HADJON PILE PETRUS SH, 090510266 MH
(2007)
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK KETIGA BERKAITAN DENGAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004.
Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
a. Pihak ketiga yang belum pernah ikut serta atau diikutsertakan selama waktu pemeriksaan sengketa menurut ketentuan Pasal 83 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 dan ia khawatir kepentingannya akan dirugikan dengan dilaksanakannya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap itu dapat mengajukan gugatan perlawanan terhadap pelaksanaan putusan Pengadilan tersebut kepada Pengadilan yang mengadili sengketa itu pada tingkat pertama. Gugatan perlawanan hanya dapat diajukan pada saat sebelum putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap itu dilaksanakan dengan memuat alasan-alasan tentang permohonannnya. Gugatan perlawanan tidak dengan sendirinya mengakibatkan ditundanya pelaksanaan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut.
Dengan adanya perlawanan maka perkara yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap tidak dapat dieksekusi karena walaupun berdasarkan ketentuan, perlawanan tidak dengan sendirinya mengakibatkan ditundanya pelaksanaan putusan, namun dalam praktek biasanya perlawanan diikuti dengan penetapan penundaan eksekusi. Perlawanan tanpa penetapan penundaan eksekusi akan sia-sia. Dengan demikian putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, tidak dapat dilaksanakan sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pihak yang dimenangkan dan proses perkara menjadi bertele-tele, yang sangat bertentangan dengan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan.
b. Berdasarkan Undang Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UURI Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Pasal I (angka Romawi) angka 37 dinyatakan bahwa ketentuan Pasal 118 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 dihapus. Dengan dihapusnya ketentuan Pasal 118 oleh Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 tersebut berarti pihak ketiga yang belum ikut serta atau diikutsertakan selama waktu pemeriksaan sengketa menurut ketentuan Pasal 83 tidak dapat lagi mengajukan gugatan perlawanan terhadap pelaksanaan putusan pengadilan.
Kepentingan pihak ketiga saat ini hanya bertumpu pada Pasal 83 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986. Khususnya menyangkut prakarsa hakim perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Sebelum hakim mengeluarkan penetapan dalam putusan sela yang bermaksud menarik pihak ketiga atas inisiatif hakim, perlu yang bersangkutan dipanggil lebih dahulu dan diberi penjelasan-penjelasan apakah ia bersedia masuk dalam perkara yang sedang diperiksa.
b. Pihak ketiga (yang bukan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara) yang bergabung dengan pihak tergugat asal seyogyanya berkedudukan sebagai saksi yang menyokong tergugat , karena ia
mempunyai kepentingan yang paralel dengan tergugat asal. la tidak dapat berkedudukan sebagai pihak tergugat sesuai ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986. Namun yang menjadi problem adalah pihak ketiga tidak dapat beracara dalam sengketa tersebut, baik acara jawab menjawab, pembuktian maupun mengajukan upaya hukum terhadap putusan pengadilan. Kadangkala pihak Tergugat justru membela kepentingan Penggugat dengan tidak mempertahankan produknya (obyek sengketa) dengan cara memberi jawaban / tanggapan atas gugatan Penggugat secara asal-asalan demi kepentingan Penggugat atau sengaja tidak mengajukan upaya hukum banding atau kasasi apabilan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara mengalahkan Tergugat.
c. Pihak ketiga yang membela haknya sendiri harus mengajukan gugatan intervensi dan berkedudukan sebagai penggugat intervensi
d. Sebelum majelis menolak atau mengabulkan permohonan gugatan intervensi sebaiknya didengar juga tanggapan yang diberikan dari penggugat dan tergugat asal, apakah benar pihak ketiga yang mengajukan permohonan intervensi tersebut mempunyai kepentingan. Tanggapan yang diberikan oleh Penggugat maupun Tergugat asal akan dimuat dalam pertimbangan hukum hakim dalam putusan sela.
e. Ditolak atau dikabulkan permohonan
intervensi tersebut harus dituangkan dalam putusan sela yang dicantumkan dalam berita acara
sidang seperti ketentuan Pasal 83 ayat (2) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986.
Sedangkan mengenai intervensi dari pihak ketiga yang ditolak oleh Pengadilan dan intervenien mengajukan permohonan banding / kasasi,
sedangkan Pengadilan Tinggi / Mahkamah Agung berpendapat bahwa intervensi tersebut dikabulkan, maka dapat ditempuh 2 (dua) cara :
a. Pengadilan Tinggi mengambil putusan sela sebelum memutus pokok perkara dengan memerintahkan kepada Pengadilan yang bersangkutan untuk melakukan pemeriksaan hal-hal relevan dengan perkara (intervensi) tersebut. Setelah hasil pemeriksaan tersebut diterima Pengadilan Tinggi baru diambil putusan akhir mengenai perkara oleh Pengadilan Tinggi.
b. Pengadilan Tinggi dapat melakukan pemeriksaan sendiri dan mengambil putusan akhir pokok perkara.
Actions (login required)
|
View Item |