PEMERIKSAAN DAN TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM UPAYA PEMBERAN-TASAN TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2004

Iwan Fajar Nugroho, 090214847M (2005) PEMERIKSAAN DAN TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM UPAYA PEMBERAN-TASAN TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2004. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

[img]
Preview
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2007-nugrohoiwa-3866-th0607-k.pdf

Download (707kB) | Preview
[img]
Preview
Text (FULLTEXT)
34139.pdf

Download (2MB) | Preview
Official URL: http://lib.unair.ac.id

Abstract

Dalam sistim ketatanegaraan di Indonesia BPK adalah lembaga tinggi negara yang berfungsi melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23E UUD 1945 amandemen. Selanjutnya landasan yuridis BPK sebagai lembaga pemeriksa adalah UU.No.5 Tahun 1973 Tentang BPK. Saat ini landasan operasional BPK dalam menjalankan fungsinya adalah UU. No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggunggjawaban Keuangan Negara. UU. 15 Tahun. 2004 ini merupakan bagian dari tiga paket undang-undang keuangan negara yang sudah diundangkan sebelumnya yakni UU.No.17 Tahun. 2003 Tentang Keuangan Negara dan UU.No.1 Tahun. 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. Pelaksanaan tugas pemeriksaan BPK dalam. upayanya menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menurut UU.No.15 Tahun .2004 antara lain adalah ; 1) Lingkup pemeriksaan; Dalam Pasal 3 ayat (2) UU.No.15 Th.2004 kekayaan negara yang dikelola oleh yayasan milik negara dan Perusahaan Negara/Daerah yang sudah tercatat di pasar modal, BPK tidak berwenang. Sedangkan dalam penjelasan Pasal 2 UU.No.5 Th.1973, BPK berwenang melakukan pemeriksaan terhadap APBN/APBD, seluruh anggaran Perusahaan Negara/Daerah dan kekayaan negara lainnya yang dipisahkan (yayasan-yayasan milik negara) 2) Jenis-jenis Pemeriksaan ; Pasal 4 ayat (1) UU.No.15 Th.2004 diatur secara tegas jenis pemeriksaan yang terdiri dari pemeriksaan keuangan, kinerja dan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan keuangan menilai ketatatan penyajian laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (PP. No.24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan) saja dan menghasilkan opini profesional akuntan. Pemeriksaan kinerja menilai tingkat efektivitas, efisiensi anggaran/belanja yang sudah ditetapkan dengan menggunakan tolok ukur peraturan perundangan tekhnis yang terkait dengan program yang diaudit. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu dalam penjelasan Pasal 4 ayat (4) UU.No.15 Th.2004 terdiri dari pemeriksaan investigasi, sistem pengendalian intern dan hal-hal yang berkaitan dengan laporan keuangan. Pemeriksaan investigasi dilaksanakan guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana. Pemeriksaan sistem pengendalian intern dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengendalian internal yang dilakukan oleh instansi yang diperiksa. Pemeriksaan hal-hal yang berkaitan dengan keuangan dilakukan untuk mengetahui kepatuhan pengelolaan anggaran / belanja dalam laporan keuangan terhadap peraturan perundang-undangan (sebelum UU.No.15.Th.2004, pemeriksaan ini bagian dari pemeriksaan keuangan, sehingga mampu mengungkap terjadinya kerugian negara/daerah dan/atau tindak pidana). Adanya kewenangan pemeriksa dalam melaksanakan tugas pemeriksaan sebagaimana dimaksud Pasal 10 UU. No. 15 Tahun 2004 untuk meminta dokumen, mengakses semua data, melakukan penyegelan uang/barang/dokumen, meminta keterangan seseorang dan memotret, merekam, mengambil sampel yang kesemuanya upaya diatas disimpan sebagai Kertas Kerja Pemeriksa (KKP) dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan hasil pemeriksaan BPK, dan untuk dijadikan sebagai alat bukti menurut Pasal 184 ayat (1), Pasal 187 KUHAP dan Pasal 26 A UU. No.20 Tahun 2001 dapat dikatakan sudah bisa diterima di muka pengadilan. Pihak-pihak yang melaksanakan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK menurut UU. No.15 Tahun 2004 diatur dalam beberapa pasal antara lain; 1) Pasal 14 ; tindak lanjut dilakukan oleh aparat penegak hukum manakala dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana setelah menerima laporan dari BPK. Pelaksanaan kerjasama BPK dengan penegak hukum saat ini didasarkan atas Kesepakatan Bersama Ketua BPK dan Jaksa Agung nomor 62/S/I-11116/2000 atau KEP-129/J.A/06/2000 tertanggal 19 Juni 2000, dimana dalam kesepakatan tersebut tidak ada kewajiban bagi Kejaksaan untuk memberitahukan perkembangan kasus yang sudah diserahkan BPK. 2) Pasal 20 ; tindak lanjut dilakukan oleh pejabat pemerintah. Terhadap tindak lanjut kerugian negara/daerah maka mekanisme yang dilakukan pejabat pemerintah untuk menindaklanjuti terkait dengan Pasal 60 dan Pasal 61 UU.No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. Pejabat menurut Penjelasan Pasal 60 dan Pasal 61 bisa mengeluarkan surat penetapan pengenaan ganti rugi yang berkekuatan sita jaminan dan hasilnya dilaporkan kepada BPK (Pasal 23 UU.No.15 Th.2004). 