak ada peraturan pelaksanaannya seperti rumah aman dan rumah alternatif bagi korban KDRT. Metode yang digunakan dalam penulisan adalah metode penafsiran (yang dikenal dalam ilmu hukum) dan ijtihad (yang dikenal dalam hukum Islam) dengan menggunakan prinsip qiyas dan maslahah mursalah. Sedangkan bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum kepustakaan, buku-buku literatur, perundang-undangan serta pendapat-pendapat ahli atau doktrin. Bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer yang digunakan berupa dokumen peraturan perundang-undangan yaitu peraturan yang berhubungan dengan pokok masalah. Khusus kajian aspek Islamnya bahan hukum primernya adalah al-Quran dan as-Sunnah. Bahan hukum sekunder diperoleh dari buku-buku bidang hukum pidana, hukum perdata dan hukum Islam. Bahan pustaka yang dominan adalah kepustakaan dalam hukum pidana. Sedangkan bahan pustaka hukum Islam khususnya yang menyangkut hukum pidana Islam (jinayah) dan perkawinan Islam (munakahat), serta ilmu tafsir.
Actions (login required)
View Item |