3) Pasal 21 ; tindak lanjut dilakukan oleh DPR/DPRD dengan cara meminta penjelasan BPK (ayat 2), meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan (ayat 3) dan meminta pemerintah untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan (ayat 4) 4) Pasal 22 ; tindak lanjut dilakukan oleh BPK terhadap kerugian negara/daerah yang dilakukan oleh Bendahara. Pasal 22 ini terkait dengan Pasal 62 UU.No.1 Th.2004 Tentang Perbendaharaan Negara, dimana pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap Bendahara ditetapkan BPK. Sehubungan dengan Pasal 14 ayat (1) UU. No.15 Th. 2004 dimana adalah kewajiban BPK untuk melaporkan adanya unsur pidana kepada aparat penegak hukum, maka memaksa BPK untuk memilih dan memilah temuan pemeriksaan yang mengandung unsur pidana atau tidak. Unsur pidana dalam delik jabatan yang terkait dengan pemeriksaan BPK dapat dilihat dalam UU. No.31 Th.1999 dan UU.No.20 Th.2001. Kerugian negara/daerah baik yang dilakukan oleh pegawai negeri bukan bendahara, pejabat lainnya dan oleh Bendahara yang disebabkan oleh perbuatan melanggar hukum atau kelalaian harus diselesaikan sesuai peraturan perundangan yang berlaku, sebagaimana dimaksud Pasal 59 ayat (1) UU.No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. Kerugian negara menurut Pasal 2 dan Pasal 3 UU. No.31 Th.1999 merupakan unsur tindak pidana korupsi. Temuan pemeriksaan BPK yang mengandung unsur kerugian negara atau potensi kerugian negara, merupakan unsur tindak pidana yang menurut Pasal 14 ayat (1) UU.No.15 Th.2004 wajib ditindaklanjuti BPK. Dengan diserahkan kepada aparat penegak hukum tanpa harus dipilah-pilah oleh BPK sendiri apakah disebabkan oleh perbuatan melawan hukum atau kelalaian, karena dalam kelalaian terdapat kesalahan dan kesalahan adalah syarat untuk dapat dipidana. Ketentuan Pasal 14 ayat (1) ini tidak meniadakan tindak lanjut ganti kerugian oleh Pejabat terhadap pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain dan oleh BPK terhadap ganti kerugian yang disebabkan perbuatan Bendahara sebagaimana dimaksud Pasal 64 ayat (2) UU.No.1 Th.2004, yang menyatakan putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi. Dengan demikian dapat ditarik beberapa kesimpulan terhadap pemeriksaan dan hasil pemeriksaan BPK menurut UU.No. 15 Tahun 2004 dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai berikut; 1) Terhadap lingkup pemeriksaan BPK , menjadi lebih sempit. Pemberantasan korupsi di BUMN/BUMD yang listed di Pasar Modal, dan yayasan-yayasan milik negara menjadi terhambat. Terhadap jenis pemeriksaan, khususnya pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat/daerah yang hasilnya secara rutin disampaikan kepada DPR/DPRD tidak dapat mengungkap terjadinya indikasi tindak pidana korupsi secara langsung, namun harus ditindaklanjuti dengan pemeriksaan dengan tujuan tertentu, sehingga menghambat pemberantasan korupsi. 2) Hasil pemeriksaan BPK yang termasuk juga KKP sudah cukup memenuhi sebagai alat bukti baik menurut Pasal 184,Pasal 187 KUHAP atau Pasal 26 A UU.No.20 Th.2001 sehingga sangat mendukung upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. 3) Tindak lanjut terhadap unsur pidana yang wajib diserahkan BPK kepada aparat penegak hukum sangat mendukung upaya pemberantasan korupsi, namun dalam pelaksanaannya upaya BPK dengan memilah-milah kerugian yang disebabkan perbuatan melawan hukum saja yang diserahkan kepada aparat penegak hukum dengan mengabaikan kerugian akibat kelalaian sangat tidak sesuai dengan maksud Pasal 14 ayat (1) undang-undang ini.

Item Type: Thesis (Thesis)
Additional Information: KKB KK-2 TH 06/07 Nug p
Uncontrolled Keywords: Audit result, Elliminate corruption crime
Subjects: K Law > K Law (General)
K Law > K Law (General) > K1-7720 Law in general. Comparative and uniform law. Jurisprudence > K(520)-5582 Comparative law. International uniform law > K5000-5582 Criminal law and procedure > K5015.4-5350 Criminal law
Divisions: 03. Fakultas Hukum > Magister Ilmu Hukum
Creators:
CreatorsNIM
Iwan Fajar Nugroho, 090214847MUNSPECIFIED
Contributors:
ContributionNameNIDN / NIDK
Thesis advisorSARWIRINI, Dr. Hj. S.H., MS.UNSPECIFIED
Thesis advisorHARYONO MINTAROEM, H. S.H., MSUNSPECIFIED
Depositing User: Nn Deby Felnia
Date Deposited: 2016
Last Modified: 13 Jun 2017 19:34
URI: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/34139
Sosial Share:

Actions (login required)

View Item View Item